Bagian Ø4 : Perpisahan

485 51 0
                                    

♡.♡.♡


Hayolo ... kira-kira siapa sama siapa yang mau pisah? Kalo Letta sama dia, alhamdulillah udah berpisah sejak jutaan abad yang lalu, dan meninggalkan goresan di hati yang masih terasa hingga detik ini, hiks:(

Becanda, skip:v

#Happy reading!

♡.♡.♡

Sesampainya di rumah, bunda menyuruhku dan Zyland untuk segera berganti pakaian lalu kembali turun ke bawah untuk membicarakan sesuatu bersama ayah dan bunda.

Jujur, aku sangat cemas. Tidak biasanya ayah dan bunda menjemput kami ke sekolah, apalagi saat belum waktunya pulang sekolah. Yang lebih membuatku khawatir adalah ketika aku melihat mata bunda sembab seperti habis menangis.

Sebenarnya, ada apa ini?


Setelah berganti pakaian, aku menghampiri ayah, bunda, dan Zyland di ruang keluarga, kemudian duduk di samping cowok menyebalkan ini.

Deg-deg-deg!

Pernah, nggak, sih, kalian ngerasain cemas, takut, dan kepo pada saat yang bersamaan? Terdengar lebay, mungkin. Tapi itulah yang sedang aku rasakan saat ini.

Ayah berdehem sebelum bertanya, "Zyland, benarkah kemarin kamu menyiram cairan kopi ke rambut saudari kembarmu?"

Zyland yang sebelumnya menunduk kini menatap ayah. "Hah? Oh, i-iya,"

"Kenapa?"

"Karena Zhilfa nyiram minuman ke seragam Zyland," ujar kami bersamaan, membuat Zyland melempar tatapan sinis padaku.

Sudah kuduga ia akan menjawab seperti itu, makanya aku berniat meledeknya. Kulihat ayah dan bunda saling tatap. Antara heran atau kagum, mungkin? Entah, hanya Tuhan yang tahu.

Aku pun menoleh pada Zyland. "Lagian, kan gue udah bilang berkali-kali kalo itu bener-bener nggak sengaja."

"Tetep aja lo udah bikin gue malu di depan umum," tampiknya.

"Heh, yang salah itu elo! Ngapain berdiri di belakang gue? Mau jahilin gue, ya?!" sentakku.

Zyland melotot. "Geer amat, sih, lo!"

"Halah, ngaku lo!"

"Bacot!" Zyland hendak menamparku, namun ayah segera membentak Zyland.

"Zyland, hentikan!" bentak ayah dengan emosi, "Siapa yang ngajarin kamu kasar sama perempuan? Ke saudari kandung sendiri, lagi. Siapa?!"

"Zyland bukan saudara kandung Zhilfa, Yah," tukasku.

"Zhilfa!" Kali ini bunda membuka suaranya, "Apa-apaan kamu?"

"Zhilfa nggak mau punya saudara kembar kayak dia, Bun," timpalku.

"Zyland juga nggak mau punya kembaran kayak Zhilfa. Lebih baik Zyland nggak punya saudara aja," imbuhnya.

Bunda menggeleng-gelengkan kepalanya. "Zyland, Zhilfa ...," lirihnya, kemudian menunduk sambil menutup wajahnya dan menangis.

Ayah menghela napas seraya mengusap-usap bahu bunda. "Tadi ayah sama bunda dipanggil ke ruang BK."

Deg!

Inilah, salah satu hal yang tidak pernah kuinginkan. Aku tidak mau sampai orang tuaku dipanggil ke ruang BK meskipun aku tidak berbuat salah. Sekalipun jika aku berbuat salah, aku siap menerima segala hukuman asal jangan sampai memanggil ayah dan bunda ke sekolah.

Kembara Kembar MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang