Bagian Ø3

450 51 0
                                    

"PERTEMUAN"

♡.♡.♡

"Di—"

Brak!

Bu Tina bangkit dan kembali menggebrak meja, namun kali ini sedikit lebih keras dari sebelumnya.

"Sudah, cukup!" teriaknya, kemudian kembali duduk di kursinya.

"Ibu nggak ngerti sama kalian. Tiap hari kerjaannya berantem terus. Nggak bosen?" Bu Tina menghela napas. "Saat di rumah, kalian berdua ngapain aja?"

"Berantem," celetuk Zyland.

"Lah, lo duluan yang-"

"Ibu nggak nanya siapa yang salah dan mulai duluan. Baiklah, sekarang ibu tanya, kenapa kalian berantem?"

"Nggak tau," jawab kami berbarengan.

"Aduh, gusti ...." Bu Tina memijat pelipisnya sekilas. "Zyland, Zhilfa, ibu ingin sekali membantu dan melihat kalian akur. Coba pikirkan baik-baik. Sekali lagi ibu tanya, apa alasan kalian sering berantem?"

Aku menghela napas hendak menjawab pertanyaan Bu Tina. Namun segera kuurungkan. Aku merasa belum siap mengungkapkannya sekarang, apalagi ada Zyland di sini. Aku memutuskan untuk diam menunduk.

"Dengerin ibu." Sambil berdiri, Bu Tina merangkul kami, "Sesekali cobalah saling mendukung dan melindungi satu sama lain, bukan malah berantem. Kalian bisa main bareng di rumah, bisa juga mengerjakan tugas dan belajar bersama. Masa kalian nggak tertarik, hm?" Bu Tina tersenyum.

Entahlah. Rasanya aneh jika aku dan Zyland akur. Tanpa perkelahian antara aku dengannya mungkin bisa disebut dengan fenomena alam.

Kring-kring!

Bel pulang sekolah berbunyi. Bu Tina mempersilakan kami keluar dan berpesan agar segera pulang ke rumah.

Sekolah sudah mulai sepi. Hanya ada anak-anak ekskul bulu tangkis dan kesenian yang akan melaksanakan ekstra kulikuler hari ini.

Sepanjang koridor, aku tidak berniat membuka suara. Aku masih merasakan kebencian kepada cowok di sampingku ini.

"Sangat meresahkan," sindirnya sebelum masuk ke kelasnya.

Aku tak menghiraukannya, dan segera melangkahkan kaki menuju kelas untuk mengambil ransel, kemudian mengeluarkan ponsel dari saku rok untuk segera menelpon Pak Bayu-supir pribadi keluargaku-untuk segera menjemput.

Kakiku terhenti saat sampai di parkiran. Aku melihat Zyland keluar dari parkiran seraya terus mengayuh sepedanya. Menyaksikannya bernapas saja sudah membuatku membencinya. Mungkin dia adalah cowok yang paling kubenci sepanjang masa.

Bruk!

Aku mengaduh saat seseorang menabrakku dari belakang. Aku menoleh hendak memarahinya, namun kuurungkan niat itu setelah melihat keadaannya yang cukup mengenaskan. Orang itu bername-tag "Syahreza Arcturus Ragavian". Aku bisa mengetahui bahwa dia anak kelas IX setelah melihat lengan kanan seragamnya.

Sekolahku mempunyai atribut khusus yang dipasang di lengan kanan seragam PSAS dan seragam Pramuka, namanya bet kelas. Untuk kelas 7 bertuliskan "VII", khusus untuk kelas 8 bertuliskan "VIII", dan "IX" khusus untuk anak kelas 9.

Cowok itu memegangi perutnya. Wajahnya penuh lebam dengan bibir yang sedikit robek, serta mengeluarkan darah.

"So-sorry nggak sengaja," ucapnya, kemudian bersandar pada dinding dan menghela napas berat.

Kembara Kembar MusuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang