Tempat yang jauh di dasar samudra jiwaku. Menggema sebuah lagu-lagu tanpa makna; sebuah nada yang berdesis di dalam buah pikiranku, Dan sebuah kata yang tak dapat mencair oleh tinta di atas kertas. Yang mengalirkan sebuah rasa, namun tersedak saat berusaha di keluarkan oleh bibir ini.
Jika saja aku melihat sang Puan dengan kedua mataku maka yang nampak hanya bayang-bayang kegelisahaannya saja. Dan jika diriku membelai rambutnya yang indah, diriku hanya meraskan getaran sebuah rasa kesedihannya yang Ia pendam sendiri.
Tetes air matanya adalah sebuah tanda rasa haru layaknya sebuah embun di pagi yang dingin. Yang dijatuhkan oleh bunga melati yang telah layu.
Siapa yang memiliki keberanian untuk memecahkan rasa sendunya dan dengan keras memberitahu bahwa Ia adalah malaikat yang jatuh saat hari kiamat terjadi di bumi.
Manusia yang mana yang berani? Apakah hanya Iblis seperti ku yang harus menemaninya. Mungkin saja itu hanya aku. Ya, aku harap itu aku...
Dan saat itu terjadi mungkin kita akan melahirkan sebuah makna baru dalam hidup yang sudah suram dan penuh kekacauan. Sebuah rasa yang terlahir dari Kesepian Ku dan Pelarian Mu. Yaitu sebuah kasih sayang yang tulus layaknya bintang-bintang yang tak pernah bosan mencumbu dengan gelapnya malam yang kelam.
KAMU SEDANG MEMBACA
katARTsis
Poesía"Memang disayangkan, bahwa si kancil, Tak dapat mengajarkan berlari cepat pada si keong."