Ku pijakkan kakiku di hamparan padang rumput yang luas. Sejuk serta menenangkan. Belum lama kemudian-hap! Aku terjatuh ke dalam dunia yang berbeda yang sama luasnya. Namun, rasanya sesak. Tidak sesejuk dan semenenangkan yang tadi. Aneh, pikirku.
Memandangi sekitar. Memandangi segala hal yang terjadi di sini. Terlintas bayang-bayang seperti potongan film ditunjukkan di dunia ini. Aku menelitinya satu per satu. Menyaksikan segalanya dengan khidmat. Kemudian, berharap bisa menghilangkan peliknya.
Sepersekian detik kemudian, gumpalan benang terlempar ke arahku. Aku bertanya-tanya. Harus ku apakan? Akhirnya, ku uraikan benang kusut yang kini berada di tanganku. Termangu, terduduk dengan tenang. Aku tak sadar ada di sini dan sibuk menguraikan benang kusutnya.
Seraya menguraikan benangnya, aku mencoba untuk paham. Terhubung. Belum cukup. Ia mengajakku untuk tahu lebih lagi, menyelam ke palung yang ada di dunianya, menyebrangi pulau demi pulau. Berkelana.
Ia bercerita tentang segalanya. Aku terus tenggelam. Aku larut. Berganti, terus berganti.
Ku pandangi tubuhnya yang terlihat lelah. Ku genggam erat tangannya. Kemudian, dengan suara rendahku, aku mengajukan, "besok, kita cari titik temu."
Tenang, ya. Esok aku akan terus menguraikan benang itu. Aku disini. Tiap saat. Tiap kau butuh. Sekarang, ayo tarik selimutmu. Pejamkan matamu. Aku akan menyanyikan lagu kesukaanmu sampai kau terlelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
katARTsis
Poetry"Memang disayangkan, bahwa si kancil, Tak dapat mengajarkan berlari cepat pada si keong."