"Saling mencintai, tapi juga saling menyakiti. Terkadang takdir memang serumit itu."
***
Pagi harinya, pukul 7 kurang Dara telah berada di sekolah. Tapi gadis itu tidak langsung ke kelas, karena ia tidak tahu dimana letak kelasnya. Kemarin, saat Sandra memberi tahu bahwa ia sekelas dengan Rehan, teman nya itu tidak menjelaskan secara spesifik tentang kelasnya. Eh, bukan Sandra yang tidak ingin menjelaskan, tapi memang Dara nya saja yang tidak ingin bertanya lebih lanjut saat itu.
Tangan Dara merogoh saku, ingin mengeluarkan ponselnya. Seperti nya gadis itu akan melakukan panggilan terhadap orang yang telah memberikan informasi tidak jelas tentang kelasnya kemarin. Ya anggap saja seperti itu, karena Dara tidak ingin disalahkan.
"Hallo, San, gue kelas Ipa berapa?" Tanya Dara tanpa basa-basi.
"Et dah buset! Lo pagi-pagi nelpon gue cuma nanya itu doang? Dan lo enggak nanya gue lagi apa dulu gitu?"
Dara mendecak. "Enggak, gue males basa-basi. Sekarang lo cepetan kasih tau gue dimana kelas gue."
"Dasar Lo, dateng pas ada butuhnya doang!"
"Ngapain juga gue dateng sama lo pas enggak ada butuh?" Ujar Dara memutar balikan pertanyaan Sandra barusan.
"Sialan lo."
"Udah cepetan kasih tau gue! Pegel nih gue berdiri!"
"Ck, dua belas IPA satu, puas lo!"
Dara tersenyum samar. "Oke, sangat puas."
Tut
Dara langsung mematikan sambungan teleponnya secara sepihak untuk kesekian kalinya. Laknat memang, tapi mau bagaimana lagi, sifatnya memang seperti itu.
Namun setelah Dara menyimpan kembali ponselnya, gadis itu malah kembali teringat akan kata-kata nya kepada Sandra tadi, dan seketika itu pula ada perasaan bersalah menyelimuti hatinya.
Mungkin menurut Sandra itu adalah hal biasa, dan mungkin gadis itu tidak mempermasalahkannya. Namun bagi Dara saat ini berbeda, mengingat bahwa ia pernah berjanji untuk mengubah sikapnya itu.
Dara memang telah berusaha. Tapi ternyata mengubah sikap tidak semudah yang ia bayangkan.
Dara menghela napas panjang, mencoba untuk menenangkan dirinya atas perasaan bersalah itu. Mungkin untuk saat ini ia belum bisa menjadi orang yang benar-benar baik untuk sahabatnya, tapi ia akan terus berusaha untuk selalu ada ketika dibutuhkan.
"Oke, dua belas IPA satu," ujar Dara. Kini gadis itu telah melangkah untuk menuju ke kelasnya.
***
Dara menghentikan langkah kaki nya ketika ia telah berhasil menemukan ruang kelas yang ia cari. Tanpa memikirkan apapun lagi, gadis itu langsung melesat masuk.
Namun, ketika Dara melewati ambang pintu, gadis itu tidak sengaja menginjak tali sepatunya sendiri yang terlepas dari ikatannya hingga membuat ia terjatuh ke lantai.
"Aduhh!" Dara meringis kesakitan. Tanganya sontak mengusap-usap lutut yang sedikit perih. Meski lantai kelasnya terbuat dari keramik, tetap saja ada goresan walaupun sedikit. Apalagi saat ini lantai dalam keadaan kotor.
"Tali sepatu sialan!" Umpat Dara pelan seraya memperbaiki tali sepatunya dengan asal-asalan.
Setelah selesai, gadis itu tidak ingin melihat kedepan. Karena ia yakin semua pasang mata tengah tertuju padanya, meski tidak banyak.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Tired
Teen FictionDisaat seseorang telah berada di titik paling melelahkan, pasti akan terbesit dibenaknya rasa ingin menyerah. Begitu pula dengan Dara. Gadis yang sangat manis ketika tersenyum itu ingin sekali menyerah atas segala masalah yang hadir dalam hidupnya...