Bandara yang menjadi tujuan Jimin nampak begitu ramai, pemuda itu harus pandai menjari jalan agar tak hilang diantara kerumunan manusia.
"Taehyung-ah! Kim Taehyung!" Pemuda itu memekik kala netranya menangkap keberadaan pemuda lain yang sibuk dengan ponselnya.
"Oh...... astaga.... akhirnya aku menemukanmu." Jimin yang telah berhenti di hadapan pemuda itu nampak kesulitan mengatur napasnya setelah berlari.
"Oh...... Jimin-ah! Kau sudah sampai? Kupikir akan lebih lama lagi."
"Seharusnya seperti itu tetapi Jungkook mengingatkanku, kajja aku tak bisa lama-lama meningglkan kelinci itu." Taehyung tersenyum kala Jimin membawa kopernya menjauh meninggalkan lokasi bandara.
Sepanjang jalan hanya diisi dengan kesunyian, Jimin fokus dengan kemudi karena jalanan cukup bersalju.
"Eum Jim, apakah Jungkool kembali kambuh?" Taehyung menggigit ujung plasik guna mendapat coklat didalamnya.
"Ya... begitulah, sore ini setelah aku kembali dari universitas. Dan bagaimana kuliahmu? Semuanya lancar bukan?" Pemuda itu menghentikan acara mengunyah coklat dan menatap sepupunya.
"Aku ingin botak rasanya." Jimin terkikik mendengar penuturan Taehyung, memang tak salah jurusan kedokteran pasti sangat berat.
"Hei bukankah alien memang botak?"
Baru saja Taehyung akan melempar pemuda pendek itu dengan sisa coklatnya. Namun belum sampai rencana itu terealisasi Jimin terlebih dulu menghentikan laju mobilnya.
"Kita sampai, kau tak turun?" Ujar Jimin seraya keluar dari dalam mobil. Taehyung menatap sepupunya bingung, pemuda itu segera keluar dengan membawa tasnya.
"Hei, bukankah kau mengatakan Jungkook ada di rumah sakit? Lalu mengapa kita dirumahmu?"
Jimin menghentikan aksi menekan pin rumahnya dan membuka pintu dengan lebar.
"Bersihkan dirimu dan beristirahatlah, aku akan datang besok pagi setelah menjemput eomma dan appa." Pemuda itu baru akan beranjak namun lengannya di tarik kuat oleh Taehyung.
"Mengapa kau meninggalkanku? Jika kau pergi aku juga ikut." Rengek pemuda Kim itu dengan masih menggenggam lengan Jimin.
"Ok.... ok..... bersihkan dirimu dan kita ke rumah sakit." Final Jimin.
Seketar 30 menit berlalu, kedua pemuda itu kini telah berada di ruang rawat Jungkook. Saat mereka tiba Jungkook sudah tidur jadi kedua pemuda itu memutuskan untuk menikmati makanan tengah malam mereka.
Matahari baru saja menampakkan diri, namun Jimin harus terbangun karena suara Jungkook tak hanya itu suara kikikan Taehyung juga menyertai.
"Kalian sudah bangun?" Jungkook menghentikan aksi tertawanya dan menatap sang kakak, rambut Jimin yang acak-acakan serta wajah bengkaknya nampak begitu imut.
"Apakah kami mengganggumu?" Tanya Taehyung yang dibalas gelengan oleh Jimin.
"Aku akan membersihkan diri dan pergi ke universitas, tolong kau jaga Jungkook sampai aku kembali." Jimin bangkit dari sofa dan mendekati sang adik memberikan kecupan sekilas di kening Jungkook sebelum dia beranjak dari ruang rawat.
Kelas Jimin sangat padat, bahkan ia tak tau jika Taehyung mengirim pesan padanya. Setelah semua kelas usai, pemuda itu beranjak dari universitas dan segera menuju bandara.
Dalam perjalanan benda pipih yang Jimin letakkan di sebelahnya nampak menyala dan menunjukkan nama seseorang dilayarnya.
Awalnya Jimin mengabaikan panggilan itu, tetapi sepertinya Taehyung tak menyerah menghubungi sepupunya itu.
Jimin yang mulai penasaran memilih untuk menepikan mobilnya dan menerima panggilan itu.
"Hallo! Wae Taehyung-ah?"
"Yak! Mengapa kau tak mengangkat telphone mu? Kau baik-baik saja bukan?"
"Ne, apakah ada sesuatu?"
"Kau...... belum membaca berita?"
"Apakah ada masalah?"
"Pesawat tujuan Korea yang berangkat dari Kanada hilang kontak dan jatuh karena badai salju."
"Jangan bercanda Tae, ini tidak lucu. Aku akan ke bandara dan memastikannya sendiri, seharusnya eomma dan appa telah tiba." Jimin mengakhiri panggilan sepihak dan kembali melajukan mobilnya di jalanan licin.
Dan benar saja, kondisi bandara sangat kacau. Jimin yang semakin kalut berusaha menerobos kerumunan dan menuju meja informasi.
"Permisi apakah pesawat dari Kanada telah tiba?"
"Maaf Tuan tetapi pesawat hilang kontak. Anda bisa melihat daftar penumpang di papan pengumuman."
"Sial!" Jimin kembali memecah kerumunan dan menuju papan pengumuman. Dalam hati hanya berharap semoga kedua orang tuanya tidak sda dalam daftar.
"Park.....park.....park......" rapal Jimin seraya menyapu pandangan di deret nama penumpang.
"Park Haejung........" Nama sang ayah tertera di sana dengan nama sang ibu.
Pandangan kosong dan pendengaran yang seakan tuli sejenak. Hingga getaran ponsel kembali membuatnya tersadar.
"Taehyung wae?"
"Jimin cepat kemari, Jungkook menghilang dari rumah sakit."
"Oh astaga, apa lagi ini?" Pemuda itu mengusak kasar rambutnya dan segera melesatkan mobil menuju rumah sakit.
Setelah mobil hitam yang Jimin kendarai berhenti sempurna, pemuda itu segera berlari keluar dari mobilnya. Belum sampai ia menginjakkan kaki di lobi netranya menagkap keberadaan seseorang di rooftop rumah sakit.
"Jungkook?!"
Pemuda itu tak lagi peduli dengan umpatan beberapa orang yang ia tabrak. Bahkan ia melewati Taehyung begitu saja.
'Brak!' Pintu rooftop terbuka kasar, Jimin tiba dengan napas terengahnya.
Tak peduli dengan hal itu, sang adik yang berdiri di tepi pagar pembatas lebih menguras nyawanya.
"Cooky, kemarilah." Jimin berujar lembut dengan melangkah pelan mendekati sang adik.
"Hyung...... hiks......eomma......appa......"
"Ne, hyung mengerti jadi kemarilah."
"Ini salahku, seharusnya mereka tak perlu datang."
"Hei tak ada yang bersalah, Cooky dengarkan hyung...."
"Ini salahku.... salahku......salahku......!!" Jungkook terus memberontak, beberapa tim medis dan Taehyung datang dan berusaha membantu Jimin membuat Jungkook segera menjauh dari pembatas.
Perlahan Jimin mulai dekat dengan sang adik, hanya sedikit lagi Jimin dapat meraih tangan si bungsu.
"Hyung....... mianhae........"
"Jungkook-ah!"
Bersambung.......
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Real
General FictionTerbagun dan kembali tertidur dengan situasi yang membingungkan, tak ada jawaban hanya labirin tanpa ujung. - Park Jimin - Diriku dan segala pertanyaanku.