Akhir Cahaya

932 74 8
                                    

Rasa tak percaya, beranggapan jika semua hanya mimpi buruk. Namun hal yang membuat semakin terluka mengapa ia tak dapat membedakan kenyataan dan mimpi yang selama ini membuatnya tenggelam semakin jauh.

Jimin yang mempercayai jika Taehyung itu nyata harus menerima kenyataan jika Taehyung telah tiada 3 tahun silam, dan semua itu karenanya.  Jimin benar-benar kembali terpuruk, dan harus selalu terbangun dengan mimpi buruk yang sama dengan keyakinan jika ia telah membunuh sahabatnya sendiri.

Hal yang tak dapat diterima lambat laun mulai dapat dipahami, jika ia haru menerima bagaimanapun akibatnya. Walaupun luka tak akan kering semudah yang ia bayangkan setidaknya ia berusaha.

"Setelah ini kita akan menemui Taehyung." Nyonya Park merapikan botol obat yang baru saja ia berikan pada Jimin. Tangan Jimin yang bergetar membuat Wanita paruh baya itu menatap putranya cemas.

Jimin semakin kurus setiap harinya, pemuda itu mulai kehilangan napsu makan dan mungkin juga keinginan untuk hidup sebagaimana manusia normal.

Tak hanya terapi untuk cidera tulang punggungnya, kini Jimin harus rutin ke psikiater untuk terapi. Setiap kali ia terbangun Jimin akan mulai berteriak histeris, pemuda itu tak dapat membedakan antara mimpi dan kenyataan. Hal itu berdampak buruk untuk mentalnya, bahkan Seokjin tak lagi dapat membantu banyak untuk kesembuhan Jimin.

Pemuda Park itu kini lebih menjauhi Seokjin, mungkin rasa bersalahnya membuat Jimin memilih untuk menjauh dan itu membuat kondisinya kian memburuk

"Tae, tidak akan marah bukan? Ia akan membiarkanku pergi bukan?" Ya..... Jimin terus saja memimpikan Taehyung yang selalu ingin membawa Jimin pergi dengannya. Tuan dan Nyonya Park mengusap kepala sang putra, mereka baru saja akan pergi untuk mengunjungi makam Taehyung, namun Jimin yang tiba-tiba panik dan nampak ketakukan membuat ke dua orang tuanya berusaha meyakinkan sang putra jika semua akan baik-baik saja.

Jimin semakin ketakutan saat Taehyung mulai mendatangi dirinya melalui mimpi. Tak ada malam yang terlalui tanpa Taehyung di mimpinya.

***

Hingga Tuan dan Nyonya Park memutuskan untuk pindah ke Jerman guna mencari dokter untuk kedua putranya. Entah itu psikiater dan dokter ortopedi untuk Jimin maupun bedah jantung untuk Jungkook.

Mungkin saja ini keputusan yang tepat untuk membawa Jimin pergi jauh guna melupakan mimpi dan kenangan buruknya.

Hingga 1 tahun berlalu begitu saja, Jimin lebih baik ia tak lagi sulit membedakan mimpi dan kenyataan namun setiap kali Taehyung hadir di mimpinya pemuda itu akan meminta untuk pergi ke Korea dan mengunjungi makan sepupunya itu.

Jimin kini dapat hidup dengan normal, ia juga kembali melanjutkan studynya di Jerman. Pemuda itu Juga menulis sebuah buku yang ia beri judul 'It's Real' sebagai kumpulan memorinya bersama sahabatnya.

Ia belajar makna kehidupan yang begitu banyak dari semua kejadian yang menimpanya, semuanya pasti akan ada akhirnya entah itu kebahagiaan dan penderitaan.

"Maaf Tae, aku lama tak mengunjungimu? Kau tidak marah bukan? Aku harus menjaga Jungkook, ia baru saja mendapatkan donor jantung. Sore ini aku harus kembali ke Jerman, jadi mari kita habiskan waktu pertemuan ini dengan baik." Jimin yang baru saja tiba di Korea mengunjungi makam Taehyung dengan membawakan bunga lily kesukaan sahabatnya itu.

Dengan telaten Jimin membersihkan rumput liar yang menutupi ukuran nama Taehyung di batu, usapan yang jimin berikan dan juga titihan air mata pemuda itu dibalik senyumnya membuat siapapun yang melihatnya dapat ikut merasakan luka yang Jimin miliki.

Jimin  mulai bicara dengan Taehyung, berharap Taehyung tak kesepian. Banyak hal yang Jimin bicarakan, mulai dari kesehariannya dan juga hal-hal yang dulu mereka lalui bersma.

Tadinya para psikolog mengusulkan untuk menghapus Taehyung dari ingatan Jimin, namun Jimin menolak keras hal itu. Kerena ia yakin Taehyung hanya kesepian, ia ingin Jimin untuk menemaninya.

Jimin ingat benar, saat Taehyung mengatakan padanya untuk selalu menemaninya. Dan Jimin tak mungkin mengingkari hal itu, dengan senang hati Jimin akan datang dan membagi kisahnya kepada sahabatnya itu.

"Aku akan ada untukmu Tae, lain kali temui aku dengan lebih baik. Kau mengerti?" Jimin memasang wajah seakan ia kesal, bagaimanapun Jimin tetap merasa tak enak jika Taehyung menghadiri mimpinya dengan sikap seakan akan mengancam untuk membawa Jimin pergi dengannya.

"Sampai jumpa lagi, aku harus pergi." Sekali lagi Jimin mengusap pusara Taehyung dan bangkit dari duduknya, menepuk pelan celananya yang kotor karena rumput yang menempel.

"Lain kali aku akan lebih lama bersamamu, aku pergi dulu."

Satu hal yang Jimin sadari, ini semua nyata.

The End



Yey........ udah tamat dong, sebenarnya cerita ini sudah pernah aku publish sebelumnya. tapi karena ada masalah di urutan ceritanya aku revisi lagi deh. Dan ada beberapa part yang aku buang dan aku ganti ceritanya.....

semoga suka semua...... terimakasih karena masih mau mampir di ceritaku....

sayang semua.........

It's RealTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang