"Semuanya sudah beres?" Tuan Park yang baru saja tiba menatap istri dan kedua putranya yang berada di dalam ruang rawat.
Pria paruh baya itu berjalan mendekat dan mengangkat sebuah tas dari atas brankar sembari mengusap rambut putra sulungnya yang duduk di atas kursi roda.
"Yey..... Jimin hyung pulang!" Jungkook bersorak kegirangan sembari bergelayut di tangan sang kakak, Jimin sebenarnya tak masalah namun ia belum mampu menahan berat tubuh sang adik.
"Astaga Cooky, bagaimana jika jatuh nanti." Protes Jimin yang di balas wajah cemberut Jungkook.
"Sudahlah, appa akan membawa tas menuju mobil sementara eomma mengurus administrasi bisakah Jungkook menjaga Jimin hyung?" Tuan Park tersenyum sembari berusaha menjelaskan, agar Jungkook dapat mengerti.
"Eum.... kajja hyung." Tanpa peringatan Jungkook mendorong kursi roda Jimin keluar dari ruang rawat, tentu saja itu membuat si sulung terkejut. Sungguh apakah Jungkook berusaha membunuhnya?
"Aku akan bicara pada Dokter Kim tentang masalah Taehyung, aku akan meminta Tuan Lee untuk mengantar kalian pulang." Jelas Tuan Park pada sang istri sebelum beranjak.
Dapat dikatakan masalah Taehyung bukanlah hal sepele dan dianggap remeh. Tetapi dengan bantuan Seokjin masalah ini perlahan dapat dikendalikan.
"Permisi!" Suara seseorang disertai ketukan ringan pintu praktek membuat Seokjin membalikkan badan.
"Oh.... Tuan Park mari masuk." Seokjin mempersilahkan pria paruh baya itu sebelum ia menarik kursi.
"Aku ingin membahas masalah Taehyung, apakah mungkin jika Jimin melupakan Taehyung?"
"Sebenarnya hal ini bukan dalam bidang saya, tetapi mungkin saja Jimin dapat di bantu oleh psikiater." Tuan Park terdiam sejenak, memikirkan pendapat Seokjin.
"Seokjin-ah, maaf jika ini melukaimu. Tapi aku ingin Jimin dapat hidup normal." Dokter muda itu tersenyum ramah, memang ada rasa mengganjal namun ia tak bisa egois.
"Saya mengerti paman, saya juga ingin yang terbaik untuk Jimin. Masalah Taehyung biarkan itu menjadi kenangan untukku."
"Bagaimanapun kau tetap putraku." Hati Seokjin menghangat mendengar penuturan pria paruh baya dihadapannya itu.
***
Jimin memutuskan untuk mengambil cuti kuliah selama 1 tahun, ia cukup tertinggal materi karena kecelakaan jadi alangkah baiknya jika ia mengulang lagi di tahun berikutnya. Dan saat ini ia akan fokus pada pengobatan.
Tuan dan Nyonya Park setuju dengan hal itu, jadi mereka mencarikan tutor untuk Jimin selama ia dirumah.
Setelah 1 bulan Jimin mulai dapat berdiri, walaupun masih dengan bantuan kruk. Hanya berdiri, untuk berjalan pemuda itu masih kesulitan. Mungkin hanya satu sampai dua langkah ia dapat bergerak, Jungkook yang ada dirumah setiap saat akan mengajak sang kakak untuk berlatih berjalan di belakang rumah.
Walaupun terkadang mereka harus bertengkar karena masalah sepele, seperi Jimin yang tak sengaja menginjak semut atau Jungkook yang berguling di atas rumput untuk mencari kepik.
Tak masuk akal memang topik pertengkaran mereka, namun hal itu cukup membuat Nyonya Park geram sendiri.
***
"Pelan-pelan hyung!" Jungkook memperhatikan sang kakak menuruni anak tangga, rasanya Jungkook ingin mengangkat tubuh sang kakak dan membawanya turun.
Sudah 3 bulan sejak Jimin dirumah, dan banyak kemajuan yang terjadi. Sebelumnya Jimin menempati kamar di lantai dasar, tetapi 2 hari ini Jimin memutuskan untuk kembali di kamarnya di lantas atas.
Dan hal paling menakutkan adalah saat Jimin naik dan turun tangga, seperti saat ini Tuan dan Nyonya Park memperhatikan dari bawah tangga sementara Jungkook mengikuti Jimin dari belakang.
Dengan bantuan kruk di tangan kanannya Jimin perlahan menuruni anak tangga, sesekali tubuhnya terseok karena kaki yang belum terlalu kuat menopang tubuhnya.
Hingga sampai di tangga terakhir Jimin menarik senyum lebar, sementara Jungkook nampak mengusap peluhnya.
"Astaga Hyung kau yang berusaha turun, aku yang berkeringat."
"Bahkan appa sampai menahan napas karenamu." Tuan Park mengusap dadanya yang sedari tadi tak mendapat pasukan oksigen.
"Baiklah ayo kita makan malam." Nyonya Park beranjak menuju dapur dan segera menyipkan hidangan.
Jungkook meraih lengan Jimin dan membantu si sulung untuk berjalan.
"Appa, siang tadi Seokjin Hyung menghubungiku dan menanyakan tentang Taehyung." Tuan Park yang baru saja mendudukkan tubuhnya di atas kursi menatap Jimin yang masih berjalan dengan dibantu Jungkook.
"Sungguh, apa yang ia katakan?"
"Sama seperti yang dikatakan para psikiater, jika Taehyung itu tidak nyata karena dia hanya imajinasi yang kubuat. Dan Seokjin hyung juga mengatakan kalau adiknya Taehyung itu juga merupakan permainan imajinasi, karena appa mengatakan masalahku padanya. Seokjin hyung hanya ingin memasuki alam imajinasi yang kubuat." Jimin memang nampak kecewa dengan hal yang dikatakan Seokjin, ia pikir dokter itu akan mempercayainya saat bercerita Tentang Taehyung.
"Itu bagus, jadi apakah kau masih sering memimpikan Taehyung?" Tuan Park menarik mangkuk dan meletakkannya di hadapan Jimin sembari menanti jawaban pemuda itu.
"Anni, tapi semua itu sangat nyata untukku. Apakah ada yang kalian sembunyikan dariku?"
Bersambung.............
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Real
General FictionTerbagun dan kembali tertidur dengan situasi yang membingungkan, tak ada jawaban hanya labirin tanpa ujung. - Park Jimin - Diriku dan segala pertanyaanku.