"aamiin..." Ucap Bumso mengaminkan doa Hwang.
Hwang spontan berbalik ketika mendengar ucapan Bumso di belakangnya, namun ia terkejut karena melihat Ayeong di sana.
"Ayeong?" Lirih Hwang tak mampu berkata-kata. Ayeong lekas menghapus sisa air mata di pipinya dan mencoba tersenyum tulus.
"Aamiin, semoga yang kuasa mengabulkan doa yang mulia" ucap Ayeong.
Hwang kemudian berdiri dan menjauh dari tempat tidur Ayeong.
"Maaf, aku lancang duduk di tempat tidur mu"
"Tidak masalah yang mulia, anda memiliki kekuasaan melakukan apapun yang anda inginkan" kata Ayeong lembut namun sarat akan sindirian. Hwang dapat merasakan kelebat kemarahan dari sorot tajam mantan istrinya itu.
"Benar, karena aku adalah raja" dingin Hwang lalu melangkah meninggalkan kamar Ayeong. Ayeong kemudian membungkuk hormat diikuti oleh Bumso.
Setelah Hwang turun dari lantai paviliun, Ayeong menghela nafas panjang.
"Bumso-ya, aku ingin sendiri" kata Ayeong tanpa berbalik menatap Bumso
"Baiklah. Aku akan berjaga di depan" balas Bumso lantas keluar dari ruang paviliun.
Ayeong seketika jatuh terduduk di atas lantas, wanita muda itu memegangi dadanya yang terasa sesak. Ia tatap langit-langit kamarnya, berharap Tuhan meringankan sedikit beban hidupnya. Lalu beralih pada pembaringan putra kecilnya. Tangis Ayeong lagi-lagi pecah, ia terisak-isak memanggil nama bayinya sampai terdengar hingga keluar paviliun.
"Hwayeong hiks hiks, kau di mana nak?"
Bumso terpaku di ambang pintu, ia tatap punggung Ayeong yang bergetar hebat karena menangis. Ia sangat ingin berlari memeluk sahabat kecilnya itu. Namun memberi ruang untuk Ayeong sendiri agaknya lebih bijaksana. Sebagaimana Ayeong memintanya.
Langkah kaki Hwang terhenti karena suara tangis Ayeong yang begitu keras hingga terdengar sampai ke telinganya. Ia memang belum terlalu jauh meninggalkan paviliun, karena itulah ia masih bisa mendengar tangisan Ayeong. Hwang memegangi dada kirinya, terasa sakit dan sesak tiba-tiba. Apa ini ikatan batin antara Ayeong dan dirinya? Entahlah, yang Hwang tahu tangis Ayeong membuatnya sadar bahwa dia pun baru saja kehilangan anak.
"Apa ini? Apa yang sudah ku lakukan pada darah daging ku sendiri?" Ucap Hwang kebingungan menatap dirinya.
"Hwayeong? Kenapa aku hanya diam saja ketika anak ku hilang? Akh! Kepala ku!"
Tiba-tiba saja Hwang merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Sakit di kepalanya membuat Hwang kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Para prajurit yang kebetulan berpatroli keliling istana melihat Hwang menggeliat dan mengerang di atas tanah tanpa didampingi satupun pengawal.
"Chora!" Teriak tiga prajurit itu amat terkejut dan langsung menolong Hwang. Saat Hwang dibopong ke balai pengobatan, ketiga prajurit sangat kesulitan karena Hwang yang terus mengerang sakit di kepalanya.
Di balai pengobatan, semua tabib yang sedang mengkremasi jenazah Gain dan Jiyeon di halaman dibuat kaget bukan kepalang melihat Hwang digotong ke balai pengobatan sambil berteriak-teriak bak orang kerasukan. Kim Shik yang berdiri tenang dibalik jendela langsung tersentak dan melihat ke arah prajurit yang datang membopong Hwang tergesa-gesa.
Ibunda raja yang juga masih berada di balai pengobatan menyaksikan kegiatan kremasi pun tak kalah terkejut. Ia dibuat hampir mati melihat anak semata wayangnya sekarat.
"Hwang! Astaga, apa yang terjadi dengan raja?" Panik Ibunda Raja sembari mengecek suhu tubuh Hwang.
"Kami juga tidak tahu yang mulia mama, saat kami melihat raja, dia sudah seperti ini" terang prajurit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Ayeong
FantasyHidup tentramnya berubah ketika putra mahkota menikahinya. Satu demi satu kebusukan keluarga kandungnya terungkap. Termasuk niat melakukan kudeta pada raja. Kepada siapa putri mahkota Ayeong berpihak?