Menjemput Putra Mahkota

221 15 7
                                    

Hwang mengerjapkan kedua matanya, masih di atas tempat tidur yang sama. Raja muda itu nampak kebingungan. Ia duduk sambil memegangi dadanya yang tiba-tiba diliputi gelisah.

"Kasim Kim?" Panggil Hwang di tengah kegelapan kamarnya.

"Ye, Chora" sahut Kasim Kim di depan pintu kamar yang senantiasa berjaga untuk memastikan tidur raja muda yang menderita insomnia parah itu, Hwng bernafas lega.

"Apakah Yang Mulia memerlukan bantuan?" Tanya Kasim Kim lagi.

"Tolong nyalakan lampu" pinta Hwang dengan suara serak.

"Baik, Yang Mulia" patuh Kasim Kim dan detik berikutnya ayah dari Kim Shik itu memasuki kamar sambil membawa lampu lilin dan menyalakan setiap lilin di kamar Hwang. Kamar itu pun seketika terang. Nampak wajah kusut sang raja dengan lingkaran hitam besar di bawah kedua matanya.

"Di mana Kim Shik?" Tanya Hwang.

"Kim Shik sedang tidur di ruangannya, Chora. Akan saya panggilkan sekarang"

"Tidak perlu, jam berapa sekarang?"

"Jam 3 pagi, Yang Mulia" Hwang mengangguk pelan kemudian duduk ke sisi kasur sambil menunduk dalam cukup lama.

"Apa Yang Mulia baik-baik saja?" Tanya Kasim Kim khawatir Hwang bermimpi buruk. Hwang hanya menatap Kasim Kim tanpa berniat menjawab. Lagi pula ia pikir dengan kondisi sekarang Kasim Kim pasti sudah tahu jawabannya.

"Aku ingin ke paviliun putri mahkota" ucap Hwang, Kasim Kim segera mengangguk dan membantu Hwang memasang jubah merah kerajaan.

Hwang beserta sederet pengawal dan Kasim Kim pun pergi ke paviliun di mana Ayeong menghabiskan masa pingitannya. Entah sampai kapan Hwang tersiksa dengan penyesalannya, pria itu menatap rapuh kamar mendiang mantan istrinya. Ia usap pelan lantai paviliun yang dingin. Sebuah kotak hias menarik perhatian Hwang. Hwang membuka kotak hias itu penuh hati-hati, tak ingin merusak peninggalan Ayeong sedikit pun. Kotak hias itu terbuat dari kayu yang diukir indah mengikuti kepribadian wanita yang feminim dan anggun. Di dalam kotak hias itu terdapat tiga sekat. Sekat pertama berisi bedak, sekat kedua berisi alas bedak serta lipstik, dan sekat ketiga berisi hiasan hanbok dan beberapa kelopak bunga yang telah layu.

Ia hapal betul dari mana bunga-bunga cantik ini berasal.

Flashback

Hwang dan ibunda raja sedang berjalan menuju taman bunga Favorit anggota kerajaan, perbincangan mereka terjeda ketika seorang gadis muda melewati mereka dengan santai. Tanpa sikap hormat sedikit pun. Hwang terkejut karena menyadari gadis itu adalah calon istrinya ia takut ibunya berubah pikiran dan menentang keinginannya. Tapi ibunda raja yang pada saat itu masih menjadi Raju justru tersenyum geli melihat Ayeong.

"Bunga ini akan menemani ku di paviliun. Aku akan membesarkannya di sana. Boleh kan dayang Choi?" kata ayeong sangat senang namun tak kunjung ada jawaban. Ayeong mengernyit heran.

"Dayang Choi, kenapa kau diam saja?" Tanyanya seraya menoleh ke belakang di mana dayang Choi berdiri jauh di belakangnya dan parahnya lagi ada ratu di sana. Betapa kurang ajarnya dia...

Ayeong menggigit bibir bawahnya ketakutan, keringat dingin membasahi pelipisnya. Bahkan air liurnya sendiri sulit diteguk. Impian menjadi putri mahkota pupus sudah. Ia akan menjadi tawanan paling berdosa karena telah mengabaikan ratu dan putra mahkota.

Dayang Choi memberi kode ayeong untuk segera meminta maaf. Para dayang pun kembali dibuat pusing. Baru kali ini dayang istana merawat calon putri mahkota seperti ayeong khususnya dayang Choi yang telah menjadi ketua dayang untuk putri mahkota.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 04, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Princess AyeongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang