Scares

64 10 0
                                    

Gia masih terdiam sambil menahan mualnya saat ia sedang meeting bersama para petinggi di kantornya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gia masih terdiam sambil menahan mualnya saat ia sedang meeting bersama para petinggi di kantornya. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba bersikap baik-baik saja. Berharap, tidak akan ada orang yang menyadari kehamilannya.

Tidak. Cukup separuh hidupnya yang hancur. Ia tidak ingin karirnya juga harus hancur hanya karena kesalahan satu malam yang ia lakukan.

"Gimana, Gi?" tanya Purba, salah satu rekan kantornya.

"A-apa? Gimana?"

Purba melayangkan tatapan melototnya,"Nanti malam, kau akan datang untuk mewakili perusahaan ini dalam soft opening di hotel bintang lima."

"Oh, oke. Aku akan datang," jawabnya sambil tersenyum, mengalihkan rasa kesal Purba.

Ia terlihat beberapa kali meremas tangannya sendiri, menahan rasa mual yang terus minta untuk dikeluarkan.

"Oh iya, ku dengar akan ada artis besar yang datang pada acara soft opening nanti malam," ujar rekan Gia yang lain.

"Siapa?" tanya Purba.

"Lingga Ardhana."

Sontak kedua bola mata Gia terbelalak. Hatinya terasa sakit detik itu juga. Dan, ia kembali menahan segala rasa yang mulai menguasai dirinya.

"Lingga?" balas Purba antusias. "Wah, kesempatan bagus jika kita juga bisa bekerja sama dengan Lingga."

Purba pun melayangkan tatapannya pada Gia.

Perusahaan tempat Gia bekerja merupakan sebuah produsen produk dalam dunia fashion. Yang mana, dapat bekerja sama dengan artis ternama jelas akan menguntungkan perusahaannya. Selama ini, mereka memang belum berhasil untuk bekerja sama dengan Lingga. Dan, ini akan menjadi sebuah kesempatan bagus yang tidak mungkin dilewatkan.

Tepat saat Purba menatap matanya, kepala Gia terasa berat saat itu juga. Seolah ada beban yang belum terangkat di sana.

"Bagaimana, Gia? Dengan kemampuanmu bersosialisasi, aku yakin kita mampu mendapatkan kerja sama dengan Lingga kali ini," ujar rekan Gia yang lain.

Gia tersenyum getir,"Akan ku coba."

Gia menghela napas sambil terus menahan dirinya. Berusaha menyembunyikan apa yang perlu disembunyikan.

-

Setelah rapatnya usai, ia berdiam diri di dalam toilet. Menahan rasa mual yang semakin tak tertahankan. Namun, senyumnya mengembang saat ia menerima pesan singkat dari Ina, sepupunya.

Ina: Gi, udah makan? Jangan lupa makan dan minum vitamin yang ku berikan. Ingat, kau tidak lagi seorang diri sekarang. Ada yang lebih penting yang harus kau jaga. See you tomorrow!

Gia menghela napasnya, lega. Setidaknya, masih ada orang yang perduli dengannya dan calon bayinya.

-

Setelah berdiam diri selama tiga puluh menit, Gia akhirnya memutuskan untuk keluar dan kembali ke meja kerjanya. Ada yang membuatnya penasaran, beberapa rekan kerjanya berkerumun, seperti sedang membicarakan sesuatu.

"Iya, ku dengar dia juga hamil di luar nikah."

"Wah, benar-benar tidak menyangka, ya."

"Dan, parahnya lagi, ku dengar anak itu bukan anak dari kekasihnya."

"Maksudmu, dia tidur dengan orang lain? Dan, dia berselingkuh di belakang kekasihnya?"

"Iya, itu yang ku dengar."

Jantung Gia berdetak begitu cepat setelah mendengar perbincangan rekan kerjanya barusan.

Gia menggigit bibir bawahnya. Panik.

Apakah mereka sedang membicarakanku? Gumamnya dalam hati.

Rasa penasaran yang semakin memenuhi kepalanya, langsung ia tumpahkan dengan sedikit keberanian untuk bertanya,"S-siapa yang sedang kalian bicarakan?"

"Oh, itu karyawan di divisi marketing. Ku dengar beritanya seperti itu, Gi."

Gia menelan ludahnya, gugup. Ia menarik napasnya dalam.

"L-lalu? Apa yang terjadi padanya?"

"Sudah tentu dia resign, Gi. Bagaimana mungkin dia bertahan dalam hal yang memalukan seperti itu. Bahkan, hampir seluruh karyawan kantor ini pun sudah tau masalahnya."

"Oh, begitu," tutup Gia. Ia menjauhi kerumunan, dan kembali berfokus pada layar komputernya. Ia memakai headset dan menutup kedua telinganya dengan alunan musik yang ia dengar. Ia sungguh ingin mengabaikan dunia dan seisinya saat ini juga. Ia tidak ingin mendengar hal yang akan membuatnya takut. Karena, menghadapi ini sendirian, rasanya akan begitu melelahkan.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang