Lies

39 5 0
                                    

Hampir tujuh jam sudah Gia menunggu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hampir tujuh jam sudah Gia menunggu. Menunggu ia yang katanya akan datang. Menunggu ia yang katanya akan menghubungi.

Nyatanya, sampai detik ini, ia tidak juga datang.

Seharusnya Gia bisa menikmati liburannya, jika saja ia tidak melarang Gia untuk keluar sendirian lagi.

Seharusnya Gia bisa menikmati liburannya, jika saja ia tidak berkata akan datang.

Untuk apa ia berkata jika tidak pernah ia tepati.

Gia meraih hoodie dan topinya. Kali ini, ia mengenakan masker untuk menutupi wajahnya. Gia berjalan ke luar hotel di mana ia menginap, dan mencari taksi menuju ke sebuah pantai di sana. Menikmati hempasan angin laut dengan harapan dapat membawa segala beban yang ia bawa itu pergi.

Sesekali ia memejamkan matanya, menikmati desiran ombak yang menyeruak. Mengisi rongga pendengarannya.

Lalu, ia terinterupsi saat ponselnya bergetar.

Oh, ia menerima sebuah pesan singkat di sana.

[Lingga / 19.00 WITA]

Aku akan segera tiba. Tunggu aku.

Tunggu?

Apa ia bahkan tahu sudah berapa lama Gia menunggu?

Sekeras apapun ia menunggu, ia tidak pernah datang, baik kehadirannya maupun kabarnya. Dan, kini ia meminta Gia untuk kembali menunggu.

Kesal, Gia pun mematikan ponselnya.

Dan, membiarkan dirinya tenggelam dalam kesendiriannya di malam dengan suasana seindah ini. Ia bahkan iri dengan keindahan laut yang dihiasi lampu berkelip nan indah. Tak perduli segelap apapun malam yang datang, mereka akan tetap terang.

Riuh suara orang yang sedang berparty bahkan tak ia hiraukan. Ia benar-benar ingin menenggelamkan dirinya di antara kegelapan malam.

Gia berjalan menyusuri bibir pantai sambil menenteng alas kakinya. Ia membuka topinya dan merasakan semilir angin menyapu rambutnya.

Jika memungkinkan, ia ingin kembali.

Ia ingin kembali ke malam itu, malam di mana tak seharusnya ia bertemu Lingga.

Ia ingin kembali untuk mengulang semuanya.

Ia ingin kembali dan memperbaiki kesalahan yang telah diperbuatnya.

Ini terlalu melelahkan.

Juga, menakutkan.

Gia kembali memakai alas kakinya dan berjalan di sebuah jalanan besar. Menikmati indahnya malam di kota Bali. Ia menyunggingkan senyumnya, menikmati angin malam yang mengacak rambutnya.

Saat Gia masih asyik menikmati jalan-jalan malamnya yang damai, tiba-tiba saja perhatiannya teralihkan oleh kerumunan orang-orang yang berteriak,"Copet."

Gia mematung saat kerumunan orang-orang itu berlari ke arahnya. Panik dan tidak tahu harus berbuat apa.

Hingga orang yang diteriaki oleh orang-orang 'copet' itu menabraknya. Membuat Gia tersungkur dari atas trotoar dan terjatuh di jalanan. Saat itu juga, ia merasakan sakit di perutnya. Beberapa orang terus berlalu mengejar copet yang menabraknya. Dan, sebagian orang yang lainnya berlari menghampiri Gia yang terjatuh.

"Bleeding, this woman is bleeding," teriak salah seorang turis asing yang mencoba membantunya.

Gia mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. Mendengar ucapan barusan, Gia ketakutan.

Darah? My baby...

"Call ambulances. This woman is pregnant."

Dengan tangan bergetar dan menahan sakitnya Gia menyodorkan ponsel yang ada di saku hoodienya.

"Please, call my husband," pinta Gia dengan lirih.

"Wait, i'll call your husband."

Turis asing itu menyalakan ponsel Gia dan membuka kontak teleponnya,"Who is your husband's name?"

Dengan keringat yang sudah mengucur, Gia berusaha untuk bersuara meski pelan,"L-Lingga."

Setelah mengucap nama Lingga, Gia pun pingsan dan tak sadarkan diri.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang