New Day

46 6 0
                                    

Gia sedang berada di kamar tamu saat ia sedang merasakan mual yang luar biasa. Mama Lingga pun datang menghampirinya sambil membawakan minuman racikan alaminya untuk meredakan mual yang Gia alami.

Gia tersenyum mendapati Mama Lingga masuk ke kamarnya. Ia membenahi posisi duduknya.

"Mama buat ini untuk kamu," ucap Mama sambil memberikan minuman yang ia buat.

"Terima kasih, Ma," ujar Gia sambil mencicipinya.

"Gimana, enak?"

Gia tersenyum lebar,"Enak."

Ia menaruh minuman itu di nakas di samping tempat tidurnya.

"Bagaimana keadaanmu selama ini?"

"B-Baik, Ma."

Mama Lingga menatap sang menantu dengan tatapan tulusnya. Ia menarik tangan Gia dan menggenggamnya.

"Mama tahu, kita belum saling mengenal satu sama lain. Tapi, Mama akan pastikan kamu nyaman selama di sini."

Gia tersenyum kikuk.

"Mama sudah dengar dari Ina, sepupumu itu, soal kalian berdua bertengkar dan soal –"

Gia menelan ludah keringnya, dan menundukkan wajahnya,"Maaf, Ma..."

Mama mengusap pucuk kepala menantunya,"Tidak apa-apa. Mama mengerti jika kalian belum bisa saling menerima. Semua butuh waktu, Gia. Dan, Mama harap kamu akan bertahan sampai waktu itu tiba."

Gia mengangguk, melemparkan tatapan sendunya ke arah Mama mertuanya.

"Jangan fokus dengan hal lain saat ini. Pikirkan saja dirimu dan calon anakmu. Agar kalian bisa selalu sehat dan bahagia. Mama juga menyayangimu sama seperti Mama menyayangi Lingga dan adiknya. Bagaimana pun keadaanmu, kamu akan selalu diterima di rumah ini. Jadi, jangan khawatir," ucap Mama menenangkan.

"Jika kamu butuh teman untuk bicara dan belum terbiasa dengan Lingga, kamu bisa menghubungi Mama. Mama akan ada untukmu."

Tatap mata hangat itu berubah menjadi iba. Airmatanya keluar dengan tiba-tiba.

"Mama, kenapa menangis?" tanya Gia.

"Mama, cuma gak bisa membayangkan betapa kamu bertahan selama ini sendirian. Kamu melewati malam demi malam yang pasti menyesakkan. Dan, menanggung semua ini sendirian. Kamu masih terlalu muda untuk menanggung ini semua," ucapnya dengan nada bergetar.

"Gia gak apa-apa, Ma," balas Gia dengan lembut.

"Sayang, anak pertama akan jadi yang paling sulit. Maka, bertahanlah. Bahagialah. Pernikahan ini milik kalian. Jangan pertaruhkan anak kalian. Mama akan selalu mendukungmu, untuk berada di sisi Lingga. Apapun kondisinya."

Gia menangguk. Tatap matanya juga berubah menjadi terharu.

"Terima kasih, Ma."

Mama mengangguk. "Sekarang, kamu istirahat. Panggil Mama jika kau butuh apapun."

Gia mengangguk.

Dan, sebuah kecupan hangat mendarat di dahinya. Sebuah kecupan kecil dari sang mertua untuknya.

Hari ini, ia tersadar, keegoisan tidak akan menang melawan apapun. Meski hatinya meronta ingin pergi, ia harus bisa melawan. Ia harus bertahan. Demi sang buah hati.

Bagaimana pun, pernikahan ini sudah terjadi. Dan, ia juga tidak mungkin kembali. Meski sulit, ia harus hadapi.

Karena, saat ini, ia tidak sendiri. Ada banyak orang yang bersedia membantunya. Dan, ada begitu banyak orang yang menanti kehadiran buah hatinya.

Ia harus bertahan.

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang