Sorry

47 5 0
                                    


Waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB.

Sesampainya di Jakarta, mereka langsung menemui Ina. Baik Gia maupun Lingga sama-sama masih mengkhawatirkan calon bayi mereka.

Setelah Ina mendengar apa yang baru saja terjadi di Bali, Ina langsung memijit kepalanya. Lingga menggenggam tangan Gia yang masih diselimuti rasa takut.

"Harus berapa kali ku bilang bahwa keadaan seperti ini akan membahayakan calon anak kalian?" marah Ina pada keduanya.

"Apa kalian sengaja dan tidak menginginkan kehadiran anak ini di hidup kalian?"

Gia terhenyak.

"Ina, gak gitu. Kita –"

"Terus, ini apa? Sudah berapa kali kau berada dalam bahaya yang juga membahayakan calon anakmu?"

Lingga melemparkan pandangannya ke arah Gia,"Sudah ku bilang kau harusnya tetap di hotel saja."

Mendengar Lingga yang terkesan menyalahkannya, Gia pun tak ingin kalah,"Kau menyalahkanku? Really? Apa kau tidak sadar kesalahanmu?"

"Apa? Aku sudah berusaha untuk membuatmu menungguku. Tapi, kau bahkan tidak mendengarkannya."

"Kau –" Ina mengatur ritem napasnya. "Kau meninggalkanku di hari pernikahan kita sendirian, dan kau membuatku menunggu kabarmu. Bahkan, hingga aku tiba di Bali pun, aku masih belum mendapatkan kabarmu. Setelah foto-fotoku beredar, barulah kau meneleponku. Apa kau tidak sadar itu?"

"Aku meninggalkanmu hari itu untuk bekerja. Bukan untuk hal lain, Gia."

"Kerja? Kerja bersama mantan kekasihmu maksudnya?"

"Mantan ke –" Lingga memutar bola matanya. "Kenapa kau jadi bawa-bawa dia?"

"Lingga, apa kau tahu di hari pernikahan kita aku menahan marahku dengan komentar-komentar buruk tentang aku? Ditambah kau meninggalkanku, dan fotomu bersama mantan kekasihmu itu bertebaran di mana-mana. Apa kau pernah sedikit saja memikirkan perasaanku? Atau, memang aku tidak pernah terlihat di matamu?"

Lingga terdiam.

Sebelum keduanya kembali terlibat dalam perdebatan, Ina mencoba melerai.

"Cukup! Kalian masih saja saling lempar kesalahan? Ini bukan hanya kesalahan satu pihak, tapi kalian berdua.

"Maaf, In," ucap Gia dan Lingga secara bersamaan.

"Berhenti meminta maaf kepadaku. Minta maaf kepada calon anak kalian yang tidak mendapatkan perlakuan dengan baik dan semestinya."

Gia dan Lingga saling menatap.

"Jika kalian marah dengan keadaan, marah dengan pasangan kalian, jangan jadikan calon anak kalian korban. Dia hanya anak yang tidak tahu apa-apa. Semua kesalahan yang terjadi, itu salah orang tuanya. Bukan salah sang anak. Mungkin, jika calon anak kalian bisa memilih, ia memilih tidak akan ada di antara kalian daripada harus menderita seperti ini. Jadi, tolong, aku minta tolong dengan sangat. Jangan menjadi egois. Pikirkan keselamatan anak kalian, itu hal yang utama," omel Ina pada Gia dan Lingga.

Keduanya masih terdiam. Tidak berani angkat bicara.

Ina menghela napasnya, berat.

"Gia, kau itu tidak hidup sendirian sekarang. Ada calon bayimu yang kau harus jaga. Jika kau stres, kau akan menyiksanya. Dan, jika kau tidak menjaga kesehatanmu, kau akan membunuhnya dengan perlahan. Tolong, berpikir dua kali sebelum bertindak. Cukup satu kesalahan yang kalian lakukan, jangan sampai terjadi kesalahan lainnya yang lebih fatal dan akan membuatmu menyesal nantinya."

StayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang