13

1.7K 98 17
                                    


Telepon itu kembali masuk. Seungcheol duduk di sebelah Jihoon, merangkul bahu lelaki mungil itu untuk lebih dekat dengannya. Satu tangan memegang ponsel, tangan lainnya memeluknya tubuh mungil itu dengan mesra. Jihoon makan ayam goreng dengan tatapan lurus ke layar tv.

"Ayah mengatakan kau tidak berangkat ke perusahaan, jadi aku menghubungimu secara langsung... " Wanita di seberang telepon berbicara, suaranya tenang.

"Aku sedang bersamanya." Seungcheol membungkuk, mencium bibir kekasihnya yang berminyak. Saus pedas manis menempel di bibirnya, ia tersenyum sembari menggigit bibir anak itu, mengisapnya lembut. Minyak di bibirnya meninggalkan rasa ayam goreng yang gurih, Seungcheol menggigit dan mengisapnya dengan rasa lapar. Dengan santai ia memberitahu istrinya bahwa saat ini ia sedang bersama kekasihnya, bersenang-senang menikmati waktu berdua.

Di seberang telepon terdengar wanita itu tertawa seolah suasana hatinya sangat baik. "Kau khawatir dia cemburu?" Wanita itu melanjutkan dengan nada serius, "Ini tidak akan memakan banyak waktu. Kau hanya perlu tanda tangan dan hubungan kita akan berakhir seolah kita tidak pernah saling kenal."

Jihoon mendorong dada Seungcheol saat pria itu mencoba mencium bibirnya lagi. Melanjutkan makan dengan sikap acuh tak acuh, tidak menoleh sedikitpun ke pria di sebelahnya.

"Nanti aku hubungi pengacaraku." Seungcheol menjawab singkat.

"Hanya beberapa detik untuk menandatanganinya, kita hanya perlu bertemu selama beberapa menit, tapi sepertinya kau sangat jijik padaku hingga melihatku pun kau tak sudi..." Wanita itu tertawa pahit. Dia tidak pernah sakit hati pada perlakuan Seungcheol selama ini yang melihatnya seperti melihat kotoran. Ia tidak pernah menyalahkan ataupun membenci Seungcheol, dari awal itu memang kesalahan kedua orang tua mereka. Bukan hanya Seungcheol yang membenci pernikahan ini, ia juga membencinya. Sangat membencinya hingga berkali-kali mencoba bunuh diri. Bahkan tekad dan usahanya untuk mengakhiri pernikahan ini lebih besar dari Seungcheol yang hanya bisa menyimpan kebencian pada orang tuanya.

Seungcheol menutup telepon saat wanita itu masih berbicara di seberang telepon. Ia melemparkan ponselnya ke sofa dan bergeser lebih dekat ke anak lelaki yang masih sibuk makan. Makan sampai sepasang pipi putihnya menggembung seperti roti kukus. Sangat imut.

"Dia ingin aku menandatangani sertifikat perceraian." kata Seungcheol seraya mengusap saus merah di sudut bibir kekasih kecilnya. 

Jihoon tidak memberikan tanggapan apa-apa seolah ia tidak peduli.

"Aku bercerai, apa kau senang?" Seungcheol bertanya dengan mata cerah, tersenyum hangat sembari mencubit pipi lembut anak itu.

"Tujuanku bukan untuk membuat kalian bercerai. Dari awal bukankah kau sudah tahu? Aku lahir di keluar miskin, aku merangkak naik ke tempat tidurmu agar aku bisa kuliah sampai lulus, membeli semua barang-barang mahal yang aku inginkan, memiliki banyak uang dan menaikkan status sosialku. Aku ingin dilihat sebagai anak orang kaya seperti anak-anak lain di kota ini. Membuang jauh harga diriku untuk hidup nyaman." Dia berbicara dengan emosional. Suaranya serak dan matanya memerah, air mata menumpuk, jatuh di pipi putihnya tanpa bisa ia tahan. Ia entah bagaimana merasa bahagia Seungcheol bercerai dengan istrinya, begitu bahagia sampai tak bisa menahan tangis, namun begitu nuraninya tak bisa bohong bahwa ia merasa bersalah.

Jihoon tak bisa menjelaskan perasaannya saat ini. Semua emosi berkecamuk di dadanya, rasa bersalah, penyesalan, ledakan kebahagiaan, perasaan takut untuk sesuatu yang tidak ia ketahui, putus asa, kesedihan. Semuanya bercampur menjadi sesuatu yang tak bisa ia mengendalikannya.

Seungcheol terdiam. Ia terkejut, tak menduga Jihoon akan memberikan reaksi seperti ini. Dia menangis, merasa bersalah telah menjadi pihak ketiga yang menghancurkan rumah tangganya. Seungcheol hanya tidak tahu bahwa itu sebenarnya tangisan kebahagiaan, dari luar ia hanya melihat kekasihnya merasa begitu bersalah.

Just A Bank [JICHEOL FANFICTION] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang