Satu

8.4K 300 12
                                    

Matahari terasa panas sekali. Sinarnya benar-benar membakar kulitku. Peluh membasahi sudut pelipis ku dan aku sangat tidak suka dengan kondisi ini. Mataku masih terus menelisik jalan raya yang ramai. Namun sosok yang aku tunggu belum juga muncul. Sialan, Sasori benar-benar sudah membuat emosiku terbakar. Selalu saja dia seperti ini, tidak pernah datang sesuai waktu yang sudah kita sepakati.

Aku Haruno Sakura, seorang gadis berusia sembilan belas tahun. Siang ini aku menunggu kekasihku yang bernama Akasuna Sasori, dia sudah berjanji akan mengantarku ke tempat kerjaku di Tokyo. Sudah hampir tiga tahun aku berpacaran dengan Sasori, tepatnya sejak kami masih berada di bangku SMA.

Kebiasaan Sasori yang tak pernah tepat waktu masih bertahan hingga sekarang. Dan bodohnya, aku selalu saja datang di waktu yang tepat sesuai perjanjian. Padahal aku tahu dia pasti akan datang terlambat.

Aku menghela napas kasar, membuang rasa kesal ku terhadap kekasihku yang sialnya sangat aku sayangi.

Setengah jam berlalu akhirnya sosok Sasori muncul di hadapanku. Dengan senyuman dan wajah tanpa dosanya, Sasori menghampiriku yang sudah berantakan karena kepanasan juga rasanya kulitku terasa lengket karena keringat.

" Maaf sayang, " Sasori meringis tanpa dosa yang membuatku semakin kesal padanya.

" Aku lelah memaafkan mu, " dengus ku sembari membuang pandang ku ke arah lain.

Sasori mengusap puncak kepalaku yang langsung ku tepis dengan cepat karena aku benar-benar marah dengannya.

" Baiklah, sudah terlalu siang ayo berangkat, " katanya sambil mengangkat koperku dan meletakkannya di bagasi mobilnya.

☘️☘️☘️

"

Sayang, kenapa tiba-tiba kau ingin bekerja? Di kafe pula. Apa kau sudah kekurangan uang? Kau hanya perlu meminta padaku. "

Ahh, Sasori mulai lagi. Aku mendengus padanya. Selalu dan selalu seperti ini. Merasa dirinya yang paling bisa memenuhi apa pun yang aku butuhkan. Mungkin dia lupa bahwa aku masih memiliki orang tua yang sanggup menjamin kehidupan yang layak padaku.

" Orang tuaku masih bisa mengurusku, kau tahu itu, " kataku.

Sasori mengangkat bahunya. " Aku hanya tidak suka kau bekerja. Kau menunda kuliahmu dan memilih untuk bekerja. Padahal tanpa harus bekerja kau di limpahi banyak harta. Bahkan aku bisa memberimu segalanya. Kenapa? "

" Sayang, dengar. Aku ingin mencoba seberapa kuatnya aku hidup mandiri. Mencari uang sendiri, menghidupi ku sendiri. Jika aku tidak bisa menjalani kerasnya hidup mandiri, aku akan pulang, " kataku remeh.

" Baiklah kalau begitu, bagaimana jika kita taruhan? Kalau kau bisa bertahan selama tiga bulan, aku akan melamar mu, " kata Sasori yang membuat mataku membola.

' Melamar ku? ' teriakku dalam hati.Lamaran Sasori memang hal yang selalu aku nantikan. Aku sangat ingin menjalani hubungan yang lebih serius dengannya karena walau dia menyebalkan, aku sangat sangat sangaaat mencintainya.

" Kau serius? " Tanyaku antusias.

Sasori mengangguk cepat meyakinkanku bahwa dia tidak bercanda.

" Pastikan kali ini kau tidak mengingkarinya, " kataku mendelik padanya.

" Aku janji. Akan ku beri apa pun yang kau inginkan. Ingat tiga bulan. Jika kau bertahan selama tiga bulan, aku akan melamar mu dan secepatnya kita akan menikah. Tapi jika kau gagal, kau harus menungguku lulus kuliah sampai aku benar-benar jadi pengacara. "

" Oke deal, " aku mengulurkan tanganku pada Sasori yang langsung di sambut sama antusiasnya seperti diriku. Kesepakatan ini adalah semangat untukku. Apa pun yang tetjadi, aku akan bertahan demi masa depanku bersama pria yang ku cintai. Bekerja selama setahun tak akn sulit bagiku. Ya, hanya setahun, dan aku akan kuliah di jurusan kedokteran seperti impianku.

Pain [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang