Empat

2.9K 219 2
                                    

" Sakura, jadilah kekasih ku. "

Sasuke perlahan mendekatkan wajahnya padaku dan mulai memiringkan wajahnya. Tidak! Aku tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Aku meremas wajah Sasuke dengan kesal dan gemas. Kurang ajar sekali dia ingin mengambil ciumanku. Seketika Sasuke mundur dari posisinya menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia mendesis kesakitan. Bibirnya meringis menahan perih karena ulah kuku-kuku ku yang sedikit menggores wajah tampannya.

" Dasar cowok mesum kurang ajar, " teriakku marah.

" Hei, aku hanya bercanda, " sergah Sasuke masih mengelus bagian wajahnya yang terluka.

" Jangan lakukan hal semacam itu sebagai bahan bercandaan, brengsek! " Aku menginjak kakinya kasar dan Sasuke meraung, mengangkat kakinya yang ku injak dan memijatnya dengan jari-jarinya. Aku tidak perduli dengan umpatannya, dia pantas mendapatkannya.

Aku melewati Ino begitu saja tanpa mengucapkan salam atau apa pun. Guratan marah dan emosi terpancar jelas di wajahku. Ino sudah paham apa yang sedang terjadi padaku, maka dia hanya mengangkat bahunya sekali dan membiarkanku berlalu.

Aku menembus hujan yang membasahi Tokyo. Membiarkan kesal dan emosi ku mengalir bersama air hujan. Pria bernama Uchiha Sasuke itu benar-benar membuatku naik pitam. Dia berani sekali membuatku berdebar dan nyaris saja mencium ku. Dia benar-benar menyebalkan.

Jam masih menunjukkan pukul tiga sore, namun langit begitu gelap. Mendung hitam telah menutupi sinar matahari dan dengan percaya diri menjatuhkan ribuan tetes air yang membasahi Tokyo tanpa kompromi. Aku tak memperdulikan tubuhku yang menggigil kedinginan, dan terus saja berjalan menuju apartemenku yang tak terlalu jauh dari kafe Akatsuki.

☘️☘️☘️

Menginjak hari ke tujuh aku masuk pada shift siang bersama Shino, Naruto, Temari dan tentu saja Sasuke. Aku mendapatkan kejutan, saat pukul enam sore Sasori muncul di tempat kerja ku. Bisa kau bayangkan betapa girangnya diriku, seminggu menahan rindu pada kekasih sungguh sangat menyiksa.

" Kau datang? " Kataku tanpa bisa menutupi rasa bahagiaku atas kehadirannya.

" Kau bilang, besok kau libur, aku datang untuk menemani mu, " Sasori melebarkan senyumannya sembari mengacak rambutku.

" Oh, manis sekali. Kau mau kopi? " Tanyaku sembari menarik lengannya menuju meja kosong di samping jendela kafe.

" Tentu. "

" Baiklah akan ku buatkan untukmu. "

Aku berbalik menuju belakang mini bar, membuatkan secangkir kopi untuk pria tersayang ku, walau mungkin tidak se enak buatan Sasuke.

Aku begitu bersemangat saat itu. Kedatangan Sasori membuat mood ku bersinar cerah. Sasori tengah duduk di salah satu bangku di kafe, menunggu ku hingga aku selesai bekerja sambil mengerjakan tugas kuliahnya. Dengan secangkir kopi Sasori tampak serius menatap layar laptopnya. Aku mengawasinya dari tempatku bekerja. Mata hazzel-nya bergerak cepat ke kanan dan ke kiri saat sedang membaca layarnya dengan wajah yang begitu serius dan fokus, seolah dirinya berada di dalam dunianya sendiri.

" Serius sekali, " kata ku sembari duduk di kursi kosong di hadapan Sasori. Rupanya suaraku mengejutkannya hingga Sasori sedikit terkesiap. Senyuman Sasori merekah saat melihatku duduk di hadapannya.

" Hn. Tugas kuliah, aku hanya merevisi ulang, " jawab Sasori. Tangannya bergerak meraih cangkir kopi di sebelahnya dan menyesapnya pelan.

" Kopi nya sudah dingin, kau mau lagi? " Tawar ku padanya.

" Tidak apa. Apa kau sudah selesai bekerja? " Sasori melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Jarumnya menunjukkan pukul sebelas malam.

" Hampir, " jawabku. " Apa kau akan menginap? "

" Kau ingin menghabiskan malam mu bersamaku? " Bisik Sasori. Tiba-tiba pipi ku terasa panas hingga menjalar ke kedua cuping ku. " Aku tak keberatan jika malam nanti aku harus kepanasan, " lanjutnya dengan suara yang menggodaku.

" Jangan macam-macam atau aku akan menghajar mu hingga babak belur? " Desis Ku.

Sasori meringis mendengar ancaman ku. Selama tiga tahun berpacaran, aku dan Sasori menjalani hubungan percintaan kami dengan sehat. Jika hanya sekedar ciuman kami memang melakukannya namun tidak terlalu sering. Kami lebih sering adu mulut atau bisa di bilang bertengkar untuk mempertahankan pendapat masing-masing. Hanya pertengkaran ringan yang akan berakhir dalam hitungan menit. Kami tidak pernah bertengkar hebat karena kami saling percaya dan benar-benar saling mencintai.

Mengenal Sasori terlalu lama membuatku terbiasa dengan kehadirannya. Bahkan menurutku, kami malah nampak seperti saudara yang sangat akrab di bandingkan sebagai sepasang kekasih. Sasori bukan tipe pria romantis yang suka membual hanya demi bisa membuat kekasihnya berbunga-bunga. Dia tipe laki-laki cuek namun sangat peka terhadap perasaanku, walau dia juga akan tetap cuek meski tahu apa yang aku harapkan.

Jika pasangan lain akan melakukan hubungan sex saat berpacaran selama seminggu, tapi tidak dengan aku dan Sasori. Kami bahkan tidak pernah berpikir ke arah sana, dan entah karena apa, baru sekali ini Sasori berbicara mengarah pada hubungan sex dan aku tidak menyukainya.

" Tunggu aku di luar, aku akan selesai setengah jam lagi setelah kalkulasi keuangan. "

Sasori merapikan barang-barangnya dan beranjak meninggalkan kafe lalu menuju ke mobilnya.

Saat aku berbalik menuju meja kasir, aku berpapasan dengan Sasuke. Pria itu menatap tajam padaku seolah-olah aku baru saja melakukan pelanggaran kerja. Lalu saat aku membalas tatapan sama tajamnya, Sasuke membuang wajahnya menghindariku. Dan saat itu aku baru menyadari satu hal, bahwa sejak Sasori datang Sasuke sama sekali tidak mengajakku bicara seolah menjauh dariku.

☘️☘️☘️

" Kau nyaman bekerja di sana? " Tanya Sasori. Tangannya dengan lembut membelai rambutku.

" Hemb, " jawabku. Aku menyandarkan kepala ku di dada Sasori dengan nyaman. " Rekan kerja ku sangat baik kepada ku. "

" Oh, " gumam Sasori. Aku menegakkan tubuhku menjauh dari dadanya.

" Oh? " Aku mengulang gumaman Sasori dengan kesal dan meninju pelan lengannya. Sasori mengaduh lalu mengusap lengannya yang ku pukul.

" Dengar, " Sasori menarik lembut ujung hidungku. " Aku sedang cemburu, " lanjutnya.

" Cemburu? " Tanyaku. " Dengan siapa? Aku bahkan tidak dekat dengan pria mana pun. "

" Dengan pria bermata tajam yang sedari tadi mengawasi ku di sana. "

Aku menerawang mencari jawaban dari seseorang yang di maksud Sasori. Pria bermata tajam? Sasuke kah?

" Sasuke? " Tanyaku ragu.

" Oh, jadi namanya Sasuke, " Sasori menggosok dagunya pelan.

" Tunggu. Kau cemburu dengan pria yang sama sekali jauh dari kriteria ku? Ayolah sayang. Kau tahu pria yang bisa memikat ku, " aku mendorong tubuh Sasori dan terkekeh.

" Dia tampan. Perempuan suka pria tampan. "

" Kau juga tampan. Dan aku menyukaimu, " aku mengecup pipi Sasori.

" Entahlah Sakura. Aku merasa ada sesuatu yang dia rencanakan. Selama aku di sana dia terus menatap tajam padaku. Lalu aku sempat melihatnya sedang mengawasi mu. Ku pikir, dia menyukaimu. "

Jantungku mencelos. Sepeka itu kah Sasori? Aku tidak yakin kalau Sasuke menyukai ku. Tapi jika mengejar ku memang iya. Dan aku tahu, Sasuke mati-matian mendekati ku bukan karena dia menyukai ku, tapi dia hanya ingin mendapatkan ku.

" Dia ingin merebut mu dari ku. "

To Be Continue...

Pain [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang