Delapan

2.4K 209 6
                                    

" Ku dengar kau dan Sasuke berkencan, " Ino menyenggol pelan bahuku lalu terkikik.

" Aku tidak menyebutnya sebagai kencan. Kau tahu, ada Naruto, Gaara, dan Sai, " aku menekan kata 'Sai' agar Ino berhenti menggoda ku.

" Oh, aku tahu. Sai sudah bercerita, " kata Ino dengan pipi yang bersemu merah.

Jam makan siang adalah waktu dimana kafe begitu padat pengunjung. Sampai-sampai aku tak sempat beristirahat untuk meneguk air setetes pun. Hari ini tak seperti hari-hari biasa nya. Entah mengapa kafe begitu ramai.

Ketika pergantian shift selesai, aku beristirahat di ruang locker. Kembali memandangi ponsel ku yang masih sepi tanpa notifikasi pesan atau pun panggilan. Astaga Sasori, apa kau benar-benar sibuk hingga menelepon ku pun tak sempat kau lakukan?

Aku teramat lelah untuk berjalan pulang. Maka ku putuskan untuk beristirahat dulu di kafe sambil menunggu hujan sore itu. Tanpa terasa aku tertidur di ruang locker karena kelelahan.

Hembusan nafas hangat yang menyapu pipi ku membuatku tersadar dari tidur ku. Aku merasa ada benda kenyal menekan bibirku. Terasa basah. Aku ingin membuka mata tapi rasa kantuk seolah menguasai mata ku untuk tetap terpejam. Aku mengerjapkan mataku, dan ketika padangan ku mulai terfokus, ku temui sepasang kelopak mata yang menutup berada tepat di depan mataku. Nafas yang terasa harum dan segar berhembus di wajahku. Dan sesuatu yang menekan bibirku adalah bibir milik Sasuke yang melumat bibirku. Seketika retina ku menegang dan aku mendorong tubuh Sasuke. Bibir Sasuke terlepas dari bibirku. Jantungku berdebar sangat cepat. Cowok brengsek ini benar-benar melangkah melewati batas.

" Kau benar-benar brengsek! " Raung ku meluapkan emosi ku pada pria di hadapanku. Aku mengusap bibirku dengan kasar seolah ingin menghapus bekas bibir Sasuke di sana. Aku melihat Seringaian di wajah Sasuke, dan itu membuatku semakin marah dan benci padanya.

Aku berlari pergi meninggalkan kafe secepat mungkin. Aku menerobos hujan yang masih mengguyur kota Tokyo dengan kejam. Aku menangis, aku benar-benar benci dengan Sasuke. Berani sekali dia mencuri ciumanku? Berani sekali dia mencium ku saat aku sedang tertidur, dan dia tersenyum seolah dia puas karena sudah berhasil mencium ku. Aku tak pernah berpikir dia senekat itu. Rasa nya aku ingin menampar wajahnya hingga berbekas di pipinya.

☘️☘️☘️

Setelah kejadian itu, tak sedikit pun aku mau memandang wajah Sasuke. Bahkan saat bertemu pun aku menganggapnya tak pernah ada dan hidup di dunia ini. Aku benar-benar masih marah dengan tindakannya yang sangat kurang ajar. Aku tak akan pernah memaafkannya.

Malam hari sebelum kafe tutup, Ino dan Naruto masih sibuk dengan kalkulasi keuangan di kasir, sedang kan aku membereskan dapur. Semua piring dan gelas sudah ku cuci bersih, kini tinggal aku berkemas bersiap pulang. Karena kasir shift ini adalah Ino, aku tak perlu menunggu hingga kalkulasi selesai. Aku mengambil tas ku di locker, menggantungkan talinya di pundak ku bersiap untuk pulang. Saat menutup pintu locker ku, aku melihat Sasuke sudah berdiri di sebelah ku. Entah dengan kekuatan apa dia bisa datang ke sana tanpa menimbulkan suara. Aku bahkan tidak menyadarinya.

Masih dengan sikap ku yang cuek dan mengabaikannya, aku berjalan melewatinya tanpa memandangnya sedikit pun, karena aku masih marah padanya.

Sasuke menyambar pergelangan tangan ku dan menarik nya dengan kuat hingga aku menubruk dengan keras dadanya yang lebar. Lengannya yang kokoh memeluk tubuh ku dengan kencang. Aku menggeliat melepaskan diri namun semakin aku berusaha untuk terbebas dari nya, pelukannya semakin menguat.

" Maafkan aku, " kata Sasuke lirih nyaris berbisik.

Aku hanya terdiam, sedang Sasuke semakin mempererat pelukannya kepadaku. Aku menunggu hingga Sasuke melepaskan pelukannya dalam diam. Jika dia mengharapkan permaafan ku, aku tak bisa. Tidak semudah itu untuk memaafkan apa yang telah di lakukan nya kepadaku.

Beberapa menit berlalu dalam keterpakuan antara aku dan Sasuke. Hingga akhirnya aku menghempaskan lengan Sasuke dari tubuhku, mendorongnya secara paksa hingga punggungnya menabrak pintu locker dengan keras. Tanpa kata apa pun aku pergi meninggalkannya dengan emosi yang berkecamuk dalam diriku. Aku sendiri tidak mengerti mengapa hati ku tak melunak meski Sasuke mengucapkan kata maaf. Aku benar-benar membenci nya.

☘️☘️☘️

Esoknya aku bekerja pada shift pagi bersama Temari, Shino dan Naruto. Kafe selalu ramai di pagi hari, dan sepi di jam sepuluh lalu mulai ramai lagi di jam dua belas saat makan siang.

Tanpa terasa sudah dua minggu lebih aku bertahan di tempat kerja ku. Teman-teman yang baik membuat ku betah berkerja di Akatsuki kafe. Meski ada satu orang yang selalu membuat ku muak. Siapa lagi kalau bukan Uchiha Sasuke.

Menjelang pukul empat sore aku bersiap pulang. Aku berjanji akan ke restoran Sai bersama Naruto dan Gaara.

" Ayo Sakura, " ajak Naruto saat aku sudah selesai berkemas.

Aku menaiki motor Naruto bersiap menuju restoran Sai yang jaraknya tak jauh dari kafe Akatsuki.

" Apa Gaara sudah di sana? " Tanya ku pada Naruto.

" Sudah, hari ini dia libur. Dan dia membantu Sai sejak siang tadi, " jawab Naruto.

Motor Naruto melaju dengan kecepatan sedang. Dan di perjalanan Naruto bertanya padaku, " Kau ribut lagi dengan Sasuke? "

Deg!

Aku meremas baju Naruto yang ku jadikan sebagai pegangan ku. Mendengar Naruto bertanya tentang Sasuke membuatku teringat dengan ciuman Sasuke, dan rasa sesak menusuk dada ku.

" Hn, " jawab ku.

" Dia benar-benar menyukai mu, Sakura. Tak pernah ku lihat Sasuke mengejar seorang perempuan sampai seperti ini, " kata Naruto.

" Biar saja, " jawab ku acuh.

Kau tidak tahu Naruto apa yang dia lakukan kepadaku. Dia mencuri ciuman ku. Tindakan kurang ajar yang pernah terjadi padaku seumur hidup ku. Aku tak akan keberatan jika dia adalah kekasih ku. Akan ku anggap itu sebagai ciuman mesra dari seorang kekasih. Tapi Sasuke bukan kekasih ku. Aku bahkan tak memiliki rasa apa pun kepadanya.

Aku langsung menyandarkan tubuhku ketika sampai di restoran Sai. Meregangkan seluruh otot ku yang kaku. Tubuh ku serasa lemas dan sejujur nya aku sedikit demam karena kehujanan dua hari yang lalu.

Tanganku masih terus memainkan game di aplikasi ponselku. Tak memperdulikan ocehan-ocehan Naruto, Gaara, dan Sai. Aku berada di duniaku sendiri saat itu. Aku menyandarkan kepalaku di punggung Naruto karena kepalaku terasa berat, aku mulai pusing.

" Oi Sakura kau lesu sekali, ada apa? " Tanya Gaara. Naruto menoleh padaku yang masih nyaman bersandar di punggungnya.

" Tidak apa-apa, " jawabku tanpa mengalihkan wajah ku dari game ku.

Gaara mendekat padaku lalu menunduk menyamakan wajahnya dengan wajahku. Tangan besarnya menekan kedua pipiku hingga bagian dalam kulit pipiku bersentuhan, membuat bibir ku mengerucut layaknya mulut bebek.

" Wajahmu merah dan tubuhmu sedikit menghangat. Apa kau.. "

Belum selesai Gaara bertanya, ada tangan yang menepis tangan Gaara dengan kasar. Sontak membuat ku terkesiap dan dengan kecepatan yang luar biasa, seseorang menarik ku menjauh dari Naruto dan Gaara. Belum sempat aku menyadari seseorang yang menyeret ku dengan kasar, plaakk! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi ku.

To Be Continue...

Pain [SasuSaku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang