Part 8 : Menikah

251 14 1
                                    

Hari ini tepat ulang tahunnya Cantika, ia telah sah menjadi seoraang istri Bagas Valerio. Para tamu undangan yang datang sangat banyak, itu semua merupakan teman orang tua mereka dan karyawan dari perusahan milik Ayah Bagas.

Tidak dengan Cantika dan Bagas, tidak ada satupun dari teman mereka yang hadir di acara pernikahan mereka. Itu semua supaya menghindari gosip yang tidak diinginkan saat mereka sekolah nanti. Walaupun pada akhirnya Cantika akan keluar dari sekolah, tentunya saat perutnya mulai membesar.

"Lo capek?" tanya Bagas pelan. Ia memandang Cantika yang mengelus tengah mengelus kakinya.

Para tamu masih mengantri untuk bersalaman dengan kedua mempelai.

"Cantika?" tanya Bagas lagi. Cantika sedari tadi tidak menatapnya sedikit pun, mungkin hanya saat pemasangan cincin. Itupun dengan tatapan tajam yang tidak pernah Cantika tunjukkan pada siapapun. 

"Diam!" bentak Cantika.

Bagas hanya bisa diam, apalagi yang perlu ia bicarakan ketika Cantika saja tidak menganggapnya.

"Selamat ya atas pernikahan kalian." ucap kakak sepupu Bagas.

"Makasih, kak."

Wajah Cantika terlihat sangat murung, Bagas dari tadi sudah menyadarinya. Saat tamu undangan yang mengantri bersalaman mulai berkurang, Bagas menarik tangan Cantika.

"Kalian kemana?" tanya Laura pada Bagas. 

Bagas tidak menjawab. Ia membawa Cantika ke belakang panggung, di sana ada ruangan tempat ruang tunggu. Ia mendudukkan Cantika pada sofa yang tersedia di ruangan tersebut.

Bagas mengangkat sedikit gaun indah yanng membalut tubuh yang kini telah menjadi istrinya. Terlihat kaki mulus Cantika, Bagas memijitnya dengan lembut. Tentu saja Cantika sedikit terkejut. Rasanya sangat aneg ketika orang yang ia benci memperlakukan dirinya dengan baik.

"Cantika, bisa gak lo senyum sedikit saja?" tanya Bagas dengan pelan.

"Lo kira, gue bahagia dengan pernikahan ini? Tentu aja enggak!" bentak Cantika. Ia menghempas tangan Bagas dari kakinya. Lupakan soal pria itu yang baik padanya, nyatanya pria di depannya ini sudah membuat kesalahan besar.

Bagas menahan amarahnya. Disaat seperti ini, tidak ada waktu untuk marah. Marah hanya membuat semuanya menjadi berantakan. 

"Iya, seharusnya lo bahagia sama pilihan lo can, menikah dengan dasar cinta. Ini salah gue, gue penyebab lo gak bahagia." ucap Bagas frustasi.

"Bagus deh kalau lo tau." Cantika bersedekap dada memandang tajam Bagas.

Bagas mengacak rambut rapinya kemudian meninju dinding di sampingnya. Hal itu membuat Cantika kaget. 

"Duluan aja." ucap Bagas sembari merapikan dasinya. Kepalanya ia hantukkan pada dinding yang dingin.

Cantika saat ini takut. Ia tidak pernah melihat Bagas semarah ini. Itu beda, hari dimana ia menyatakan hendak bunuh diri, saat itu Bagas hanya menatapnya kecewa.

"Lo cepat balik dan rapiin rambut lo," kata Cantika datar. Lalu, pergi meninggalkan Bagas.

***

"Mah, Cantika tinggal disini aja ya sama mamah papah." pinta Cantika. Saat ini Cantika memeluk erat Anita.

Saat ini orang tua Bagas dan orang tua Cantika sedang duduk di ruang tamu kediaman rumah megah milik Raden Wijaya. Di rumah ini juga ada Laura dan Luki serta si kecil Ara.

"Gak bisa sayang, kamu udah punya suami. Jadi kamu harus tinggal sama suami kamu dong." Anita menghapus jejak air mata pada pipi tembam Cantika.

Bagas menggenggam tangan Cantika.

Missing Her Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang