Di perjalanan pulang, Papa Moon menyetir sambil ketar-ketir takut istrinya hamil lagi. Apalagi tadi ada ancaman Mama Moon mau bunuh anaknya kalau beneran hamil. Udah bertahun-tahun masih aja sifat premannya nggak berubah.
"Papa beli apa?" tanya Mark yang waktu itu baru sebelas tahun, masih SD.
"Termometer," Papa Moon asal jawab, daripada anaknya banyak tanya.
"Wah, pinjem dong? Ini caranya dimasukin ketek kanㅡ"
"Heh jangan, ini bukan buat mainan!" cegah Papa Moon sebelum termometer ㅡeh, testpack ㅡ itu dibuka anaknya lalu dimasukkan ke ketiak.
"Pelit," cibir Mark. "Emang siapa yang sakit sih? Mama?"
"Iya."
"Sakit beneran apa bohongan?" tanya Mark lagi, tau Mamanya sering pura-pura sakit.
"Beneran."
"Oh kirain. Dia kan sering pura-pura sakit biar Papa pulang cepet."
Papa Moon ketawa. "Sekarang beneran."
"Sakit apa sih emang?"
"Nggak tau. Tapi semoga sih bukan gara-gara hamilㅡ"
Mampus. Papa Moon reflek membelalakkan matanya waktu keceplosan. Sebaliknya, Mark menoleh antusias karena kata 'hamil'.
"HAH? MAMA HAMIL PA? MARK MAU PUNYA ADEK BAYI???" seru Mark.
"Ng- nggak. Maksudnya- nggak tau. Semoga sih enggak," gagap Papa Moon.
"Yaaaah kok semoga enggak sih??" protes Mark, manyun.
"Ya... soalnya... emang Mark mau punya adik?"
"MAU! Biar bisa digendong, dikasih makan, diputer-puter, didandanin, dibikin nangisㅡ" Mark udah mulai berkhayal dengan penuh semangat.
Papa Moon mengelus dada. Kalau begini sih fix lebih baik Mama Moon jangan hamil anak kedua. Anak itu belum jelas ada atau nggak aja udah ada ancaman pembunuhan, diputer-puter, dan dibikin nangis...
KAMU SEDANG MEMBACA
The Moons (Psycho But It's Okay | AU)
Historia Corta"Aku cuma mau satu anak laki-laki. Kalau telanjur ada anak lagi, anak itu aku bunuh nanti." #PsychoButItsOkay 10-20 years later alternative universe ©pinkishdelight