Pertemuan Rasa Sakit

1.2K 208 4
                                    

Irene melihat ke arah jamnya, sudah jam setengah 9 pagi tapi Seulgi tidak kunjung datang ke toko kuenya.

"Kamu penerbangannya jam berapa sih, Rin? Kok masih di toko? Padahal kalau mau pergi mah pergi aja gapapa," kata seorang teman Irene yang berkerja di toko rotinya.

"Jam 12, Jen. Aku nunggu seseorang,"
"Ya ampun, nunggu siapa sih? Gebetan?" tanya Jennie yang membuat Irene tersipu malu, "Wah beneran nunggu gebetan,"

"Temen kok,"

Setengah jam, satu jam berlalu, Seulgi tidak kunjung datang.

Tririring!

"Ah... Kim Yerim," terdengar suara kecewe Irene.
"Apa? Kakak kira yang datang Kak Seulgi?" tanya Yeri.

Irene hanya terdiam.

"Aku habis mengantarkan mobilku ke rumah Pak Robert, dia yang bawa mobilku ke Paris lewat jalan darat,"
"Pak Robert asisten ayah? Dia di kota kita?"
"Iya, dia disini dari Sabtu lalu, liburan bersama teman lamanya, jadi nanti besok dia kembali ke Paris bawa mobilku. Oh iya, Ayah bilang dia sudah membersihkan apartement kita di Paris,"
"Aku belum telfon Ayah hari ini,"
"Telfon lah. Huah... akhirnya bisa tinggal satu kota dengan Ayah lagi,"

Irene tersenyum melihat raut wajah bahagia adiknya. Semenjak Ayah mereka menikah lagi dengan orang seorang wanita Paris, Ayah mereka pindah ke Paris 3 tahun yang lalu dan semenjak itu belum pernah bertemu dengan Irene dan Yeri lagi. Tentang Ibu mereka? Ibu mereka berselingkuh lalu pergi dari rumah 4 tahun yang lalu. Semenjak Ayah mereka menikah lagi dan pindah ke Paris, Irene sudah memiliki bisnis yang lebih dari cukup untuk kehidupan sehari-harinya di Ljubljana, setelah Yeri lulus kuliah pun Yeri membantu bisnis Irene dan membuat mereka menjadi cukup mandiri.

"Aku ke toilet dulu," kata Yeri lalu pergi.

"Irene... gebetan kamu...?" Jennie menunjuk seseorang yang terlihat berjalan menuju toko.

Jennie merasakan ada hal yang janggal.

"Dia... menunggu mantannya?" itu dalam hati Jennie.

Tririring!

Awalnya senyum Irene sangat lebar, sampai akhirnya dia menoleh dan ketika melihat orang yang datang senyumnya memudar, matanya sedikit berkaca-kaca.

"Aku dengar hari ini kamu pindah ke Paris kan? Aku belum sempat minta maaf karena kamu sudah memblokir semua sosial mediaku. Aku–"

"Duduk lah, Wendy,"

Irene masuk ke dalam dapur toko rotinya untuk memberikan Wendy segelas air minum. Wendy duduk dengan canggung menunggu Irene.

"Kamu yang ditungguin sama Irene dari tadi? Gak mungkin banget. Ngapain ke sini sih? Bawa bencana aja," tanya Jennie yang tau semua kisah Irene dan Wendy.
"Ya minta maaf lah, masa minta jatah lagi," jawab Wendy masih dengan candaannya, sama seperti dulu.

Yeri keluar dari toilet dan melihat Wendy yang duduk tersenyum ke arahnya.

"Hai," sapa Wendy seperti tanpa dosa.
"Ngapain?" tanya Yeri ketus sambil berjalan angkuh menghampiri Wendy.

Wendy langsung berdiri supaya lebih sopan berbicara dengan mantan calon adik iparnya itu.

"Yer, aku minta maaf banget karena udah nyakitin hati Kakak kamu. Semuanya itu–"
"Semuanya itu nafsu, dah. Kakak aku udah ketemu orang yang lebih baik daripada kamu. Semoga Kak Joy sadar deh sama kelakuannya sendiri, ngerebut calon tunangan Kakak sepupunya sendiri,"
"Iy-iya, Yer. Tenang, aku kesini baik-baik kok!"
"Yeri, duduk lah," Irene tiba-tiba datang membawa air es dan memberikannya kepada Wendy.

"Selamat ya, udah dapat yang baru. Aku yakin banget dia lebih baik daripada aku," kata Wendy dengan senyum bahagianya.

Irene menatap Yeri tajam, pasti yang Yeri memberi tau tentang Seulgi kepada Wendy.

"Aku liat Joy bahagia sama kamu, aku juga liat kamu lebih bahagia sama Joy. Aku gapapa, Wen,"
"Aku minta maaf banget udah ngecewain kamu, ngecewain adik kamu, ayah kamu. Aku minta maaf, terimakasih juga buat waktu yang kita habiskan, waktu yang gak sebentar. Aku dapat banyak pelajaran sama kamu, Hyun. Makasih banget,"
"Sama-sama,"

Yeri melihat ke arah jam, sudah jam 10 mereka harus pergi ke bandara tapi Seulgi belum juga datang. Melihat Irene dan Wendy masih mengobrol, Yeri pun pergi keluar toko dan melihat ke jalan di sekelilingnya mencari keberadaan Seulgi sambil sesekali melihat ke arah jam di tangannya. Setelah 10 menit akhirnya Yeri masuk lagi ke dalam toko.

"Kak, ayo,"

Irene melihat ke arah jamnya, jam 10.10 AM. Irene memberikan tatapan kepada Yeri yang mengartikan dia harus menunggu Seulgi.

"Dia gak akan datang. Kita bisa telat, Kak,"
"K-kalian mau pergi sekarang?" tanya Wendy.
"Gak, sebenernya mau nungg–"
"Iya sekarang! Kamu pulang sana ke rumah barumu!" jawab Yeri dengan ketus.

Jennie menghampiri Irene dan memberikan secarik kertas dan pulpen.

"Tulis pesan untuknya," kata Jennie lalu duduk kembali ke kasir.

Irene mengangguk dan mulai menulis.

Wendy terkekeh, "Pacar barumu gak datang? Bodoh sekali di hari terakhir kamu disini dia gak datang? Cih, padahal mantan yang sangat menyakiti dirimu pun datang mengucapkan selamat tinggal, dan dia enggak? Aku yakin dia gak pantas sama kamu, dia cuman main-main!"

"Maksudmu apa?! Masih mau menyakiti Kakakku?" tanya Yeri sambil menarik kerah baju Wendy.

"Minggir," kata Jennie menyuruh Yeri melepaskan Wendy.

Setelah Yeri melepaskan Wendy, Jennie menyeret paksa Wendy keluar toko.

"Aku akan memblokirmu di toko kue ini, jangan pernah kembali, jangan pernah ganggu sahabatku lagi. Kalau kamu masih ganggu sahabatku, aku habisi kamu," kata Jennie lalu mendorong Wendy.

"Aww... galaknya," kata Wendy bercanda.

Jennie menghela nafasnya kasar lalu masuk ke dalam toko tidak menghiraukan gurauan sarkas Wendy.

"Gapapa, Kak," kata Yeri menenangkan Irene yang menangis karena perilaku Wendy.
"Sudah aku urus, Rin. Santai aja," kata Jennie.

Yeri menoleh keluar toko dia tidak melihat batang hidung Seulgi sama sekali melainkan taxi yang dia pesan untuk ke bandara.

"Taxi kita sudah datang, Kak. Aku masukin koper kita dulu, tulis lah," kata Yeri lalu pergi.

Jennie memeluk Irene dengan erat ketika Irene menulis dengan air mata yang terus jatuh. Setelah Irene selesai menulis surat untuk Seulgi, Irene langsung berbicara kepada Jennie.

"Aku titipkan toko ke kamu, kamu sahabat aku yang paling top markotop Jennie!" Irene langsung memeluk Jennie.

"Ayo, Kak," kata Yeri di depan pintu toko.

Irene mengangguk. Jennie mengantarkan Irene sampai keluar toko dan masuk ke dalam taxi.

"Good luck, Rin," kata Jennie.
"Aku janji bawa kamu ke Paris, Jen," kata Irene dengan senyumnya yang sudah kembali.
"Aduh, siap bosku!" kata Jennie lalu menutup pintu taxi Irene.

"Jangan kasih tau info apapun ke siapapun tentang kami di Paris. Takutnya ulah Kak Wendy. Apapun itu, nomor telfon, alamat, jangan diberikan, laporkan kepadaku dulu," bisik Yeri ke Jennie sebelum Yeri masuk ke dalam taxi.

Jennie mengangguk mengerti lalu melambaikan tangan kepada taxi yang mulai melaju pergi.

— TBC —

Dia [Seulrene]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang