Setelah Mamah memberi tahu bahwa Mamah dan Papah ada di Jakarta dan sudah berdiri cukup lama di depan pintu apartemenku yang terkunci. Aku segera meluncur cepat meninggalkan cafe dan pulang ke apartemen.
Bisa mati aku kalau tidak datang dalam waktu dekat. Dapat kupastikan Mamah akan marah besar karna berdiri cukup lama.
"Chita, ini kok kamar kamu berantakan bangetsih?, Kulkas juga nggak ada isinya?, Baju juga berserakan semua. Lantainya apartemen kamu ini juga lengket banget. Kamu bisa hidup di apartemen sekumuh ini?" Sedari tadi Mamah hanya berjalan dari ujung ke ujung apartemenku saja, menilai dan mengomentari semua yang menurutnya tidak tepat.
"Chita'kan jarang di rumah Mah. Biasanya Chita kalau nggak lagi traveling ya di rumah Tante Karin" jawabku berusaha merapikan baju-bajuku yang berserakan. Kasihan bajuku sudah kena marah aja sama kanjeng ratu.
"Kamu jarang ngepel ya?, Ini lantai seperti di beri lem. Lengket!" Komentar mamah lagi, sambil memainkan kakinya di lantai.
Tadi Papah langsung masuk kamar mandi setelah masuk apartemenku, katanya badannya sudah lengket. Jadilah tidak ada yang bisa membela aku saat ini.
Tidak mau mambil pusing, semua yang menurut Mamah tidak tepat atau berantakan, semuanya aku bersihkan. Mulai dari mengepel, menyuci piringku yang menumpuk, memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci dan terakhir aku akan pergi ke supermaket depan gang.
"Aku pergi belanja dulu deh mah. Aku pergi ya" pamitku segera bergerak keluar sebelum mendengar jawaban Mamah. Sedikit kesel dengan semua perkataannya yang menusuk hati.
Mamah itu sebenarnya sangat penyayang, tapi Mamah juga punya sisi yang sangat tegas, karna ketegasannya itu, tidak jarang aku dan Mbak Rita terkena semprotannya. Belum lagi Papah yang juga harus menerima hal-hal ajaib Mamah yang tidak terduga.
Walau begitu Mamah adalah ibu yang sangat sempurna menurut kami di balik itu semua, di balik ketegasan Mamah terdapat perhatian yang tiada tara. Dia akan sangat tegas jika berhubungan dengan pola makan kami, kebersihan, kesehatan, belum lagi tentang pasangan. Mamah akan sangat tegas kalau masalah pendamping hidup untuk aku dan Mbak Rita.
Dulu Mbak Rita merasakan itu, banyak pria yang ditolak Mamah dengan berbagai alasan, hingga Mbak Rita memiliki pemikiran untuk tidak menikah, karna semua pacarnya di tolak mentah-mentah oleh Mamah. Hingga tiba-tiba Mbak Rita meminta di jodohkan saja, dan kepada siapa saja. Jika di ingat-ingat hubungan percintaan Mbak Rita dulu tak pernah berjalan lancar. Itu juga yang menjadi alasanku untuk tidak berhubungan, takut tidak sesuai seperti yang dinginkan Mamah dan berakhir aku yang kecewa.
Aku memilih membawa motor maticku. Motor pertama yang aku beli dengan jerih payahku saat kuliah dulu, dengan uang hasil penjualan novel pertamaku.
***
Kuparkirkan motorku di parkiran khusus roda dua. Kuteruskan jalanku masuk supermarket. Ini adalah supermarket langgananku karna jaraknya yang dekat dengan apartemen dan sangat lengkap menjadi daya tariknya.
Saat aku berjalan ke arah sayur sayuran aku melihat seseorang yang...
"Mas Tama!!" Teriakku kuat sambil mengerakkan tanganku menyapanya yang sekitar 5 meter dariku, tidak lupa dengan senyum lebarku. Entah mengapa aku sangat senang jika bertemu Mas Tama di luar seperti ini. Jika bertemu dengan Mas Tama di rumah itu sangat susah, belum lagi Mas Tama ini tipekel pria kaku, irit bicara ditambah wajah datarnya itu, membuat aku takut takut salah bicara.
"Mas lagi ngapain?" Tanyaku basa-basi sambil memperhatikan rak di depan Mas Tama, agar tau dia sebenarnya ingin membeli apa. Tapi aku jadi bingung sendiri mengapa Mas Tama berada di depan rak penuh dengan berbagai merek dan ukuran pembalut?
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Banget Ini?!
ChickLitBaru setahun ngerasa hidup ini punya aku sendiri, baru setahun ngerasa sebebes ini, baru setahun ngerasa susahnya hidup mandiri, baru setahun. setahun saudara-saudara, SETAHUN!. Dan... sekarang... Aku harus dipusingin dengan berbagai pertanyaan yang...