VIII

88 18 24
                                    

Sampai sekarang aku masih tidak mengerti dengan semua ini. Perkataan Mamah kemarin di rumah Mbak Rita, yang meminta aku agar tampil cantik karna akan bertemu seseorang.

Lihatlah, aku sudah tampil cantik sekarang. Bukan, maksudku tidak malu-maluin lah, dan sekarang Mamah malah mengajak aku ke salah satu cabang restoran Mas Galih. Mau bertemu siapasih, tolong beritahu aku.

"Loh Rachita?" Mas Galih yang tadinya hanya ingin melintas, menghentikan langkahnya, ternyata dia melihatku dan Mamah. Tumben sekali dia ada disini, biasanya dia akan berada di pusat restorannya.

"Eh, Mas Galih. Apa kabar Mas? Udah jarang ketemu kita" memang, setelah hari dimana Tante karin berulang tahun, aku sudah tak pernah lagi bertemu Mas Galih.

"Heheheh, baik kok Mas,ra. Kebetulan lagi banyak kerjaan jadi jarang mampir kerumah Tante Karin" jelas Mas Galih seadanya. Aku hanya mengangguk mengerti.

"Ini Mamah kamu, ra?. Mas nggak mau di kenalin?" Tanya Mas Galih memperhatikan Mamah sambil tersenyum ramah.

"Eh, sampai lupa. Iya Mas, ini Mamah Rachita, Mah, ini Mas Galih, sepupunya Mas Tama" aku sampai lupa akan kehadiran Mamah. Ini semua gara-gara Mas Galih yang alihkan semua perhatianku, ganteng sih!.

"Galih Tante, sepupunya Tama" Mas Galih mengulurkan tangannya yang disambut Mamah cepat, dibarengi wajah penasaran Mamah. Biasa, Mamah nggak bisa liat yang ganteng dikit.

"Kamu kok nggak pernah cerita Chit, kalau Tama punya sepupu yang nggak kalah ganteng?" Tanya Mamah sambil tersenyum lebar. Entah apa maksudnya, aku tidak peduli.

"Gimana mau cerita. Kalau ketemu Mamah, Mamah selalu yang ngomong, nggak ada kesempatan aku buka suara" sindirku pada Mamah yang terlihat bisa saja, mungkin Mamah sudah sadar kalau selama ini Mamahlah yang selalu bicara, tampa mempedulikan orang lain.

"Silahkan duduk Tante. Mau pesan apa?"

"Tadi sudah pesan kok, Mas" jawabku yang di angguki Mas Galih.

"Mau makan aja, atau mau ketemu orang, ra?" Tanya Mas Galih padaku sambil bergerak bersiap menduduki salah satu kursi kosong di mejaku dan Mamah.

"Eh, aku belum izin,Tan. Aku boleh dudukkan?" Sepertinya Mas Tama masih sedikit canggung pada Mamah, bagaimana tidak canggung, Mamah yang sedari tadi tidak mengalihkan pandangannya dari Mas Galih.

"Boleh dong, pasih yang nggak boleh sama kamu" eh, apa-apa nih?, Kok Mamah jadi berubah genit gini.

"Mamah kok bicaranya gitu? Genit banget" aku kok jadi geli sendiri yah?. Ini nih kanjeng ratu, kalau marah nggak bisa terkontrol begitu juga kalau sudah ketemu pria ganteng. Mudah-mudahan aku tidak seperti Mamah jika sudah tua nanti.

Aku jadi berfikir, apa Mamah juga melakukan hal yang sama saat bertemu dengan Mas Tama untuk pertama kalinya. Mas Tama kan lebih tampan.

"Heheheh, ita Tante" jawab Mas Galih canggung. Sangat tampak, dengan dia yang menggaruk leher belakangnya. Mamah-mamah bisa aja bikin Mas Galih canggung. Selama mengenal Mas Galih, aku sama sekali tidak pernah melihat tingkah Mas Galih yang satu ini. Ini sangat lucu, kasihan Mas Galih.

Mas Galih itu bertolak belakang dengan Mas Tama. Jika Mas Tama terlalu kaku, Mas Galih akan sangat aktif, jika Mas Tama tidak suka makanan pedas, maka Mas Galih sangat suka makanan pedas, jika Mas Tama gila kerja, maka Mas Galih tidak ingin bekerja, aku yakin Mas Galih bekerja karna memang itu kewajiban seorang pria untuk berkerja, kalau tidak dia mana mau bekerja. Cuma satu kesamaan meraka berdua, suka olahraga, itu sebabnya mereka berdua memiliki tubuh tinggi dan bagus.

Drett...dret...drett..

"Eh, ada telfon Tan,Ra. Aku duluan dulu yah, masih ada kerjaan di pusat resto"

Aku Banget Ini?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang