XI

93 14 9
                                    

🎶Ku melihat ada tenda biru🎶

🎶Dihiasi indahnya janur kuning🎶
🎶Hati bertanya, "Pernikahan siapa?"🎶

🎶Tak percaya tapi ini terjadi🎶
🎶Kau bersanding duduk di pelaminan🎶
🎶Air mata jatuh tak tertahankan🎶
🎶Kau khianati cinta suci ini🎶

"Mas emang selera musik kamu lagu-lagu lama yah?" Sedari masuk mobil Mas Tama hingga sekarang, musik yang terus terputar rata-rata lagu-lagu lama, seperti bintang kehidupan, kupu kupu kertas dan sekarang Tenda biru.

Aku baru sadar, hampir sepuluh tahun mengenal Mas Tama aku tidak terlalu tau selera musiknya. Dulu aku sering memergoki Mas Tama sedang bermain gitar, tapi hanya bermainnya saja tidak untuk bernyanyi.

Seingatku walau hanya memainkan gitar tidak ikut menyanyi, tapi aku tau lagu-lagu apa yang sedang di mainkannya, dan kurasa lagu-lagu yang dimainkan Mas Tama cukup populer pada masa Mas Tama, mengapa sekarang sangat melenceng?. Walau lagu-lagu lama masih tetap populer hingga kini.

"Kamu tidak suka?" Tanya Mas Tama melirik ke arahku dengan sesekali memalingkannya melihat ke arah jalan.

"Nggak apa-apa kok Mas, lagian lagunya enak. Bagus, aku juga suka dengarnya" jawabku dibarengi senyuman. Jujur aku jarang mendengar musik, aku lebih suka denger irama musik saja tampa ada nyanyian. Suka iri soalnya sama suara mereka yang bagus, lah suara aku bikin gendang telinga Mas Tama retak itusih kata Mas Tama dulu, jadi aku suka takut nyanyi didepan Mas Tama.

"Yah udah denger aja nggak usah nanya-nanya, lagian kamu juga suka dengernyakan"

"Iya iya nggak nanya lagi deh aku Mas" aku memilih diam saja, aku tidak akan bisa menang melawan bibir tebal Mas Tama yang super tajam itu. Suka nggak tahan juga denger suara berat Mas Tama, bisa bikin aku meleleh.
Walau perkataan yang keluar itu bikin sakit hati, tapi suara yang mengirinyi kata itu bisa buat aku jantungan.

Entah mulai kapan aku merasakan ini. Suka takut menatap mata Mas Tama lama, nggak tahan denger suara berat seksi Mas Tama, suka linglung kalau lihat Mas Tama rapiin rambutnya, suka bengong lihat Mas Tama yang jalan super tegap berwibawa. Pokoknya semua yang dilakukan Mas Tama bikin aku kehilangan semua muatan otak dan cuma ada Mas Tama didalam otak aku. Nggak tau apa maksudnya, aku kaya di hipnotis gitu.

"Kerjaan Bunda" dua kata itu membuat aku yang emang punya kapasitas otak di bawa rata-rata bingung tujuh turunan.

Melihat aku yang hanya melihat Mas Tama bengong dengan mulut yang di buka sedikit, membuat Mas Tama menghela napas, mungkin Mas Tama tau kalau aku nggak ngerti. Gimana nggak ngerti tiba tiba bilang 'kerjaan Bunda'. Kante karin kerja lagi? Maksudnya?

"Ulah Bunda. Kemaren Bunda bawa mobil saya nggak taunya udah begini aja. Semua musik saya hilang di gantiin sama lagu koleksi Bunda" jelas Mas Tama yang aku jawab dengan anggukan panjang. Aku baru ingat kemaren itu Tante Karin pinjem mobil Mas Tama mau shopping katanya.

"Kok nggak Mas Ganti lagi?"

"Nggak sempat, lagian lagunya juga bagus" aku hanya mengangguk mengerti.

Setelahnya hanya suara musik yang terus berputar, menemani perjalanan kami ini.

"Nggak mau keluar Ara?. Ara!"

"Eh, aduh maaf Mas aku melamun. Ehehehh" karna terlalu menghayati lagu Jangan ada dusta di antara kita - Broery Marantika dan Dewi Yull, membuat aku terbawa suasana jadi lupa kalau aku masih di mobil Mas Tama sekarang.

"Udah tau. Nggak mau turun?" Tanya Mas Tama lagi. Dasar nggak sabaran aku jugakan lagi berjuang buat sadar dari lamunan dan keterkejutan.

"Iya ini aku juga mau keluar Mas nggak sabaran banget sih. Yang sabar Mas biar ada perempuan yang mau sama Mas!" Eh, aku kok jadi sewot gini yah. Aduh Rachita kamu kenapasih, lihat tuh muka Mas Tama udah nggak enak dipandang.

"Kamu kok jadi bawa-bawa masalah kesabaran saya?" Tanya Mas Tama menatap aku tidak selo. Aduh salah ngomong aku, Tante bantu aku! Gimana caranya menenangkan anak bujanganmu ini. Aku hanya bisa meminta tolong dalam hati, nggak bisa jawab lagi. Arkhhh...

"Heheheh... Maaf Mas nggak maksud nyinggung kok, lagian Mas nggak sabaran" kugaruk leher belakangku bingung, aku hanya bisa membela diri, emang Mas Tama kerjaannya bikin aku emosi.

"Yasudah, tidak usah diperpanjang lagi" final Mas Tama membuat aku berbafas lega. Aku bersiap siap turun dari mobil. Sepertinya kami sudah lama sampai, tapi karna aku melamun membuat waktu Mas Tama terbuang sia-sia. Maaf yah Mas.

"Tunggu dulu!"

"Eh, iya Mas?" Aku kaget, saat satu kakiku akan menyentuh tanah, tiba-tiba Mas Tama mencekal tangan kananku menghambat pergerakanku untuk turun. Tadi nyuruh-nyuruh cepet turun, sekarang malah ditahan, apasih maunya.

"Besok ada waktu nggak?" Waktu? Maksudnya Mas Tama, waktu kosong aku?. Suka bangetsih ngomong setengah-setengah aku jadi nggak ngertikan. Dasar Mas Tama kaku!.

"Kalau ngomong jangan setengah-setengah Mas! Aku nggak ngerti maksudnya Mas itu apa" kataku kesal, sudah berulang kali aku bilang pada Mas Tama agar tidak menggantung kalimatnya, selalu saja di ulang apa nggak buat emosian.

"Besok ada waktu kosong nggak?, Saya mau ajak kamu nonton" kubelalakkan mataku kaget. Tumben banget si manusia kaku ini mau ngajak nonton. Biasanya sibuk dirumah sakit nggak pulang-pulang.

"Mas kenapa?, Tumben banget ngajakin aku nonton?" Tanyaku senyum-senyum sendiri.

"Nggak usah senyum-senyum kamu!" Seketika lenyap sudahlah senyum mempesonaku, sudah senang di ajakin nonton tapi langsung di buat kesel. Nggak bisa buat aku seneng agak lamaan Mas?.

"Ada, emang Mas Nggak kerjaan di rumah sakit?" Tanyaku malas, lebih tepatnya pura-pura malas. Jangan sampai Mas Tama tau kalau aku sangat senang di ajak nonton. Aku sudah sangat bosan di apartemen, rasanya tulang-tulangku sudah mulai membusuk karna tidak pernah di ajak jalan-jalan.

"Kalau saya ada kerjaan mana mau saya ajakin kamu nonton. Saya jemput jam 2 siang harus udah rapi!" Anggukku menahan senyum. Walau kalimatnya kalimat perintah dan tidak enak di dengar, tapi entah mengapa aku sangat senang.

"Kenapa tiba-tiba ajakin aku nonton Mas?" Tanyaku lagi penasaran. Mas Tama ini manusia kaku yang gila kerja, setan apa yang merasukinya sampai mau ajakin aku nonton coba.

"Alasan saya tidak penting. Saya cuma mau yakinin kamu kalau saya itu pantas buat bersanding dengan kamu"

Untuk sekian kalinya aku dibuat tidak bergeming oleh perkataan Mas Tama ini. 'Bersanding dengan kamu', ahhhh aku kok tiba-tiba goyang gini yah pertahanannya. Papah Rachita nggak tahan sama Mas Tama. Mas Tama buat anak Papah ini nggak bernapas.

"Nggak usah terpesona sama saya! Gih keluar!" Ihhh dasar, udah keluarkan sifat nyebelinnya.

"Siapa yang terpesona? Aku cuma heran aja Mas---"

"Nggak usah di jelasin saya sudah tau apa yang mau kamu bilang" aku hanya bisa menghela napas panjang, mengupulkan kesabaran yang sepuluh tahun ini aku tabung.

"Yah udah deh. Aku keluar dulu, Mas Hati-hati di jalan" aku keluar dari mobil Mas Tama dengan wajah cemberut khasku.

Bunyi klakson Mas Tama menjadi tanda kepergian Mas Tama, mobilnya melaju cukup pelan sampai tidak lagi dapat terjangkau penglihatanku.

"Kenapasih kerjaannya bikin aku terbang tinggi terus langsung jatuhin ke dasar gitu aja?" Monologku tersenyum membanyangkan wajah tampan Mas Tama.

***

Jangan lupa tinggalin jejak kalian guys, vote and komen.

Maaf lama upnya soalnya lagi ujian jadi ga pernah buka wattpad lagi, Hhehehe.

Follow juga akun wattpad author yah😊

Dadah...

Aku Banget Ini?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang