"Kalau memang tidak cocok Mas, yah silahkan kalian memutuskan hubungannya. Bunda cuma merasa kalian cocok, hmm?" Bujuk Tente karin pada Mas Tama yang memperhatikanku sedari tadi. Terlalu bingung dengan situasi ini membuat aku tak sadar, Mas Tama selalu melihat ke-arahku.
"Ya sudah, Mas sih terima aja Bun, Tante. Sekarang Tama serahin ke Ara aja"
***
Setelah Tante Karin dan Mamah mengatakan apa maksud dari pertemuan itu, yang super-super gila, aku sama sekali tidak selera makan.
Setelah pulang dari sana, yang berakhir semua orang akan menunggu jawabanku, ternyata Mamah tak mau membiarkan semuanya selesai dengan mudah. Mamah tiba-tiba saja mengatakan akan pulang dengan Tante Karin karna ada janji sebelumnya, padahal aku bisa melihat ekspresi Tante Karin yang bingung dengan perkataan Mamah.
Dan apa jadinya? Aku harus diantar pulang oleh Mas Tama yang jelas-jelas tidak mengeluarkan sedikitpun kata dari bibir tebalnya itu. Satu hal yang bisa aku gambarkan dengan pertemua tadi, terlalu gila!.
Sedaritadi kebisuan antara aku dan Mas Tama terus berlanjut. Mobil Mas Tama ini seperti hanya berjalan ampa ada orang didalamnya, hanya deru mobil ini dan mobil lainnya yang terdengar.
"Mas, nggak mau kasih penjelasan dari pernyataan Mas tadi?" Sudah. Aku sudah tidak tahan lagi ingin menanyakan ini. Kebisuan ini membuat aku mual.
"Penjelasan apa, ra?" Tanya balik Mas Tama yang sama sekali tidak melihatku, dia sangat fokus ke jalan.
"Penjelasan kenapa Mas setujulah!. Mas kenapa tiba-tiba setuju gitu ajasih?" Aku sudah sangat emosi, Mas Tama ini sangat menyebalkan. Dasar manusia kaku!.
"Nggak usah teriak-teriak Ara! Saya nggak ada alasan buat nolak, kenapa saya harus menolaknya?" Santai benget ngomongnya yaampun.
"Ih, kok gitusih Mas? Masa nggak ada alasan kenapa Mas tiba-tiba setuju gitu aja"
"Emang tidak ada alasannya, Ara" Aku hanya bisa menghela napas, lelah dengan sikap Mas Tama ini.
Tak mau memperpanjang masalah, aku memilih diam saja. Jika aku melanjutkan menuntut alasan mengapa Mas Tama menerima permintaan Mamah dan Tente Karin, kujamin dia akan terus membalas dengan sangat santai dan aku tidak akan bisa membalasnya.
Kuperhatikan Mas Tama. Pria tampan yang sepuluh tahun ini selalu membuat aku jengkel, sekarang benar bener membuat aku murka. Kadang aku berfikir, mengapa Mas Tama memiliki sifat seperti ini?, Tante Karin itu sangat lemah lembut, Om Dante juga orangnya sangat ramah, lalu mengapa Mas Tama berbeda?.
Pria dengan tubuh tinggi, kulit yang tidak terlalu putih di tambah dengan bentuk tubuhnya yang kekar, belum lagi rahangnya yang tegas, hidung mancung, alis tebal, mata tajam dan yang paling tidak bisa membuat aku memalingkan mataku jika berbicara dengan Mas Tama, bibir tebalnya. Bibir yang padat tebal membentuk lekukan sempurna. Ah, sangat seksi.
Berapa banyak dokter-dokter cantik yang menyukainya, suster yang selalu melihatnya di rumah sakit, dan satu lagi, pasien-pasien Mas Tama, karisma Mas Tama tidak bisa terelakkan. Jujur aku juga tertarik dengan ketampanan Mas Tama, bahkan bibir tebalnya itu sudah membuat aku berfikir kemana-mana.
Langsung saja aku melihat ke arah luar, merutuki diri sendiri yang sempat-sempatnya mengagumi ketampanan Mas Tama.
"Sudah sampai, Ra" ujar Mas Tama memberitahu kalau kami sudah sampai, dan benar saja mobil Mas Tama sekarang sudah terparkir rapi di sebrang jalan apartemenku.
Mas Tama memang sering menurunkan aku di pinggir jalan seperti ini, katanya sih membuang-buang waktunya saja jika mengantarkan aku tepat di depan gedung. Aku do'akan suatu saat mobil Mas Tama ditilang karna berhenti disembarang tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Banget Ini?!
ChickLitBaru setahun ngerasa hidup ini punya aku sendiri, baru setahun ngerasa sebebes ini, baru setahun ngerasa susahnya hidup mandiri, baru setahun. setahun saudara-saudara, SETAHUN!. Dan... sekarang... Aku harus dipusingin dengan berbagai pertanyaan yang...