Part 25

38 3 0
                                    

Hari pertama MPLS. Dan aku kini dihadapkan dengan puluhan siswa yang bandelnya akut. Udah datang telat, ngeledek pula. Bayangkan, aku masuk kelas anaknya cuma 4 yang lain nyusul. Dibilangin cuma senyam-senyum, yang lainnya malah asik sendiri.

Aku paling gemes sama satu cowok yang duduk paling depan. Masa aku ngomong panjang lebar dia malah asik nge-game? Pengen rasanya aku seret keluar aja, tapi aku tidak boleh bahkan untuk sekedar bicara kasar.

"Assalamualaikum, Kak!"

Aku menoleh ke arah pintu. Langsung ku dapati Andra berdiri di sana.

"Wa'alaikumsalam. Ada apa, Kak?"

"Kamu dipanggil Irfan, disuruh ke ruang OSIS sekarang." Jawab Andra begitu laki-laki itu sudah sampai di depanku dengan suara pelan tentunya.

Aku mengangguk. Langsung saja aku meminta Andra memperkenalkan diri. Sama seperti sebelumnya, tidak ada tanggapan. Yang nyaut aja nggak ada.

"Kalau begitu, saya tinggal dulu, kalian sama Kak Andra. Kalau mau nanya-nanya bisa sama Kak Andra."

Tidak ada respon apapun. Aku bersyukur Irfan meminta ku ke ruang OSIS. Setidaknya aku akan bebas dari kelas itu.

"Kenapa, Fan?" Tanyaku begitu aku sampai di ruang OSIS.

"Tolong kamu buat proposal buat acara MOGD!"

"Jadi aku nggak balik ke kelas?"

"Nggak usah. Kelas kamu biar diurus yang lain. Kalau butuh bantuan telepon aku, aku bawa HP."

"Oke."

"Aku tinggal dulu ya? Mau ngecek anak-anak." Pamit Irfan sebelum laki-laki itu meninggalkan ku di ruang OSIS sendiri.

Aku mengambil laptop kesayanganku yang selalu ku bawa di tasku dan flashdisk putih yang menyimpan semua data yang menyangkut OSIS. Langsung saja aku mengerjakan tugasku.

Waktu berjalan cepat namun aku bahkan belum selesai membuat pendahuluan. Hingga suara pintu terbuka mengambil alih fokusku. Ku pikir Irfan, tapi ternyata Zidan yang masuk ke ruang OSIS.

"Aku kira Irfan."

"Ngapain kamu nyariin Irfan?"

"Kali aja bisa bantuin mikir. Biar aku nggak pusing sendiri."

"Sabar ya." Ucap Zidan dengan tawanya.

"Eh HP kamu ada yang telepon tuh!" Seru Zidan lagi sambil menunjuk ponselku yang tergeletak mengenaskan di samping laptopku yang menyala.

Wajar saja kalau aku tidak menyadari bahwa ada panggilan masuk, karena ponselku dalam mode silent. Aku sengaja menonaktifkan suaranya ketika di sekolah agar tidak mengganggu.

Aku mengernyit heran melihat nama Rayhan terpampang di layar ponselku. Mau apa lagi dia? Ku pikir dia sudah tidak menyimpan nomor ponselku karena sudah beberapa bulan lebih menghilang begitu saja.

"Apa kabar, Ara?" Pertanyaan itu yang pertama kali ku dengar begitu aku menggeser tombol hijau pada layar ponselku. Rupanya laki-laki itu masih peduli dengan keadaanku.

"Baik. Tumben telepon. Ada apa?"

"Pengen aja."

"Sya, pinjam pulpen dong!" Pinta Zidan yang membuat ku beralih memandangnya.

"Kenapa, Dan?"

"Kamu ngomong apa, Ra?" Tanya Rayhan yang sepertinya salah mengira aku bicara dengannya.

"Enggak, bukan kamu."

"Pinjam pulpen, Arasya!"

"Ambil aja di tas!"

Perjalanan Cewek STMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang