Part 19

39 2 0
                                    

Aku dan ketiga temanku kini berada di kantin. Kami memilih tempat pojok setelah memborong beberapa makanan di kantin buat teman ghibah. Setelah kejadian di kelas tadi, aku dan teman-temanku memilih kabur ke kantin mengingat tidak ada tugas dan lagi pula guru setelahnya jarang mengajar. Ngerjain tugas di kantin ditemenin makanan sambil ghibah kan enak. Lagian anak di kelas kan biasanya cuma nyalin jawabanku, kalau aku kabur mau nggak mau mikir sendiri dong.

"Kayaknya anak-anak sekarang tambah susah diatur! Beda banget sama dulu waktu baru masuk." Komentar Maya.

Iya, kita kalau ghibah palingan cuma ghibahin temen sekelas. Sama yah, mungkin anak kelas sebelah yang kalau ngomong nggak ada filter-nya.

"Biasa kan? Kalau baru kenal pencitraan dulu, lama-lama baru kelihatan aslinya gimana." Benar bukan pendapatku?

"Tapi ini mereka kelewatan banget! Masa dibilangin guru nggak ada takut-takutnya malah jawab?" Kayla pun turut menambahkan pendapatnya.

"Lama-lama males di kelas!" Tambah Asyifa.

"Wah! Ini kok malah di sini semua, emang yang ngajar siapa?" Tiba-tiba suara khas Pak Rino, guru olahraga kelasku menginterupsi.

Kami berempat seketika menunjukkan cengiran kaku. Ternyata Pak Rino tidak datang sendirian. Ada beberapa guru yang datang bersamanya termasuk Pak Amar, guru matematika yang akan mengajar jam berikutnya. Agak heran juga sih, biasanya jarang masuk dan 2 pertemuan sebelumnya juga masuk. Aku pikir hari ini tidak.

"Harusnya Pak Lukman. Ini cuma dikasih tugas." Jawabku singkat tapi sopan. Nggak bisa basa-basi aku tuh.

"Enak ya itu ngerjain tugas sambil makan sampai mejanya penuh?"

"Banget, Pak. Daripada di kelas ribut nggak bisa konsen gitu."

"Habis ini pelajaran saya kan?" Tanya Pak Amar ikut menyahut.

"Iya, Pak. Izin masuk telat ya, Pak? Ngabisin makanannya dulu, dari pada dibawa ke kelas malah nyampah jadinya." Jawab Asyifa sekalian negosiasi. Guruku itu memang paling pro sama murid.

"Iya, nggak usah balik juga nggak apa-apa. Saya juga nggak masuk kelas. Ngopi di sini sekalian aja." Sudah ku bilang bukan?

"Sip deh, Pak. Tapi kita udah ketinggalan materi sama kelas sebelah, Pak. Kapan pinternya coba?" Keluhku.

"Kelas sebelah sampai mana?"

"Katanya udah selesai pembahasan semester ini."

"Udah nggak ada pelajaran berarti?"

"Nyicil pengenalan materi kelas 12. Kemarin dikasih tau temen."

Iya, aku dapat informasi itu dari Zidan. Aku sering tukeran soal sama dia meskipun ujung-ujungnya aku juga yang nyelesaiin. Tau sendiri kan cowok kalau udah ngopi sama nge-game gimana? Bisa sampai lupa kalau masih hidup.

"Tau kan materinya apa aja?"

"Tau. Tapi masih kurang paham."

"Kamu ngejar materi sendiri kan bisa, nanti kalau ada yang kesulitan tanyakan ke saya. Temen-temen kamu kalau ada yang tanya kamu ajarin nanti. Besok kamu temui saya, saya kasih soal sekalian rumusnya."

Udah nggak kaget sih aku. Guruku ini kalau ngajar cuma aku doang yang diajarin, yang lain cuma makmum. Kalau mau tanya aku kasih tau, kalau enggak ya dibiarin aja ngerti nggak ngerti.

"Yang tadi terlambat udah di sini aja!" Seru Marva yang tiba-tiba masuk kantin bersama pasukannya. Adik kelas yang satu itu benar-benar. Apa tidak lihat ada beberapa guru di sini?

"Diam kamu!"

"Biarin, wle..." jawabnya sambil menjulurkan lidah mengejek ku. Menyebalkan.

"Arasya telat lagi tadi?" Tanya Pak Rino. Guru itu memang sudah berkali-kali memergoki ku terlambat. Tapi yah, mana tega hukum kaum minoritas kesayangan para guru? Beruntung aku nggak pernah barengan gengnya cowok-cowok, tega nggak tega kan harus dihukum.

"Mau gimana lagi doang, Pak, kayaknya emang udah takdir!"

"Makanya belajar bangun pagi!"

"Kalau dia bukan masalah bangun kesiangan, Pak, hidupnya aja terlalu santuy!" Sahut Kayla yang mengundang tawa penghuni kantin.

"Gini-gini belum pernah dihukum, dari pada kamu!" Ucapku sombong.

Aku memang sama sekali belum pernah dapat hukuman. Lain lagi dengan ketiga temanku, ada aja alasan buat kena hukuman. Yang paling sering Kayla, entah karena terlambat atau hal-hal lainnya yang aku sendiri pun biasa melakukannya. Temanku itu emang paling apes.

"Pengen banget dihukum kayaknya? Bilang sama saya kalau mau dihukum!"

"Enggak deh, Pak."

🔧🔧🔧

Bel pulang yang berbunyi membuat semangat penghuni sekolahku. Jiwa-jiwa liar mereka seketika menghambur. Berbagai teriakan serta suara klakson di parkiran hingga gerbang terdengar memekakan telinga.

Aku sendiri yang tidak menyukai keramaian dan suara berisik memilih menunggu di ruang OSIS bersama Asyifa sampai suasana lebih lenggang. Keadaan di ruang OSIS yang mengenaskan membuat ku dan Asyifa berkali-kali mengeluarkan kata-kata kasar. Sampah serta gelas bekas kopi yang selalu menjadi teman bolos penghuni ruangan ini selalu menjadi sambutan setiap kali memasuki nya.

"Rajin amat kalian!" Seru salah satu dari kedua orang yang baru saja masuk ke ruangan ini. Aryan dan Zidan.

"Nggak usah bacot! Bantuin sini jangan cuma bisa nyampah!" Nada memerintah Asyifa memang tidak akan ada yang bisa membantah terlebih ketika kesal seperti ini.

Aryan dan Zidan dengan penuh penyesalan karena datang di waktu yang tidak tepat terpaksa menuruti perintah Asyifa yang meminta keduanya membuang sampah. Teman-temanku di sini memang punya tanggung jawab tinggi, selain masalah bersih-bersih sama baperin cewek. Untuk kedua hal itu mereka emang paling bangsat.

Satu hal yang sampai sekarang tidak ku mengerti. Katanya pesona cowok STM itu luar biasa. Tapi luar biasanya dari mana? Dari gerbang masuk sampai gerbang belakang belum pernah aku ketemu cowok yang bikin aku kagum. Semuanya biasa aja, nggak ada keren-kerennya.

Oke, back to topic!

Membersihkan ruang OSIS tidak membutuhkan waktu yang lama tapi cukup menguras tenaga. Terlebih ada Zidan dan Aryan yang bisa disuruh-suruh.

Kami berempat memutuskan untuk pulang setelah ruangan yang menjadi markas kami itu bersih. Suasana sekolah sudah sangat sepi. Hanya ada 2 motor yang terparkir di parkiran yang tidak lain milik Aryan dan Zidan. Asyifa dijemput dan sudah ditunggu di depan gerbang.

"Kamu pulang sama siapa, Sya?" Tanya Zidan yang mungkin menyadari motorku tidak ada di parkiran.

"Sama motor."

"Motor kamu mana?"

"Aku titipin di rumah yang ada di sebrang jalan."

"Terlambat lagi kamu?"

"Iya, hehe...."

"Dari pagi ngapain aja sih kok bisa telat padahal bangunnya subuh? Nggak habis pikir aku sama kamu."

"Aku aja nggak ngerti apa lagi kamu."

"Mau dianterin nggak ngambil motornya?"

"Nggak usah, jalan aja. Hitung-hitung olahraga."

Biasanya kalau lagi males jalan emang suka minta dianterin. Padahal cuma di sebrang jalan. Tinggal jalan dari parkiran, ngelewatin gerbang, nyebrang jalan, sampai. Tapi kadang jiwa-jiwa malesnya lagi ngumpul, apalagi pulang sekolah lumayan panas.

Jadi sekolahku ini pulangnya jam 2 siang. Kebayang kan jam 12 sampai jam 2 siang itu cuacanya masih panas-panasnya. Apalagi kalau habis produktif, dikurung di bengkel seharian, ngangkat ini-itu, bongkar-pasang, seragamnya juga lumayan panas.

Perjalanan Cewek STMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang