Part 31

25 3 0
                                    

Malam semakin larut. Namun lagi-lagi mataku belum bisa terpejam. Berbagai ucapan orang-orang mengenai kehidupanku kembali terngiang. Apa aku seburuk itu?

Ah aku benci ketika orang-orang yang tak berurusan dengan ku ikut mencampuri kehidupanku. Memangnya siapa mereka? Tau apa mereka? Mereka hanya bisa bicara tanpa mau tau faktanya.

Tapi mereka berhasil. Mereka berhasil membuat ku bimbang. Mereka berhasil membuat langkahku gamang. Mereka berhasil menjadi mimpi burukku. Ah, siapa sangka cewek dengan muka datar yang tidak pernah terlihat peduli dengan perkataan orang ini sebenarnya hancur karena perkataan orang?

Air mata mengalir begitu saja. Aku benci harus selemah ini. Tapi aku lelah terlihat kuat di mata orang-orang. Aku lelah. Ini sudah kesekian kalinya aku mendapati kalimat seperti itu. Rasa sesak itu bertambah ketika mengingat orang terakhir yang mengucapkan kalimat itu. Temanku. Seseorang yang pernah membuat ku merasa diterima.

Yang ada dalam pikiranku saat ini hanyalah menghubungi Zidan. Beruntung laki-laki itu belum tidur.

"Kenapa, Sya? Udah malam kok nggak tidur?"

"Nggak bisa tidur."

"Lagi? Mikirin masalah tadi?"

"Iya. Aku nggak bisa ngelepasin pikiran-pikiran itu."

"Cerita aja!"

"Tadi pagi temenku nelepon aku. Awalnya basa-basi biasa. Tapi makin lama ucapannya semakin menjatuhkan. Selalu seperti itu. Dia bilang aku murahan, nggak punya masa depan, yah, intinya aku tuh nggak ada baik-baiknya sama sekali."

"Teman kamu yang bilang gitu?"

"Iya."

"Kok segitunya ya?"

"Nggak ngerti juga aku. Emang aku kayak gitu ya?"

"Menurutku enggak. Nggak usah dipikirin, mungkin dia cuma bercanda. Aku juga kalau ngomong ke kamu apa pernah baik? Enggak kan?"

"Tapi kan nggak sampai gitu juga, Dan."

"Iya sih. Itu kelewatan. Tapi beda orang, beda sifat, beda pemikiran juga. Mungkin cara dia bercanda emang kayak gitu."

"Kamu temenan sama dia udah berapa tahun?" tanyanya kemudian.

"Lima tahun lebih."

"Nah, udah lama banget itu. Jangan sampai cuma karena masalah kayak gini kamu kehilangan temen kamu."

Gini nih yang bikin aku nyaman cerita sama Zidan. Kalau cerita sama temenku yang lain pasti malah ikutan emosi. Tapi Zidan enggak. Dia tetep ngingetin aku buat berpikir dengan kepala dingin.

"Udah malam, Sya. Tidur aja! Matiin HP kamu, lupakan kejadian itu setidaknya untuk malam ini biar kamu bisa tenang, lebih bagus lagi kalau kamu lupakan seterusnya. Ingat, masalah itu proses pendewasaan. Harusnya bisa bikin kamu kuat bukan malah jadi lemah."

Zidan benar. Masalah itu proses pendewasaan. Aku harus bisa mengambil sisi positif dari semua ini bukan malah larut di dalamnya. Aku harus bisa merubah kata "Kamu nggak akan mampu, Arasya." menjadi kata "Kamu hebat, Arasya, kamu bisa!"

Sesekali aku harus sombong pada diriku sendiri. Bukan sombong dalam artian membanggakan diri sendiri, tapi membuat argumen positif untuk membangun kepercayaan diri.

***

Sejak hari itu kepercayaan diriku kembali bangkit. Tekadku semakin bulat. Aku harus bisa mematahkan semua ekspektasi orang-orang. Aku harus membuktikan bahwa aku tidak seburuk itu. Sesulit apapun itu aku harus bisa.

Perjalanan Cewek STMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang