Part 27

40 3 0
                                    

Prakerin sendiri nyatanya lebih baik. Aku tidak benar-benar sendiri. Ternyata ada beberapa murid di sekolahku yang prakerin di tempat yang sama. Mungkin sebelumnya mereka asing bagi ku, tapi lama kelamaan aku bisa berbaur dengan mereka.

Kini aku sedang membersihkan komponen dengan mereka. Tidak ada hari tenang selama aku bersama mereka. Setiap detik selalu diisi keributan yang bahkan tidak jelas mulanya.

"Cewek kayak kamu kok bisa masuk STM sih?" Tanya Rizal, cowok yang tampangnya kalem tapi kelakuannya gila.

"Kan nggak ada aturan cewek nggak boleh masuk STM."

"Maksudnya bukan gitu. Kamu kok punya pikiran mau masuk STM itu gimana?"

"Mau cari tantangan biar hidupku nggak monokrom."

"Emang harus STM gitu?"

"Nggak tau aja tiba-tiba kepikiran masuk STM."

"Tapi ini kamu udah masuk STM loh. Kamu udah pikirin mau kerja atau kuliah di mana dengan ijazah STM kamu nanti?"

"Udah. Aku mau kuliah dengan jurusan yang sama."

"Kamu yakin?"

"Yakin. Banget."

"Ra!" Panggil Firza, si cowok pendiam tapi mukanya sangar.

"Iya?"

"Dulu tuh aku kira kamu pendiam loh."

"Kalau sekarang gimana? Malu-maluin ya?"

"Nggak gitu juga sih. Cuma ya ternyata nggak seserem kelihatannya."

"Emang aku kelihatan serem banget ya?"

"Kamu kan jarang ngomong. Jangankan ngomong, senyum aja hampir nggak pernah."

Semua orang yang belum mengenal ku pasti berpikiran sama. Tapi begitu mengenal ku hancur sudah ekspektasinya.

Banyak yang bilang kalau aku terlihat cuek dan galak. Tapi di sisi lain penampilanku membuat ku seperti perempuan pendiam dan kalem. Tapi kalau udah kenal kelakuanku kayak cewek tomboy. Jadi kesimpulannya, menilaiku tidak bisa hanya dengan sekali lihat.

🔧🔧🔧

Masa prakerinku lebih indah kali ini. Setiap hari diisi tawa. Aku tidak pernah menghubungi teman-teman cewekku. Sekalipun itu Asyifa. Aku hanya menghubungi mereka jika ada urusan penting.

Lain lagi dengan Rayhan yang hampir setiap hari menghubungi ku. Dan laki-laki itu selalu mengulang pertanyaan yang sama. Kalau saja aku tidak ingat perkataan Zidan untuk menjaga sebuah pertemanan pasti aku sudah memblokirnya dan menghapus dia dalam kehidupanku. Sahabat macam apa yang tiap hari jelek-jelekin sahabatnya? Padahal dia nggak pernah tau apa saja yang ku lakukan. Dia tidak pernah tau bagaimana interaksiku dengan teman-temanku.

"Woy, masih pagi ini. Kerja, jangan galau mulu!" Seru Rizal.

"Gimana mau kerja kalau aku nggak kalian biarin nyentuh apa-apa."

Iya, inilah masalahnya. Mereka tidak pernah membiarkan ku mengerjakan pekerjaan berat ataupun yang mengharuskan bongkar bagian bawah mobil. Mereka terlalu perhatian sehingga aku hanya membantu membersihkan komponen saja.

Apalagi hari ini kerjanya berat semua. Jadilah aku hanya menonton karena mereka tidak membiarkan ku menyentuh apapun.

"Kamu mau kerja? Bilang dong!"

Lah? Padahal aku dari tadi udah bilang 'aku bantu apa?'. Berkali-kali pula.

"Serah deh."

"Yaudah, kamu bantuin lepas ban ya!"

Waw! Ngelepas ban mobil itu berat loh. Dan baru kali ini mereka membiarkan ku mengerjakan pekerjaan berat. Akhirnya aku bisa melakukannya!

Dengan semangat penuh aku melepas ban mobil yang sudah dinaikkan dengan dongkrak dan dipasang jackstand. Teman-temanku justru menonton sambil bersorak menyemangati ku seolah aku sedang bertempur. Firza dan Nanda juga ikut bersorak meski pandangan mereka terfokus pada ponsel yang dimiringkan. Ah, mereka ini!

"Semangat, Ra! Anak STM nggak boleh takut kotor!"

"Semangat, Arasya!"

"Ayo, Ra! Dikit lagi!"

"Harus bisa, Ra!"

"Resiko anak STM, Ra, tangannya jadi kasar!"

Teriakan mereka bersahutan mengulang kalimat yang sama. Sejak kapan memangnya aku takut kotor? Dan sejak kapan aku peduli kalau tanganku kasar? Dan, hanya melepas ban saja tentu aku bisa. Mereka saja yang tidak pernah membiarkan ku mengerjakan pekerjaan berat.

"Ra, lepasnya bisa nggak?" Tanya Nanda ketika aku mulai mengangkat ban yang baru saja aku lepas.

Aku menoleh dan tanpa sadar peganganku pada ban itu terlepas. Jadilah ban yang baru saja ku lepas itu meluncur bebas menimpa kakiku.

Teman-temanku tertawa melihat ku kesakitan. Ah, teman biadab! Tapi mereka lebih baik, setidaknya tidak pernah mengatai ku murahan seperti orang-orang di luar sana. Ah, aku benci mengingat hal itu.

"Sekolah dua tahun lebih, masih aja amatiran ngelepas ban aja!" Ledek Nanda.

"Kalau nggak kamu panggil juga nggak bakal itu tadi kelepas."

"Bilang aja amatir!"

"Bodoamat aku ngambek!"

"Haha.... Arasya yang aku kira cuek bisa ngambek juga ya? Lagian mana ada sih orang ngambek bilang-bilang?"

"Suka-suka akulah."

🔧🔧🔧

Hari ini pekerjaan di bengkel lumayan banyak. Tapi tidak sedikitpun teman-temanku membagi pekerjaan mereka pada ku. Kenapa? Alasannya karena harus bongkar di bagian bawah mobil.

Tau lah ya kalau bagian bawah mobil itu gimana bongkarnya? Mereka nggak mau aku ngerjain itu, katanya mancing nafsu.

"Ini aku ngapain coba?"

"Bentar, habis ini."

Selesai mereka melepas komponen-komponen yang bermasalah, mereka menarik ku di tempat pembersihan. Menyiapkan bensin dan kuas dan menyerahkannya kepada ku.

"Kerjain sendiri deh, gantian aku yang nonton!" Ucap Nanda.

Sial. Kini mereka malah main game di samping ku. Sambil sesekali meledek ku yang agak kesusahan membersihkan komponen-komponen yang mereka lepas tadi.

Nggak masalah kalau mereka diam. Ini mereka nge-game sambil teriak-teriak. Udah gitu aku disalah-salahin terus pula. Definisi perempuan selalu benar di sini tidak berlaku karena nyatanya sebaliknya.

Aku kadang gemes juga kalau mereka lagi nge-game gini. Ekspresinya itu loh, jadi pengen ngarungin terus lempar ke jurang.

Seperti saat ini, aku sebenarnya kesal karena diledekin terus. Mana cuma komen doang nggak bantuin. Tapi juga pengen ngakak lihat ekspresi mereka yang marah-marah nggak jelas mana ngomongnya nggak nyambung pula.

"Yang bener, Ra, ngerjainnya!"

"Ra, itu megangnya yang bener, jangan kayak takut kotor gitu!"

"Bacod! Ini juga udah bener kali."

"Kenapa megangnya kayak aneh gitu sih?"

"Tanganku kecil woy! Makanya agak susah pegangnya."

"Alasan aja."

"Kerjain sendiri aja deh daripada bacod!"

"Nggak bisa gitu dong, itu bagian kamu."

Ingin ku berkata kasar. Kalau nggak inget mereka temen mungkin udah aku pukul pake kunci pass-ring. Untung anak orang.

Perjalanan Cewek STMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang