Part 30

31 3 1
                                    

Lagi-lagi free class. Entah mengapa kelasku paling sering mendapati hal ini. Kalau seperti ini aku bisa ketinggalan banyak materi. Masalahnya aku punya target untuk masuk perguruan tinggi impianku.

Seperti biasa, teman-temanku akan konser dadakan ketika free class. Aku sendiri memilih menumpukan kepalaku pada tanganku yang terlipat di atas meja. Mataku tertutup tapi kesadaranku masih terkumpul.

Pintu kelas yang ditutup membuat suara dentuman musik ini sedikit teredam jika dari luar. Sebenarnya kelakuan mereka yang seperti ini sudah beberapa kali mendapat teguran. Tapi mereka masih saja bisa membela diri.

"Namannya juga otomotif elektronik, Pak, audio kan juga basic-nya. Ini lagi belajar check sound."

Anak STM memang tidak serajin anak SMA. Melanggar peraturan sudah seperti kewajiban. Tapi kami juga tau batasan. Kami masih cukup bisa membedakan apa yang wajar dilanggar dan apa  yang tidak dapat ditawar.

Getaran ponsel di saku rok abu-abu milik ku membuat ku menegakkan tubuh. Rupanya Rayhan yang menghubungi ku. Sepertinya dia kesepian. Karena jika tidak, saat aku meneleponnya saja di-reject.

"Ada apa?"

"Kamu di mana? Kok berisik banget? Suara kamu nggak kedengaran." suarannya terdengar samar-samar.

"Di kelas. Bentar, aku keluar dulu biar kedengaran."

"Ngomong apa sih, Ra?"

"Aku di kelas. Ini mau keluar biar kedengaran."

"Kelas kamu berisik banget."

"Iya, freeclass."

"Kayaknya hampir tiap hari kelas kamu freeclass ya!"

"Iya, emang gitu."

"Nggak ketinggalan pelajaran tuh? Bentar lagi UN loh."

"Aku belajar sendiri buat ngejar materi, sharing materi sama temenku yang kelas unggulan."

"Emang kamu bisa belajar sendiri?"

"Bisa nggak bisa, ngerti nggak ngerti. Kalau udah berusaha nggak bisa, tanya gurunya nanti diajarin."

"Masih punya pikiran juga kamu ternyata."

"Maksudnya?"

"Cewek gila mana sih yang mau ngehancurin masa depannya dengan masuk STM?"

"Dengan masuk STM masa depanku nggak hancur, Rey."

"Oh ya? Memangnya mau apa kamu nanti setelah lulus? Palingan nggak jauh-jauh dari pengangguran."

"Kata siapa? Aku mau lanjut kuliah dengan jurusan yang sama."

"Kamu? Kuliah? Emang mampu otak kamu?"

Entah mengapa kalimat itu terdengar seperti cemoohan bukan candaan. Aku bukan perempuan baperan yang apa-apa dibawa perasaan, tapi ucapan Rayhan selalu menyinggung perasaanku.

"Hmm."

"Percuma kamu kuliah, tapi kamu nggak punya skill. Paling mentok kamu tuh cuma bakal jadi ibu rumah tangga. Nggak punya masa depan. Kerja itu nggak butuh ijazah ataupun gelar, yang penting skill."

Kerja nggak butuh gelar ataupun ijazah? Lantas mengapa jabatan tertinggi di setiap perusahaan selalu dimiliki oleh orang bergelar? Lagipula aku kuliah karena belum siap menghadapi dunia kerja. Untuk gelar itu bonusnya, serta caraku membanggakan orang tua.

"Kenapa sih kamu selalu ngeremehin aku?"

"Emang kamu kayak gitu. Kalau kamu nggak suka dibilang kayak gitu ya buktiin kalau omonganku salah."

Perjalanan Cewek STMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang