3

264 52 0
                                    


Satu minggu berlalu sejak kejadian di rumah Yerim. Irene merasa kesehatannya semakin menurun dan dadanya sering terasa sakit akhir-akhir ini. Sebelumnya ia sudah berobat kemanapun untuk menyembuhkan penyakit bawaan yang dideritanya, tapi hasilnya nihil.

"Eomma!" panggil seorang anak laki-laki berusia 4 tahun yang sedang berlari ke arahnya.

"Taejoon-ah jangan lari-lari nanti kau jatuh," tegur Irene pada putranya.

Taejoon menaiki sofa yang Irene duduki lalu ikut duduk di samping ibunya.

"Kenapa kau lari-lari seperti itu?" tanya Irene sambil mengusap kepala putranya.

"Tadi Aera mengejarku jadi aku lari," balas Taejoon polos.
"Lain kali jangan begitu ya, Aera kan hanya ingin berteman denganmu."

"Tapi aku tidak suka dia Eomma, dia menyebalkan seperti Jimin Samchon." Taejoon melipat kedua tangannya di dada sambil cemberut. Wajahnya sama persis seperti ayahnya.

"Kau kan hanya belum mengenalnya saja, nanti Eomma ajak kau kesana ya?"

"Aniyaaa!" rengek Taejoon

Tiba-tiba sakit itu datang lagi. Irene berusaha menyembunyikan rasa sakitnya di depan putranya agar tidak khawatir, tapi tetap saja Taejoon adalah anak yang peka. Ia sudah melihat raut kesakitan di wajah ibunya.

"Eomma kenapa?" tanya Taejoon khawatir, matanya sudah berkaca-kaca.
"Eomma tidak apa-apa," ucap Irene berusaha meyakinkan Taejoon.

"Aku akan menelfon Appa." Baru saja Taejoon hendak turun dari sofa Irene sudah menghentikannya.

"Eomma tidak apa-apa, jangan ganggu Appamu dia sedang bekerja."

Irene menarik putranya kedalam pelukannya. Ia mencoba menahan rasa sakit dan tangisnya agar Taejoon tidak semakin khawatir. Rasanya berat jika dia nanti harus meninggalkan Taejoon. Anak itu pasti sangat sedih.

"Taejoon-ah," Irene mengurai pelukannya. Ia menatap putranya dalam lalu tersenyum.

"Siapa orang yang paling kau sayangi di dunia ini?" tanya Irena.
"Eomma dan Appa," jawab Taejoon. "Aku sangat menyayangi kalian," lanjutnya.

"Kau tidak sanyang dengan Imo mu?" tanya Irene lagi.

"Aku juga menyayangi mereka terutama Yerim Imo, dia sangat baik padaku. Lalu Wendy Imo setelah itu Sooyoung Imo walau dia sedikit menyebalkan," jawab Taejoon polos.

"Oh jadi aku menyebalkan ya?"

Taejoon dan Irene menoleh dan mendapati seorang wanita dengan poni menutupi dahinya sedang berkacak pinggang. Di belakangnya ada Wendy yang baru datang sambil membawa paper bag.
Sooyoung berjalan mendekati Taejoon lalu menjewer kupingnya gemas.

"Aduh Imo nanti telingaku jadi lebar ," ucap Taejoon berusaha melepaskan jeweran Sooyoung dengan tangan mungilnya.

"Dasar anak nakal." Sooyoung menyentil kening Taejoon sebelum akhirnya duduk disofa lain tanpa memperdulikan Taejoon yang menatapnya kesal kearahnya sambil mengusap telinga kanannya.
"Taejoon-ah ini oleh-oleh dari Yoongi Samchon, coba kau buka." Wendy memberikan Paper bag yang ia bawa pada Taejoon.

Anak itu langsung berbinar setelah membukanya. Sebuah mobil remote control yang selama ini ia inginkan. Ia sudah lama menginginkannya, tapi sayangnya mobil ini tidak dijual di Korea.

"Terima kasih Wendy Imo," ucap Taejoon.
"Jangan lupa nanti berterima kasih juga pada Yoongi Samchon," ucap Irene mengingatkan dan diangguki oleh putranya.

"Kalian mau minum apa?" tanya Irene pada keduanya.

"Aish tidak perlu repot-repot Eonni biar aku buat sendiri saja." Tanpa diminta Sooyoung pergi ke dapur sendiri untuk membuat minuman.

"Eonnie bagaimana keadaanmu?" tanya Wendy saat Taejoon sudah pergi keteras belakang untuk mencoba mobil mainannya.

"Entahlah. Tadi dadaku sempat sakit lagi dan Taejoon melihatnya."

Wendy menggengam tangan Irene untuk menguatkannya.
"Jangan putus asa. Aku yakin kau pasti sembuh nanti," ucap Wendy tulus.

Tak lama kemudian Sooyoung datang sambil membawa dua gelas orange jus. Wanita itu memang suka seenaknya jika berkunjung ke rumah Yerim, Wendy, ataupun Irene dan mereka bertiga sama sekali tidak mempermasalahkannya.

"Eonni aku tidak suka ya melihatmu lemah seperti ini. Kau dulu bisa kuat mengandung Taejoon selama sembilan bulan walau dokter mengatakan jika bayimu bisa membahayakan nyawamu. Jadi penyakitmu ini tidak akan berarti apa-apa," ucap Sooyoung.

"Sooyoung benar. Dulu kau tidak menyerah begitu saja ketika dokter mengatakan itu. Bisa saja kan prediksinya kali ini juga salah," Wendy menimpali.

Irene tersenyum. Beruntung sekali dia memiliki sahabat sekaligus adik yang selalu menyemangatinya dalam keadaan apapun.

"Terima kasih."

***

Fianj

Tinggalkan Jejak

PROMISEWhere stories live. Discover now