AB 19: Januari Kedua 🗒

14 1 0
                                    

Perasaanku tentang rasa sakit, sedikit demi sedikit mulai luntur bersama air mata yang berangsur surut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Perasaanku tentang rasa sakit, sedikit demi sedikit mulai luntur bersama air mata yang berangsur surut. Aku sudah tidak memiliki alasan untuk mempertahankannya. Seberapa kuat semesta menahan apa yang sedang ingin aku luapkan, tapi tetap saja hatiku berontak ingin segera terbebaskan. Terlepas dari kecewa, luka, dan praduga-praduga yang semakin lama semakin menampakkan titik terangnya.

Baiklah, kamu bisa Binar. Selesaikan dengan baik-baik karena semua ini juga dimulai dengan baik.”

Bulan-bulan renggang,“Selamat bertambah usia Bumi Barameru, semoga tetap berbahagia.”

Bulan ini adalah bulan saat kita bertemu, meski perasaannya sudah berubah, sudah berbeda tidak seperti sedia kala.
Bukankah aku masih kuat? Berharap semuanya dapat membaik, namun aku tidak berharap untuk kembali. Aku hanya ingin mendoakan kebaikan bagi kita masing-masing dengan kebahagiaan yang juga dirayakan dengan cara masing-masing.

Bukannya aku yang memberikan hadiah, ternyata malah kamu yang memberiku hadiah. Aku yang tadinya sumringah, berubah menjadi pedebah. Kecewa kembali terbuka, air mata pun tidak tertahan. Bedanya pada suasana kali ini aku tidak terlalu bermain dengan alasan. Aku menikmatinya, karena aku tahu ini semua akan ada akhirnya—ada batasnya. Biarkan malam ini aku tenggelam sedalam-dalamnya, namun esok aku akan kembali dan lebih menyanyangi diriku sendiri.

Kamu berhasil, kejutan yang kamu berikan sangat tidak terduga. Tidak ada duanya, baiknya aku tadi mengurungkan niat untuk mengucapkannya. Tapi mau bagaimana lagi, ini semua sudah terjadi. Lagipula sebenarnya ini juga yang sedari lama kuingini, karena nyatanya kita tetap berkubang untuk saling menyakiti.

Berakhir sudah, sudah berakhir. Semuanya berakhir tanpa kumengerti. Kemana saja ketika aku menanyakan,”Masih tahankah kamu untuk menjalani kisah ini?” Lalu sekarang malah kamu balik menyerang. Sangat-sangat menyakitkan, saat aku sedang jatuh-jatuhnya dan aku juga aku merasakan jatuh pada titik lainnya.

Aku sudah tidak membutuhkan banyak alasan, apalagi perkatan-perkataan yang sering kamu sebut sebagai awal perdebatan. Aku juga tidak lagi ingin mendengar ceritanya, aku sudah tidak peduli bagaimana caramu menjalani hari. Hanya terima kasih yang ingin kuucapkan, karena sudah memberiku gambaran aslimu. Sama, seperti masalaluku. Tidak, kamu sedikit baik karena menyegerakan untuk mengakhiri.

Mungkin jika ditarik ulur lebih lama lagi aku akan lebih benci, sangat benci melebihi hari ini.

“Jangan bilang ada yang menyakitimu Binar,” ujar Bara dengan meniru salah satu pemeran film yang sedang  naik daun.

“Memang kenapa?”

“Dia pasti akan hilang.”

Aku tertawa dibuatnya, kalimat yang didapat dari salah satu kutipan novel yang telah di filmkan. Namun kini, kamu yang menyakitiku Bara. Berarti kamu yang akan menghilang, kamu akan membuat dirimu sendiri hilang? Sebuah teka-teki yang sebenarnya ingin kutanyakan. Namun jari ini terlalu gengsi untuk mengirimkan pesan pada nomor yang sudah tidak lagi kusimpan.

Lalu setelah kamu menghilang, apakah kamu akan kembali seenaknya? Pura-pura tidak pernah terjadi apa-apa dan memulai kisah baru berharap lebih daripada seelumnya? Iya? Lalu sakitku sekarang bagaimana? Aku harus mengobatinya sendiri? Lalu setelah pulih kamu kembali untuk mengulangi atau mungkin hal lainnya yang terjadi?

Selanjutnya silakan mempersiapkan perbekalan, untuk kembali mencari persinggahan yang kamu idam-idamkan, semoga kamu teguh menjalani semua pilihan yang sudah kamu tawarkan padaku. Aku akan baik-baik saja, selama kamu berpikir aku begitu, sejauh tidak ada kabarmu yang menggoda layar ponselku. Kupastikan aku baik-baik saja.

Selamat kembali menjelajah, jangan buru-buru menua dan punah. Katamu ingin mempunyai banyak cerita kan? Tanpaku? Iya, aku tahu. Silakan kembali berkelana ke negeri antah berantah, jangan sampai lupa rumah dan teruslah tersenyum dengan ramah.

Untuk saat ini baiknya kita mulai kembali asing, tanpa saling membuat bising. Jika memang sudah predestinasi untuk dipertemukan lagi. Semoga kita sudah dalam keadaan yang lebih baik daripada hari dimana kita berakhir dengan saling menyakiti.

--------------------..------------------------

------------------------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Antah Berantah (Tentang Perasaan Kita yang (M)entah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang