Chapter 2

31 6 1
                                        

"Udah gue bilang kan lo jangan deket-deket cowok tengik itu Danira" sentak Danis didepan Danira yang masih terduduk di bangku taman kampus.

Entah mengapa ia begitu marah melihat adiknya tak mau mendengarkan ucapnnya kali ini. Sementara hanya duduk diam menahan isak tangisnya sekuat tenaga sakit di pergelangan tangannya akibat cengkraman begitu kuat dari abangnya dan juga sakit dihatinya begitu terasa.

"Kita udah sama-sama dewasa bang, kenapa lo selalu ngelarang gue berhubungan sama siapapun. Harusnya lo bisa ngertiin gue" sahutnya dengan menatap tajam Abangnya.

"Gue cuma nggak mau lo terluka Danira, gue cuma pengen ngelindin elo"

"Bullshit tau gak! alasan lo dari dulu tetap aja gitu"

Dengan perlahan Danis menggenggam tangan gadis itu dan menyerka air matanya. Sungguh ia sangat menyesal tadi telah berbuat kasar pada gadis itu, emosi sangat mempengaruhinya sampai lupa diri hingga Danira yang kena imbasnya.

"Gue minta maaf ya, lo tau kan Abang itu sayang sama lo Nira" Danira hanya mengangguk pelan mendengar ucapan abangnya. Ia pun perlahan mulai menghapus air matanya.

"Kita pulang sekarang" ucapnya lagi kemudian hanya mendapat anggukan dari gadis itu. Ia segera menggandeng tangan Danira kemudian mereka bergegas pulang kerumah.

Hanya terdengar suara kendaraan yang lalu lalang mengiringi perjalanan mereka. Terbayang pertengkaran keduanya beberapa saat lalu membuat Danira menghela nafas pelan. Ia pun menyandarkan kepalanya pada punggung Danis membuatnya semakin nyaman. Lelaki itu terkadang bersikap manis dan menjadi Abang yang baik padanya namun jika marah, lelaki itu akan berubah menjadi monster yang menyeramkan.

"Mau mampir dulu nggak?" Teriak Danis pada Danira karena suaranya terhalang oleh bisingnya kendaraan.

"Makan dirumah aja" sahut gadis itu tak kalah kerasnya menjawab ucapan abangnya. Dengan cepat Danis melajukan motornya untuk segera sampai dirumah karena ia tak mau adiknya sampi kelaparan.

Sementara dilain sisi Ragil terus menatap ponselnya menunggu balasan dari Danira. Ia begitu khawatir dengan gadis itu. Sejak bertengkar dengan abangnya tadi gadis itu tak membalas pesan nya. Berulang kali ia mengusap wajahnya kasar. Hal itu tak luput dari pandangan Mamanya, yang menatap heran dirinya.

"Kamu kenapa Ragil?" tanya Mamanya menatap heran kearah dirinya.

"Nggak papa Ma" sahutnya lirih terduduk lesu di sofa ruang tamu.

Terbayang wajah cantik Danira membuat senyumnya sedikit memudar. Sudah lama ia menyimpan perasaan pada gadis itu, namun selalu saja Danis menghalanginya untuk mendekati gadis itu. Ia memang dekat dengan banyak wanita, namun dihatinya hanya ada Danira. Kecantikan juga kepolosan sikap Danira yang membuatnya jatuh pada pesonanya.

----------------

"Kalian udah sama-sama gede, harusnya nggak usah pada berantem kaya gini" ucap seorang wanita paruh baya dihadapan kedua anak remajanya. Ya seperti inilah keadaan rumah yang selalu ramai oleh tingkah kedua anaknya.

"Ya tapi kan Abang yang mulai mah"
Sahut Danira dengan pelan, sontak membuat Danis menatapnya tajam.

"Eh elo kan yang nyembuyiin charger gue!" Sahutnya tak terima.

"Sudah-sudah lebih baik kalian lanjutkan makan dan tidur" lerai sang Papa mencoba menghentikan pertikaian mereka.

Dinginnya angin malam tak membuat Danis beranjak dari tempatnya. Kepalanya mendongak menatap bintang dengan bertumpu balkon kamarnya. Heningnya malam hari seakan mengerti dirinya agar bercerita. Hanya satu nama yang terlintas dipikirannya, yaitu Danira. Gadis itu berhasil meruntuhkan hatinya yang tak pernah terketuk oleh siapapun.

Ingin sekali saja ia bisa menepis perasaannya, namun gadis itu terlalu pintar membuatnya jatuh dalam pesonanya. Apapun resikonya akan ia lalui, asal Danira tetap bersamanya. Meskipun harus menentang kedua orangtuanya sekalipun.

Ia hanya mengusap wajahnya gusar. Semakin-hari perasaannya semakin dalam pada adiknya.

"Kenapa lo harus jadi adik gue Danira"

"KENAPA!!" teriaknya pada keheningan angin malam yang semakin memilukan hati. Kemudian lelaki itu segera beranjak masuk kedalam kamar.

Danira menuruni tangga dengan wajah cerianya. Berbalut jeans casual dengan blezer merahnya membuat gadis itu terlihat cantik.

"Pagi Ma, Pa, Abang" sapanya pada semua penghuni rumah kemudian bergabung di meja makan bersama mereka.

"Pagi juga sayang" sahut Sang Mama membalas senyum hangat putrinya.

"Kamu ada kelas pagi hari ini?"

"Ia soalnya ngejak ujian semester juga"

Mama Leta hanya mengangguk mendengar jawaban putrinya. Sesaat kemudian ia melirik suaminya terlihat ada yang ingin mereka bicarakan.

"Ehm, sebenarnya ada yang ingin Papa bicarakan denganmu Danis" ucapan Papa Wisnu membuat mereka mengalihkan pandangannya.

"Ada apa Pa" sahut Danis dengan heran.

"Jadi kemarin Papa ketemu dengan teman bisnis Papa, dan dia bilang ingin mengenalkan anak gadisnya pada kamu"

Sontak hal itu membuat Danira tersendak makanan membuat semuanya heran.

"Hati-hati dong sayang" kata Mama Lita kemudian menyerahkan air minum pada putrinya.

"Maksud Papa apa?"

"Begini, jadi Papa ingin kamu mencoba dekat dengan anak teman Papa. Yah siapa tau kalian cocok" sahutnya enteng membuat Danis melebarkan matanya. Ia tak habis pikir sebenarnya apa yang dibicarakan Papa nya itu.

"Papa nggak boleh gitu dong. Danis nggak suka ya dikenalin kaya gitu-- Danis bisa cari cewek sendiri Pah"

"Apa? sampai sekarang kamu belum ngenalin pacar kamu ke Mama dan Papa. Pokoknya Papa nggak mau tau, kamu harus ikutin perintah Papa"

"Pah Danis bisa cari sendiri, lagian Danis udah ada seseorang yang Danis suka kok" ujarnya sambil melirik Danira berharap mendapat respon dari gadis itu.

Sedangkan Danira terdiam sedari tadi mendengar perbincangan mereka. Meski dalam hati ada sedikit tak rela jika ada gadis yang dekat dengan Abangnya selainnya. Ia tak mau perhatian hangat Danis padanya teralihkan oleh gadis lain.

"Siapa?" Timpal Mama Leta dengan mata memincing curiga.

"Dia orang yang spesial di hati Danis, dan Danis nggak mau pacaran sama dia. Karena dia adalah orang yang aku jaga sampai nanti" perkataan Danis membuat obrolan mereka mendadak hening.

"Danis kamu harus nurutin perintah Papa kamu?"

"Kita bicarakan nanti Mah" sahutnya. Tanpa pikir panjang ia beranjak dari duduknya kemudian segera menyambar tas nya dan melenggang meninggalkan rumah.

---------------

Hay guys i'm back 👋
Jangan lupa tinggalkan jejak yah ❤️👇

See you next part

Rewrite the Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang