Hari ini senang sekali rasanya bisa lepas tanpa gangguan Abang tengil itu. Tadi pagi sekali Mama memaksa Danis untuk ikut pergi kerumah Oma yang ada di Bandung, jadi mau tidak mau abangnya itu harus menuruti keinginan Mamanya. Jadi aku bisa bebas berdekatan dengan Ragil sepuasnya. Aku mengantungkan kaki mungilku duduk di bangku taman, tadi Ragil mengirim pesan bahwa lelaki itu ingin menemuinya di taman sekolah. Aishh.., rasanya tak sabar bertemu dengan cowok yang sudah lama menjadi incarannya itu.
Berbicara tentang cowok itu memang tak ada habisnya, dia begitu manis memperlakukannya dengan lembut ketika mereka berkencan kemarin. Tunggu berkencan? kenapa tiba-tiba dirinya menginginkan berkencan sungguhan dengan Ragil, padahal mereka tidak memiliki hubungan apa-apa. Kenapa hatinya mendadak murung, mengetahui satu fakta bahwa sampai saat ini lelaki itu belum menunjukkan perasaannya pada dirinya. Mungkinkah cintanya selama ini tidak terbalas.
"Hai" kepalanya mendongak mendengar suara yang snagat familiar ditelinganya. Dia Ragil--lelaki yang sedari tadi ia tunggu kehadirannya.
"Maaf ya gue telat, soalnya tadi ketoilet dulu"
Danira hanya mengangguk mengiyakan ucapan Ragil, kemudian ia bergeser dari duduknya untuk membiarkan lelaki duduk disampingnya."Btw, ada apa lo tiba-tiba ngajak gue kesini?"
"Eum jadi gini-" tiba-tiba saja Ragil membenarkan duduknya menghadap Danira menatap lembut gadis itu, membuat Danira tersenyum malu
"Sebenarnya gue udah lama pengen ngomong ini sama lo. Gak tau dari kapan perasaan ini mulai muncul buat lo, sampai rasanya perasaan ini gak bisa ditahan dan ingin rasanya memiliki lo seutuhnya. Ra apa lo mau jadi orang spesial dihidup gue?"
Tubuh Danira seketika menegang mendengar ucapan lelaki dihadapannya ini. Ia masih tak percaya jika ini akhirnya, Ragil yang ia suka sejak lama ternyata memiliki perasaan yang sama sepertinya.
" Ra-" ucapnya dengan was-was karena melihat gadis itu yang tak kunjung menjawab.
"Nggak ada! Nggak boleh!" baru saja Danira ingin menganggukkan kepala, tiba-tiba muncul suara makhluk astral dihadapannya.
Yah, benar saja sekali lagi abang tengilnya itu menganggu kesenangannya. Padahal hampir saja ia jadian dengan Ragil.
"Yak apaan sih lo kok ngeselin! Ganggu aja" pekiknya didepan lelaki yang selalu membuatnya murka.
"Udah gue bilang kan jauhin dia. Pake mau jadian lagi"
"Gila ya, gue tuh 19 tahun tapi lo selalu nglarang gue buat deket sama cowok" sahutnya tak terima, sambil melirik Ragil berharap bantuan dari lelaki itu.
"Bagus kalo lo nyadar. Masih kecil juga sok-sokan mau pacaran"
"Dan buat lo- " ucapnya sambil melirik Ragil dengan mata tajamnya
" Jangan pernah berharap buat bisa deketin adik gue lagi" tanpa sepatah katapun Danis segera menarik lengan Danira tanpa menghiraukan protes dari gadis itu.
----------
Dengan kesal Danira membanting tas jinjingnya di atas sofa. Ia makin kesal dengan tingkah Abangnya yang semakin hari makin protective. Seenaknya menyuruhnya untuk menjauhi Ragil bahkan cowo manapun yang dekat dengan dirinya.
Padahal tadi itu hampir saja Ragil dan dirinya resmi menjadi sepasang kekasih. Namun karena Danis, moment bersejarah itu gagal.
Mendadak terasa sofa tempatnya duduk sedikit terguncang seperti diduduki oleh seseorang. Tanpa ia membuka mata, tentu ia tau siapa pelakunya.
"Kenapa lo sakit?" Nira merasakan orang itu menyentuh kepalanya yang memang terasa sedikit nyeri.
"Udah deh lo diem dulu kepala gue pusing"
''Ya tapi lo nggak papa kan?" Tanya sekali diliputi perasaan cemas.
"Tau ah jauh-jauh dari gue. Gue lagi males ngomong sama lo"
Danira menatap kesal abangnya yang tak selalu mengganggunya. Jangan heran jika selama ini dia masih jomblo, itu karena sikap Danis yang terlalu berlebihan melarangnya untuk berdekatan dengan laki-laki manapun selain dirinya.
"Lo masih marah gara-gara tadi" lama berdiam diri membuat Danis mengambil kesimpulan bahwa adiknya masih menyimpan kesal padanya akibat insident tadi di kampus.
"Pikir aja ndiri"
"Ra lo dengerin gue-- gue nglakuim ini demi kebaikan lo" ucapnya seraya bergeser duduk disamping gadis itu yang sedari tadi memejamkan mata.
"Kebaikan macam apa maksud lo? Bang gue itu udah gede, jadi stop buat nglarang gue buat deket sama cowok manapun"
"Gue nggak mau lo deket sama cowok gajelas. Gue cuma- " belum sempat Danis melanjutkan ucapannya, gadis itu langsung beranjak menuju kamar tanpa perduli dengan ucapan tak masuk akal abangnya.
Melihat itu Danis tak tinggal diam dia langsung menyusul Nira menuju kamarnya. Untung saja hari ini Mama dan Papa nya tidak ada dirumah, mungkin mereka akan menyidang dirinya selama berjam-jam karena berdebat dengan adik perempuannya.
"Ra kali ini plis dengerin gue"
Seketika Danira menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tajam abangnya.
"Apa lagi sih bang, udah cukup ya elo mempermaluin gue didepan Ragil lagi"
"Gue ngelakuin ini karena gak mau lo kenapa-napa. Gue cuma takut lo sakit hati cuma karena cowok"
"Opini lo yang terlalu berlebihan tau nggak. Ragil itu cowok baik jadi stop ngejelekin dia" sahutnya dengan geram menatap tajam abangnya. Meski didalam hati ia menahan tangis , bersiap menghadapi sikap tempramen abangnya.
"Bahkan lo lebih belain dia dari pada gue!"
"Asal lo tau ya Ra-- nggak ada cowok yang memperlakukan lo lebih baik dari pada gue. Gue bisa jadi abang sekaligus pacar yang selalu ada buat lo 24 jam"
Amarah Danis mulai muncul kali ini. Ia tak terima jika gadis ini melawannya apalagi membela lelaki lain. Entah mengapa sejak berdekatan dengan Ragil, adiknya ini mudah sekali melawannya.
"Gue juga berhak bahagia bang, kenapa selalu elo mengekang gue buat dekat dengan siapapun" pekiknya histeris sambil menundukkan kepala.
Keheningan pun terjadi diantara mereka. Hanya terdengar isak tangis Danira memenuhi penjuru kamar. Dengan pelan Danis terduduk dilantai sambil menggenggam tangan gadis itu. Ini salahnya, yang tak bisa menahan emosi sehingga menyebabkan gadis itu menangis.
"Liat gue" kepala Danira mendongak diiringi lelehan air mata yang menghiasi wajah cantiknya.
"Sampai kapanpun lo akan tetap milik gue. Karena itu yang gue rasain dari awal. Gue nggak mau kalo sampe lo terluka hanya karena cowok. Kalo sampai itu terjadi, gue nggak akan maafin diri gue sendiri Ra"
Dengan lembut Danis menyerka air mata adiknya diiringi senyum tulusnya. Wajah cantik adiknya yang selalu memenuhi pikirannya. Perasaan cinta yang tak dibendung membuatnya frustasi. Ia tahu ini salah, namun apa buat jika cinta tak dipaksa. Sekuat apapun rintangannya. Danis berjanji jika suatu saat nanti gadis itu akan menjadi miliknya, tak perduli ucapan kedua orangtuanya sekalipun. Ia tak rela jika lelaki manapun memiliki gadis yang sudah lama mengisi ruang hatinya. Ia akan memastikan suatu saat nanti, jika waktunya tiba.
-------------
Don't forget to leave a trail❤️
See you👋

KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite the Stars
RomantikKetika pena memaksa untuk bercerita sedangkan hati tak lagi untuknya, namun cinta masih berkuasa diatas segalanya.. "Harus apa aku agar menghapus rasa ini untukmu, jika takdir saja menentangnya. Mengapa Tuhan harus menciptakan hati untuk mencintai o...