Chapter 11

20 5 2
                                        

"Jika menurutmu itu cinta, maka percayai aku untuk mewujudkannya."

Danira membaca note yang tertera pada bunga lilly biru yang berada digenggamannya. Selalu seperti ini setiap pagi, ia tak pernah absen mendapatkan bunga kesukaannya. Entah siapa yang mengirimkan bunga tersebut. Setiap ia bertanya pada Art dirumahnya, mereka tak tahu menahu siapa pengirim bunga misterius tersebut.

"Cieee.. kayaknya ada yang punya banyak penggemar nih"

Sontak ia terkejut mendengar ucapan seseorang yang tiba-tiba duduk dikasur nya.

"Mama apaan sih, lagian siapa coba orang iseng yang ngirimin bunga tiap hari" sanggahnya.

"Mungkin dia ada perasaan kali sama kamu" ledeknya sambil mencolek bahu putrinya.

Tanpa mereka sadari, seseorang mendengar percakapan mereka dengan tersenyum simpul.

"Yaudah yuk kita turun, oma dan saudara kamu yang lain udah nunggu dibawah"

"Mama yakin mereka nungguin aku, bukannya aku nggak pernah dianggap sama mereka ya" ucapan Danira mampu membuat Mama Leta terdiam kaku.

"Kamu nggak boleh ngomong gitu sayang. Mereka sebenarnya sayang kok sama kamu, ayo Mama udah siapin makanan kesukaan kamu"

Akhirnya ia mengangguk setuju mendengar ajakan Mama Leta, meskipun harus dengan berbagai macam bujuk rayuan. Keduanya pun segera turun ke lantai dasar rumah.

Terlihat sanak saudara sedang bercengkrama dimeja makan. Mereka seakan tak menyadari kehadiran ia beserta sang Mama. Ia hanya mendengus kesal melihat pemandangan tersebut, sudah biasa baginya yang selalu diabaikan.

"Danis gimana hubungan kamu sama cucu teman Oma itu, dia cantik kan anaknya?" Ucap sang Oma sambil memegang tangan Danis.

"Iya kamu pasti ada perasaan kan sama dia?" Ledek sang bibi diringin sorakan dari yang lain

"Udah dong Oma, jangan ledekin Danis terus nanti ngambek anaknya" lerai Papanya.

"Emang kenapa sih, lagian kan Oma cuma mau yang terbaik buat cucu Oma ini" ketus Oma sambil mengendus sebal pada putranya

"Oma kita hanya sebatas teman nggak lebih, lagian kita kan baru aja kenal"

Danira menatap curiga kearah lelaki itu, tak biasanya ia tak bersemangat ketika membahas cewek.

"Yaudah kamu baik-baik ya sama dia, soalnya Oma udah terlanjur sreg sama dia. Oma tunggu kabar baiknya" ujarnya sambil menatap sang cucu dengan penuh senyuman.

Hal ini sudah biasa bagi Danira, kadang ia merasa bukan bagian dari keluarga ini. Apalagi sang Oma yang tak pernah berbicara lembut pada dirinya seperti abangnya. Dengan perasaan kesal, ia segera menuju dapur untuk mengambil air.

"Aduh" pekikan sang Oma membuat Danira segera menghampirinya.

"Oma nggak papa kan?" Ia mencoba membantu Oma berdiri.

"Nggak papa!" Ketus Oma sambil memegang dengkulnya yang tak sengaja terkilir.

"Oma biar aku bantu ke kamar"

"Ngga usah, Oma bisa sendiri. Oma nggak butuh bantuan kamu" ketusnya sambil melirik tajam kerasa Danira.

Gadis itu menatap sang Oma tak percaya. Sebenarnya apa kesalahan yang ia perbuat, sampai sang Oma membenci dirinya seperti ini. Tanpa sadar ia mulai menitikkan air mata.

"Ya ampun Oma nggak papa" pekik salah satu Bibi-nya dengan nada panik menghampiri mereka.

"Bantu Oma berdiri" keluh sang Oma membuat Bibi Oca segera memengang tangan Oma

"Kamu ini gimana sih Nira, bukannya bantuin Oma malah diam aja disitu kaya patung" ucap Bi Oca memandangnya dengan sarkas.

"Tadi aku coba bantuin Oma, tapi Oma nolak Bi"

"Ya harusnya kamu panggil kita dong, kamu ini gimana sih" ujarnya sambil menatap tajam kearah Danira.

"Sudahlah biarkan saja dia Oca, memang anak ini tidak tahu terimakasih" sang Oma menyahut dengan nada mengejek.

Kenapa ia yang disalahkan, padahal tadi ia sudah menawarkan bantuan pada sang Oma. Mereka kini seolah menyudutkannya.

"Kamu sama saja dengan Mamamu, jika bukan karena putraku. Mungkin kamu sudah tinggal bersama Mama kamu" Ucap Oma.

"Maksud Oma apa?"

Danira menatap sang Oma dengan penuh tanda tanya. Apa yang sebenarnya dia katakan. Belum sepat menjawab, teriakan seseorang membuat mereka mengalihkan pandangan.

"MAMA HENTIKAN!" teriak Mama Leta diiringi air mata.

"Sudah hentikan perbuatan Mama terhadap Danira, aku sudah cukup sabar ya selama ini menghadapi Mama yang selalu memojokkan Danira" ucapnya sarkas hingga yang membuat yang lain mendekat.

"Berani sekali kamu bicara begitu pada Mama. Tomi apa kamu tidak mengajarkan istrimu cara sopan santun pada orang tua" Ujar Oma.

"Mah, Tomi minta maaf atas semuanya. Tolong kendalikan emosi Mama" balas Papanya seraya mendekap tubuh istrinya.

"Kalian itu sama saja, sama-sama keras kepala. Andai dulu Mama tidak menuruti ide kalian untuk membawa anak itu kerumah ini, pasti keluarga kita jauh lebih bahagia sekarang" ucap sang Oma membuat Danira semakin keheranan.

"Oma tolong hentikan, nanti asma Oma kambuh" ucap Danis mencoba meredakan pertingkaian diantara mereka.

"Sudah Oma mending kita pergi dari sini, kasihan mereka" ujar suami Bi Oca. Merekapun segera bergegas pergi meninggalkan rumah itu

Kepergian Oma dan yang lain meninggalkan beribu tanya dalam otak Danira. Apa maksud ucapan mereka? pantas saja Oma begitu membenci dirinya. Ia hanya menangis sambil terduduk di meja makan. Diseberang kedua orang tuanya beserta Danis menatapnya khawatir. Gadis itu hanya menunduk dengan bada bergetar hebat.

"Nira.."

"Bisa minta tolong jelaskan maksud Oma tadi?" ucapnya lirih dengan tangan mengepal kuat.

"Nira, perkataan Oma tadi jangan kamu masukin ke hati ya sayang. Oma tadi cuma salah ngomong" ujar Mama Leta.

"Pantas aja Oma selalu benci Nira, pantas aja Oma nggak pernah baik ke Nira. Mah--Pah aku mohon jelasin ucapan Oma tadi" ujar Danira menatap mereka dengan penuh harap.

"Nira sebenarnya--"

"Pa sudah cukup hentikan!" Seru Mama Leta mencoba mengalihkan pembicaraan

"Nira itu cuma perasaan kamu saja. Lebih baik kita lanjutkan makan sekarang"

Danira merasa tak yakin dengan ucapan Mamanya. Ia yakin jika ada yang mereka sembunyikan, ia akan cari tahu kebenarannya nanti.

Sedangkan Danis hanya duduk terdiam menatap mereka satu persatu. Ia tak berani ikut angkat bicara dengan mereka. Leaki itu hanya menatap kasihan kearah gadis itu, ia yakin jika gadis pujaannya itu sedang banyak pikiran. Biarlah ia akan menenangkan Danira nanti.




***
Don't forget to vote and comment







Rewrite the Stars Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang