Pagi itu langit terlihat cerah dengan awan-awan tipis sebagai penghias, sinar matahari menerobos melalui celah-celah dedaunan pohon rindang disebuah sudut pemakaman, menyoroti sosok orang-orang berpakaian serba hitam yang tengah berkerumun didepan sebuah gundukan makam baru yang tertuliskan nama Eren Jaeger disana.
Mikasa terpaku pada gundukan tanah dihadapannya, ia masih merasakan kesedihan namun tak ada air mata yang keluar dari pelupuk mata, mungkin telah mengering setelah ia tumpahkan dengan begitu banyaknya.
Orang-orang mulai meninggalkan area pemakaman, menyisakan segelintir orang terdekat Eren yang seakan tak rela untuk melepaskan kepergian sosok pemuda yang selama ini hidup berdampingan dengan mereka.
Mikasa tersentak saat seseorang menyentuh pundaknya, ia menoleh dan mendapati Zeke menatapnya dengan pandangan teduh seakan ia telah menerima semua dengan lapang dada.
"Ayo kita pulang, Mikasa." Ucap Zeke membawa Mikasa untuk menyadari jika semua orang telah meninggalkan area pemakaman, termasuk kakek dan nenek Eren yang kini menunggu didepan gerbang pemakaman.
Mikasa pun mengikuti langkah Zeke yang mendahuluinya, untuk yang terakhir kalinya Mikasa menoleh kebelakang dan menatap makam Eren, lalu seulas senyum terpancar darinya.
"Selamat tinggal, Eren."
.
.
.
.
.*
.
.
.
.
.Tak langsung pulang ke apartemennya, Mikasa malah dibawa keluarga Jaeger ke kediaman utama. Kini Mikasa duduk disalah satu kursi yang terdapat diruang tamu dengan ditemani Zeke beserta kakek dan neneknya. Suasana masih terasa begitu suram dan haru saat mereka berempat mengobrol tentang Eren.
"Aids?" Mikasa begitu terkejut dengan kenyataan itu.
"Benar, itu adalah penyakit yang diturunkan dari orang tuanya." Sahut nenek Eren.
"Kisah ini bermula saat aku masih kecil. Ayahku... Setelah kematian ibuku dia begitu depresi, dia pun melampiaskan kesedihannya dengan mengunjungi sebuah club malam disetiap harinya, dan disanalah ayahku bertemu dengan ibu Eren hingga lahirlah Eren di dunia ini." Lanjut Zeke dengan begitu tenang mengenang masa lalunya, tak ada beban sedikit pun disetiap kalimat yang ia lontarkan disaat ia telah menerima semuanya.
Mikasa hanya menutup mulutnya dengan telapak tangan atas keterkejutannya, tak perlu Zeke berbicara panjang lebar pun Mikasa bisa menangkap inti dari pokok penuturan kakak tiri Eren tersebut. Dan kini Mikasa benar-benar paham dengan apa yang dimaksud Eren selama ini, kekasihnya itu hanya ingin melindunginya. Oleh sebab itu Eren selalu menolak untuk menyentuh Mikasa dan melampiaskannya pada perempuan lain.
"Meskipun begitu kami begitu menyayangi Eren, karena dia adalah bagian dari keluarga ini." Ucap sang kakek dengan senyum diantara keriput diwajahnya.
Mikasa berjalan gontai melintasi jalan sempit menuju apartemennya disaat matahari hampir tenggelam, ia menghabiskan waktu dirumah Eren dengan berbincang dan bernostalgia bersama keluarga Jaeger tentang Eren dari benda-benda peninggalannya, hingga tak terasa hari telah larut. Ia terhuyung saat tubuhnya ditubruk salah satu bocah yang berlarian karena bermain kejar-kejaran, beruntung Mikasa bisa menyeimbangkan tubuhnya hingga ia tak terjatuh.
Mikasa memperhatikan para bocah itu, dan entah mengapa salah satu bocah itu mengingatkan Mikasa akan sosok Eren, dan membayangkan Eren kecil yang berlarian diantara mereka. Hati Mikasa tersayat dikala ia mendapatkan sebuah kenyataan jika ternyata apa yang ia bayangkan tentang Eren tak seperti kenyataan sebenarnya, sejak kecil Eren telah mengemban kehidupan yang berat dengan membawa penyakit kutukan itu semenjak lahir, eren tak bisa bermain seperti bocah pada umumnya. Eren tumbuh menjadi pemuda yang dingin dan suram, akan tetapi segalanya berubah saat Eren bertemu dengan Mikasa. Itulah segelintir penuturan keluarga Eren kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Confused
Random(Mature) "Aku bisa merasakan apa yang kau rasakan saat aku berada didalam dirimu." Rivamika Warning: konten dewasa! (Bijaklah dalam memilih bacaan) Disclaimer: Hajime Isayama yang punya kok. Saya cuma pinjem karakternya doank :') (Fiksi request) Wak...