Chapter 8

1.3K 197 9
                                    

Selamat malam, disapa Clemira nih malam ini 🥰

Jangan lupa tinggalkan jejak, biar aku makin semangat nulisnya. Sarangeeee ❤️

Happy reading 🌹

💃💃💃💃💃

Clemira melangkah dengan tergesa memasuki gedung setelah satu minggu kemarin tidak menginjakkan kaki di kampus. Beruntung, nilainya di setiap mata kuliah cukup memuaskan, tidak perlu melakukan remidial dan bisa bersantai di rumah. Namun, dirinya terpaksa melewatkan acara pameran seni dan pertandingan olahraga antar fakultas yang sudah dimulai sejak satu minggu yang lalu.

"Kak Cley!" seru Tari dan beberapa anak BEM saat melihat Clemira memasuki ruangan.

"Hai! Sorry ya, baru bisa gue balikin. Sorry banget malah kebawa pulang partiturnya. Mana gue baru ke kampus hari ini," ucap Clemira seraya meletakkan partitur di atas meja.

"Pasti habis dari Singapura lagi, kan?" tebak Tari. "Hobi banget ya bolak-balik belanja ke sana?"

Clemira tersenyum tipis. "Tahu aja. Nih, cokelat buat kalian."

"Wah! Makasih banyak, Kak!" seru anak-anak BEM saat Clemira meletakkan satu plastik besar berisi macam-macam cokelat yang dibelinya di Singapura.

Clemira teraenyum. "Sama-sama. Ya udah, gue cabut, ya?" pamit Clemira sebelum akhirnya berjalan keluar ruangan meninggalkan Tari dan beberapa anak BEM yang masih sibuk di sana.

"Astaga!" pekik Clemira begitu membuka pintu ruang BEM. Bagaimana tidak terkejut jika saat membuka pintu, sudah ada sosok Kenzo yang berdiri tepat di depan ruangan.

"Bisa bicara sebentar?"

Clemira masih mematung di tempat. Bahkan tangannya masih mencengkeram kenop pintu erat. Ia menganggap yang dialaminya adalah mimpi, karena begitu membuka pintu, ada sosok Kenzo di depannya.

Ya amplop!

Kenzo, sosok laki-laki yang selama ini tidak pernah mengajak gadis bicara berdua di tempat sepi, kali ini mengajaknya bicara lebih dulu. Bahkan ... sampai mendatanginya ke ruang BEM? Bagaimana Kenzo bisa mengetahui dirinya berada di sini? Rasanya ia ingin terbang saja. Ia ingin melompat kegirangan, tetapi ditahan karena masih memiliki urat malu dan gengsi.

"Mau ngomong apa?" tanya Clemira setelah berusaha mengontrol rasa deg-degan di dada.

"Salam kenal, gue Kenzo," ucap Kenzo seraya mengulurkan tangan.

Clemira terpaku sejenak, sebelum akhirnya menerima uluran tangan besar itu dengan tangan bergetar. "Clemira."

"Clemira ... ehm ... soal tempo hari ... di lapangan basket. Gue minta maaf. Walau pun nggak sengaja, tapi kenyataannya bola gue yang bikin lo pingsan."

Clemira melongo. Minta maaf? Seorang Kenzo meminta maaf kepadanya lebih dulu? Sesaat Clemira menahan napas. Gue halu nggak, sih?

Setelah tersadar dirinya terdiam cukup lama, Clemira mengulas senyum tipis. "Ah, ya. Nggak apa-apa. Lagian, salah gue juga yang asal nerobos lapangan gitu aja, nggak lihat kondisi. Sialnya aja, bola lo kena gue."

Kini, ganti Kenzo yang melongo mendengar suara Clemira. Kenapa pakai lo gue aja, jadi kedengeran lembut banget?

"Tapi, lo nggak kenapa-kenapa, kan?" tanya Kenzo. "Lo nggak kelihatan di kampus habis insiden itu. Gue pikir lo sakit."

Clemira tersenyum saat menangkap ada kekhawatiran dalam suara Kenzo. "I'm ok. Kemarin gue habis jalan-jalan di Singapura. Baru balik kemarin, jadi nggak dateng ke kampus."

LOVE DESTINY (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang