Sebelum baca, tekan bintang. Jangan lupa komen yang banyak 🥰
Happy reading 🌹
💃💃💃💃💃
Kenzo mengacak-acak kepalanya seraya mengeluarkan sumpah serapah. Mengapa dirinya terus mengingat kejadian di lapangan basket tempo hari? Aneh. Wajah gadis bernama Clemira terus menari di dalam kepalanya. Jujur, dirinya mendadak takut jika terjadi sesuatu dengan gadis bertubuh mungil itu. Terlebih lagi, ia tidak melihat batang hidung gadis itu selama beberapa hari di kampus. Memang, kegiatan perkuliahan semester ini sudah selesai. Hanya ada kegiatan remidial sebelum libur pergantian tahun ajaran tiba. Namun, tetap saja, rasanya belum lega jika belum melihat sosok Clemira dalam keadaan baik-baik saja.
Kenzo mengakui semua ini terjadi karena salahnya. Ia mendadak tidak fokus saat teman-temannya mulai menggoda dan menyebut nama Clemira. Bahkan, ia sampai tidak melihat ada Clemira yang menerobos lapangan.
"Mikirin Clemira, ya!" teriakan nyaring Nancy mengagetkan Kenzo.
"Kampret! Jantungan gue!"
Nancy tertawa-tawa, kemudian duduk di sebelah Kenzo. William yang datang bersama Nancy ikut duduk bersama mereka.
"Kenapa lo?" tanya William. "Kepikiran sama Clemira? Belum dateng ke kampus lho dia."
"Seriusan?" tanya Kenzo.
Apa dia sakit habis kena lemparan bola gue?
"Cieee ... kepo. Penasaran juga lo," goda Nancy.
Kenzo berdecak. "Wajar kan, gue penasaram? Dia pingsan gara-gara bola gue. Kalau dia kenapa-kenapa kan, berabe." Tentu saja, Meskipun tidak disengaja, ia merasa sangat bersalah karena sudah membuat gadis tidak berdosa itu terkena lemparan bolanya. Terlebih, Cynthia sudah memarahinya habis-habisan.
"Kalau tertarik bilang, Zo. Gue jamin beribu-ribu persen, kalau Clemira itu beda sama barbie-barbie lo di luar sana."
Kenzo terperenyak. Tertarik? Dirinya tertarik dengan Clemira? Tidak mungkin dirinya tertarik kepada seorang gadis secepat ini. Ia kembali memyumpah dalam hati. Semua berawal saat melihat Clemira memainkan piano di hall. Ya, sejak saat itu. Wajah lugu gadis mungil itu menyita perhatiannya dan sangat mengganggu konsentrasinya. Sial, semua ini terjadi karena sorot mata Clemira yang mirip dengan Ruby.
"Ah, lo kebanyakan mikir!" seru William. "Tiga tahun, Zo. Mau sampai kapan lo mau kayak gini?"
"Gue takut," lirih Kenzo kemudian tanpa sadar.
"Kalau lo takut buat memulai jalin hubungan sama cewek, gimana lo bisa maju? Mantan lo aja udah bahagia sama pasangannya. Lo juga harus nemuin kebahagiaan sendiri, Zo. Siapa tahu Clemira yang jadi obat buat lo."
Mata Kenzo melebar. Dari mana Nancy tahu soal mantan kekasihnya? Apakah William yang menceritakan kisah itu pada Nancy?
"Lo yang cerita, ya?" tanya Kenzo pada William.
William meringis. "Sorry. Habisnya pada heboh soal Clemira yang suka sama lo. Apalagi Nancy deket sama tuh cewek. Ya udah, gue ceritain ke Nancy sama Ave."
Kenzo menghela napas. Ah, lama-lama rahasia itu terbongkar juga. Lagipula, ia tidak bisa menyalahkan William. Bangkai yang disembunyikan, lama kelamaan akan tercium juga, kan? Laki-laki itu merebahkan tubuh di atas rumput taman. Memulai lagi? Rasanya berat jika harus memulai dari awal. Belajar membuka hati, belajar memahami. Lalu, Bagaimana jika pada akhirnya kejadian itu terulang lagi?
"Gue harus pastiin sesuatu dulu," kata Kenzo akhirnya.
💃💃💃
Cynthia berlari memasuki rumah Clemira seraya menyapa beberapa asisten rumah tangga yang bekerja di sana. Tentu saja semua orang di rumah itu sudah mengenalnya. Setiap harinya, ia slenang-slenong masuk ke dalam rumah sesuka hati juga tidak masalah. Ia sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh orang tua Clemira.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE DESTINY (TERBIT)
RomanceClemira, seorang balerina berbakat yang sudah lama menjadi secret admirer Kenzo, atlet basket keren andalan Garuda Jakarta. Ia berpikir jika selamanya akan seperti itu. Namun, sebuah kejadian di depan toilet kampus menjadi gerbang kedekatan mereka. ...