8. Mixed Feelings

30 6 0
                                    

"Makasih banyak ya tante, titip salam untuk paman," Jaemin membungkuk.

"Iya, kamu ngomongin masalahnya sama papa mamamu baik-baik ya," mamaku menepuk-nepuk pundak Jaemin.

"Iya tante, makasih," Jaemin tersenyum simpul.

"Ya udah sana. Ingat, jangan pulang malam-malam," mama menatapku tajam.

"Giliran ngomong sama anak sendiri langsung beda intonasi," keluhku, tetapi tetap saja aku mengangguk.

"Iya dong," mamaku mencubit pipiku gemas sebelum membukakan pintu.

"Bye bye tante, kak," Jaemin melambaikan tangannya sambil mengikutiku melangkah keluar rumah.

"JANGAN LUPA TITIPAN KAKAK YA DEK!" Teriak kakakku setelah membalas lambaian Jaemin.

Aku mengangguk malas. Setelah itu mama menutup rapat pintu rumah, menyisakan diriku berdua dengan Jaemin.

"Mamamu baik," ujar Jaemin sambil naik ke atas motornya.

"Iya, kayak anaknya," timpalku.

"Siapa? Kak Doyoung? Lumayan lah."

"Aku."

"Oh, iya kamu baik banget. Baik kayak serigala kalau nggak dikasih makanan," sarkas Jaemin sambil memberikan helm motornya kepadaku.

"Tsk! Nggak jadi aku temenin nih!"

"Terserah, toh kamu memang mau ketemu sama Prudence," Jaemin mengedikkan bahunya tidak peduli.

Aku menghembuskan nafas kasar. Dengan cepat aku menggunakan helm putih yang sepertinya sudah menjadi sangat familiar untukku, setelah itu aku naik ke atas motor Jaemin yang juga rasanya sudah menjadi kebiasaanku.

Apa Fioret juga melakukan hal-hal seperti ini dengannya? Atau mungkin gadis itu telah melakukan hal yang jauh lebih banyak dengan Jaemin dibanding denganku.

Karena terlalu sibuk dengan lanturanku, aku bahkan tidak sadar ternyata Jaemin sudah tancap gas.

"Tumben nggak ngebut?" Tanyaku.

"Lagi enak, mendung gini."

"Alasan. Biasanya juga nggak panas-panas juga," desisku.

"Memang cuma alasan," Jaemin terkekeh.

Dengan ragu-ragu, aku menyandarkan kepalaku di punggung lelaki itu. Hangat, berbanding terbalik dengan suasana sejuk siang ini.

"Kapan ya bisa kayak gini lagi?"

"Hah?" Tanya lelaki itu begitu kita berhenti di lampu merah.

"Undang aku ke acara pernikahanmu ya, harus," dalam lubuk hatiku terasa sesak. Apa mungkin karena aku sudah terbiasa dengan keberadaan lelaki ini di kehidupanku sehari-hari?

"Hm."

Mataku tiba-tiba berair, tidak tau karena apa. Aku masih normal kan? Memangnya manusia bisa ya menangis tanpa alasan?

"Mau ke acara ulang tahun anakku aja aku bakal undang kamu," Jaemin tertawa.

"Baguslah," suaraku bergetar.

"Kamu harus bangga."

"Kenapa?" Angin yang menerpa wajahku berhasil mencegah air mata jatuh dari mataku.

Life Motto || Na Jaemin ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang