Hari-hari terus berganti. Sudah satu minggu sejak Alex bertengkar dengan Arga.
Terbilang cukup lama.
Namun, waktu sama sekali tidak mengurangi setiap masalah yang ada. Bahkan, sampai saat ini semua masalahnya justru kian bertambah. Mulai dari ia yang bolak-balik masuk ke ruang BK sampai pada Lily yang terus menerus menangis setiap kali Alex hendak mendekatinya.
"Jangan deket-deket Lily!"
"Kak Alex jahat!"
"Gak usah sok baik!"
"Pergi! Lily bisa sendiri!"
Selalu saja seperti itu. Alex sendiri tidak mengerti kenapa. Yang ia tahu hanya satu, Lily kecil nya tengah marah pada nya.
Hanya itu.
Perlahan, Alex memejamkan mata nya.
Tenang.
Hanya ada rasa itu.
Cukup lama Alex memejam, sampai akhirnya Ia mengingat kembali akan kesalahan nya pada gadis itu.
"Zea.." lirih nya. Alex beralih duduk, menatap hamparan langit jauh dari atas atap sekolah nya.
Gadis itu..
Entah kenapa, perasaan bersalah nya selalu hadir untuk Zea. Padahal, sudah hampir ratusan kali Alex mencoba untuk tidak peduli pada gadis itu. Tapi, yang nama nya peduli, tetap saja. Mau seberusaha apa pun Alex menepis nya, ia tetap tidak bisa menolak pengaruh Zea dalam kehidupan nya.
Zea itu.. Baik.
Alex mengerti.
Yang membuat nya bimbang saat ini adalah, tentang perasaan nya yang hadir untuk Zea.
Entah perasaan apa itu sebenarnya. Yang jelas, Alex belum bisa meng-kategorikan nya ke dalam cinta.
Kenapa begitu? Karna sampai saat ini, Alex masih belum bisa menerima hati lain selain hati Mooza.
Brengsek? Ya, Alex paham kalau dirinya sudah terlampau sangat brengsek. Walau begitu, tidak pernah sekalipun Alex menyesal atas perbuatan biadab nya itu.
Terkecuali satu, harus kah Zea yang mendapat dampak dari setiap sikap kurang ngajar nya?
Alex mengacak rambut nya frustasi. Sudah lama ia ingin mengakhiri semua nya, ia sudah lelah.
Mau bagaimana pun juga, Alex itu masih manusia. Ia masih memiliki hati untuk memikirkan bagaimana sakit nya Zea, ketika dengan mudah nya Alex menghianati gadis itu.
Zea.. Terlalu baik.
Jujur saja, selama Alex menjalin hubungan dengan Zea, tidak pernah sekalipun gadis itu mengeluh akan setiap sikapnya. Padahal, jika saja saat itu Zea melarang nya, mungkin Alex tidak akan sebrengsek ini?
"Ze.. Temen lo cantik. Gue.. Boleh pacarin?"
Satu pertanyaan beribu makna.
Zea sampai terbatuk-batuk mendengarnya. Cukup lama, sampai akhirnya gadis itu rileks dan kembali pada posisi awal nya. Sebisa mungkin ia terlihat tenang.
"Pacarin.. Maksud kamu itu—Gimana?" tanya Zea bingung. Alex mengangguk mengerti. Mungkin, lelaki itu memang harus menjelaskannya?
"Pacarin Ze, emang lo gak ngerti apa arti pacarin?" Zea menggeleng lugu. Sebenarnya ia cukup mengerti dengan apa yang di maksud Alex. Namun, hati nya tetap tidak bisa menerima apa yang telah otak nya sampaikan.
"Kalo pacar ke dua? Apa lo ngerti?"
Ingin rasanya Zea menangis sekarang juga. Ia terlalu lemah. Padahal, sejak awal Zea sudah tahu kalau konsekuensi ini yang akan ia dapat jika jatuh cinta pada Alex.
"Kalo.. Aku—nolak?"
Sebenarnya, Zea takut untuk melontarkan pertanyaan itu. Tapi.. Ini penting. Bahkan sangat.
"Berarti.. Saza bakal jadi pacar pertama gue? Gitu?" Zea semakin tidak mengerti. Kata-kata Alex ini, sudah seperti rumus matematika.
Sangat sulit untuk di pecah kan.
"Maksudnya.. apa?" Bukankah pacar pertama Alex adalah Zea, dirinya sendiri?
Alex mengusap puncak kepala Zea lembut. Nyatanya, Alex memang harus menjelaskan pada pacar nya itu.
"Zea, Gue.. Bosen" Zea menghela nafas gusar. "Kalo lo emang ga mau liat gue punya pacar ke-dua.. Terpaksa, gue harus—"
Tidak! Apa Alex akan memutuskan hubungan nya secara sepihak? Zea tidak ingin itu terjadi.
Jika Zea memang di haruskan di hianati, maka ia akan mencoba menerimanya. Walau ia tahu kalau itu sangat..
Sakit?
"Iya gapapa." Hanya itu. Hanya itu yang dapat Zea ucapkan ketika hatinya tengah patah, dengan keadaan pipi yang cukup basah.
Zea memang sangat bodoh. Gadis itu sudah dibutakan dengan cinta yang bahkan tidak pernah berpihak kepadanya.
Zea itu..
Lemah.
Gadis itu selalu berfikir kalau Alex mungkin akan benar-benar berubah jika ia membebaskannya.
Ternyata tidak. Bahkan lelaki itu terlihat semakin brengsek, dan juga.. tidak tahu diri.
Sejak saat itu, Zea selalu mengatakan 'Ya' setiap kali Alex bertanya untuk menghianati dirinya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, Angel [ON GOING]
Teen Fiction"Jel, kalo seandai nya gue nembak lo, apa lo bakal terima?" "Jel, lo mau ga jadi pacar ke empat gue?" • • • "Emang kak Alex siapa Angel? Kenapa Angel harus ngedeket selama Angel bisa jaga jarak?" "Inget kak, kakak udah punya pacar, ga seharus nya ka...