19. Hujan

2.7K 397 82
                                    

Apa yang tidak berubah di dunia ini? Rasanya tidak ada.

Jarum jam berdetak, awan berubah warna, air hujan berjatuhan, ya semuanya bergerak sesuai tujuannya.

Jam pulang sudah berlalu setengah jam yang lalu. Suasana sekolah mulai sepi, tertisa beberapa siswa yang mengikuti jadwal ekskul atau juga yang sedang melaksanakan piket harian.

"Dir, yakin lo gak mau bareng?" tanya Tari.

Nadir menggeleng. "Gue nunggu reda aja, Tar. Lagian gak searah juga kan."

"Mau bareng sama gue? Tapi gue cuma bawa mantel satu," tawar Winda.

"Santuy. Duluan aja. Nanti gue minta jemput abang gue kok," tolak Nadir. 

"Yaudah kita duluan, ya," pamit ketiga teman Nadir.

Mereka baru saja selesai piket, dan harus terjebak hujan. Winda nekat menerjang hujan karena membawa jas hujan, sementara Tari dijemput supirnya, serta Lena yang ikut nebeng di mobil Tari. 

Nadir memerhatikan tetesan air yang malah semakin terasa deras. Gadis yang mengenakan jaket jeans navy itu terduduk diatas ubin. 

Disampingnya ada Rama yang sibuk berceloteh dengan game di ponsel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disampingnya ada Rama yang sibuk berceloteh dengan game di ponsel.

"Ram, lo gak balik?"

"Gue mau kumpul dulu sama yang lain," jawabnya. "Solat gak lo?" tanya Rama.

Nadir mengangguk sebagai jawaban. 

"Mushola yok, solat dulu. Sekalian gue kebelet," ajak Rama. 

===

Memang sudah jadi hal umum, tiap sekolah selalu menyediakan seragam bagi guru-gurunya. Namun, untuk yang satu ini, Nadir jadi sedikit sentimen melihatnya. 

Dari jauh, dua orang berbeda jenis itu sedang berjalan ke arah mushola. Diiringi suara hujan, keduanya berjalan bersamaan. Entah membicarakan apa, tapi Nadir melihat beberapa kali sang perempuan tertawa, semantara si pria hanya menanggapi dengan ekspresi khasnya. Datar. 

They look like a couple goals. 

Sementara Rama sudah pergi duluan, Nadir masih belum bisa pulang. Deo tidak bisa menjemputnya. Hujan juga belum menandakan akan berhenti. Jadi yang dilakukan Nadir adalah duduk di tangga mushola, lalu mau tidak mau harus menyaksikan adegan itu.

"Nunggu jemputan, Nadir?"

"Ya?" bukan tidak mendengar, Nadir hanya sedikit kaget saat Bu Siska menyapanya. Badge name-nya jelas tidak terlihat karena ia sudah memakai jaket, selain itu Bu Siska tidak pernah mengajar di kelasnya. "Ngga, Bu. Nunggu hujan reda," balas Nadir. 

"Hujan gini lama lho redanya," balas Bu Siska sambil duduk di sampingnya. 

Nadir mengangguk. "Iya, Bu. Kebetulan tadi abis piket dulu, jadi kejebak hujan. Ibu mau solat?"

Sir-ius? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang