20. I'm not your daddy

3.2K 420 78
                                    

Warning, cringe abis! Jangan muntah, plis.

===

Percaya deh, setiap orang keren dengan caranya masing-masing.
Buat gak insecure itu emang sulit,
tapi buat bersyukur itu lebih sulit lagi.
-Sirius?-

"Terus Bapak tertariknya sama yang kaya gimana?" 

Radi menoleh pada Nadir saat lampu merah. "Kamu."

"Hah? Serius saya, Pak?

"Kamu kebanyakan geer-nya, Nadir."

Nadir mendelik. "Haha, santuy kali Pak. Saya cuma canda," balas Nadir datar.

Lampu hijau menyala, bertepatan dengan kendaraan yang kembali melaju.

Nadir memeluk ranselnya, matanya fokus melihat ke depan. Dimana titik hujan jatuh membentur kaca mobil, lalu hilang disapu wiper.

"Tadi mau mampir kemana?"

Nadir menoleh ke samping. "Ngga kok. Tadi alesan aja biar gak pulang bareng."

"Kenapa?"

"Males kalo ada Bu Siska," jawab Nadir.

Selain malas melihat aksi capernya guru itu pada Pak Radi, Nadir juga insecure. Dia merasa kurang nyaman jika berada dekat Bu Siska.

Cantik, berpendidikan, punya wawasan yang luas, dewasa, dan tentunya body goals. Tidak salah kan jika Nadir merasa insecure dengan itu?

Sayangnya, Pak Radi entah gak peka atau emang bodo amat sama Bu Siska. Gara-gara itu, Bu Siska jadi harus berjuang duluan untuk menarik Pak Radi. Sebenarnya jika tidak ada masalah antara Bu Siska dan Kak Lyra, Nadir yakin Pak Radi juga tertarik sama Bu Siska dan mereka akan jadi couple goals versi SMA Utamadi.

See? Nadir mah bagai semut kecil yang ditiup aja bisa lenyap.

"Jealous?" tanya Radi tanpa mengalihkan tatapannya.

Nadir diam. Menyandarkan kepalanya ke belakang, lalu pura-pura tidur. Nadir sama sekali tidak marah atau kesal pada Pak Radi.

Hanya saja kalimat Pak Radi membuatnya sadar diri. 

Kamu kebanyakan geer-nya, Nadir.

Kalo dipikir-pikir iya juga. Mungkin Nadir terlalu baper. Mungkin gadis itu terlalu geer. Mungkin Nadir terlalu berharap lebih dari hubungan mereka yang sebenarnya hanya sandiwara. Lagian bener juga, mana mungkin pria sedewasa Pak Radi mau sama bocah kaya Nadir.

Nadir tetap memejamkan matanya. Mengasihani diri sendiri yang terlalu berlebihan. Padahal mungkin benar apa kata Pak Radi, Nadir hanya terlalu geer. 

Mata gadis itu terbuka saat merasakan mobil telah berhenti. Nadir mengerutkan kening saat melihat bangunan di depannya. Ini bukan rumahnya. 

"Tunggu sebentar, saya ada yang mau dibeli dulu. Kamu mau nitip apa? Saya beliin," ucap Pak Radi sambil melepas seatbelt-nya. 

Mendengar ucapan itu, Nadir otomatis melirik Pak Radi, "beliin buat saya, Pak? Gratis?" tanyanya.

Radi terdengar berdecak. "Ngga."

Nadir mendengus kesal. "Ish. Dasar php!" gumamnya ketus.

Radi melirik gadis disampingnya, menghela nafas dengan sabar. "Kamu itu tuli atau tulalit? Kenapa ucapan saya selalu ditanyakan lagi kebenarannya? Dir, I'm serious!"

"Hah? Kok gue geer lagi. Itu Dir buat Nadir, atau Pak Radi bilang Dear buat panggilang sayang," gumam Nadir saat Pak Radi menutup pintu mobil. "Ih dasar! Mentang-mentang ganteng, ngomongnya aja bikin orang halu!" sambat Nadir.

Sir-ius? [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang