Can menatap jauh dari mobil Tin menyisakan kenangan yang baru saja terjadi, ia merasa takut saat melihat Tin dengan beringas memukuli Joss yang hampir pingsan.
kalau saja Can tidak menghadangnya mungkin Joss harus di bawa kerumah sakit atau lebih parahnya ia akan langsung menggali kuburannya sendiri.
"Maaf, aku tidak bisa mengontrol emosi ku" Ucap Tin memecah kecanggungan di antara mereka.
"Kau memang tidak bisa menahan apapun Tin" Seru Can pelan sambil menatap jalan yang tidak asing bagi nya.
"Hmm, seperti saat ini" Balas Tin membuat Can menoleh ke arahnya.
"Maksud mu?" Tanya Can mencari jawaban dari bos nya itu, Tin hanya tersenyum kecil merasakan sakit di sudut bibir merahnya akibat pukulan Joss yang sempat mengenainya.
"Kau mau kemana?" Tanya Can lagi melihat jalan masuk menuju mansion milik Tin.
"Bicara dengan mu" Ucap Tin kembali tersenyum seraya sedikit melirik ke arah Can.
Mendengar itu Can hanya diam, lagi pula ia membantu Tin untuk mengobati lukanya yang tampak menyakitkan.
Tin memakirkan mobilnya sembarang lalu membuka pintu untuk Can.
"Hanya sebentarkan?" Tanya Can kepada Tin. Tin tidak menjawab, ia hanya terus tersenyum tipis ke arah gadis itu membuat Can seakan terhipnotis oleh dirinya.
"Kau harus mengobati ku Can" Ucap Tin seraya mendekati gadis itu membuat nafasnya sesak dan membutuhkan oksigen semakin banyak. Sudah menjadi kebiasaan Can merasa sesak saat di dekat Tin membuat dadanya turun naik dengan cepat.
"Hmm, tunggu di sana" Ucap Can langsung menuju dapur untuk mencari keperluan untuk mengobati Tin.
Saat Can kembali menemui Tin, hampir saja ia melempar semua yang ia bawa ke wajah Tin. Pria itu berbaring di sofa seraya menyingkap perutnya yang memabukan itu dan boxer ketat yang pendek.
"Tin, kau tidak bisa bertahan dengan pakaian mu itu?" Tanya Can kesal seraya menahan perasaanya.
"Kau sudah sering melihatnya Can" Balas Tin mengatakan yang sebenarnya.
Can mendekati Tin yang langsung bangkit dari tempatnya lalu duduk dengan sopan disana, Can memulai mengobati sudut bibir Tin perlahan dan hati-hati. Sementara Tin berusaha mengintip paha can yang tampak tersingkap seraya bibir Can yang merah, ingin sekali rasanya ia menggigit bibir itu hingga berdarah. Apalagi mengingat Joss sudah menciumnya tadi hal itu membuat Tin semakin ingin menelan habis bibir Can.
"Tolong buka sedikit bibirmu Tin" Ucap Can membuat pria itu langsung menurut dan tetap memperhatikan wajahnya lekat dan kagum.
"Sudah" Ucap Can seraya menutup obat yang telah ia gunakan dan meletakkan nya di kotak P3K kembali dengan rapi.
"Aku bisa bicara sekarang?" Tanya Tin melihat ke arah Can tanpa lepas sedetik pun dari wajahnya.
"Bicara saja Tin" Ucap Can datar dan ketus.
"Hmm, aku ingin mengajak mu liburan" Ucap Tin seraya terus melihat reaksi wajah Can.
"Tin aku sibuk bekerja, aku___"
"Ssstt, aku akan mengurusnya" Ucap Tin memotong ucapan Can yang mempermasalahkan tentang pekerjaannya, Can hampir saja lupa kalau Tin adalah bos nya. Dia bisa melakukan apapun terhadap keinginannya itu.
"Tapi aku tidak bisa Tin" Can menolak permintaan yang berlebihan dari Tin menurutnya.
"Kenapa?" Tin penasaran.
"Aku sudah katakan hubungan kita ini apa, orang akan berkata lain tentang ku" Ucap Can.
"Bagaimana kalau aku minta hubungan lebih dari ini" Jawab Tin cepat dan gugup.
"Hubungan seperti apa yang kau inginkan lagi Tin?" Tanya Can.
Cup....
Tin mencium bibir Can dengan lembut dan melepasnya tanpa menjauhkan bibirnya dari sekitar wajah Can.
"aku ingin masuk ke dalam hidup mu Can?" Ucap Tin pelan membuat mata Can membulat tidak mengerti.
Can memalingkan wajahnya dan berusaha birdiri untuk menghindar. Namun tangan Tin lebih cepat menahannya.
"Stay with me, please" Ucap Tin sambil mendonggak ke arah Can yang berdiri di hadapannya.
"Aku takut Tin" Ucap Can merasakan ketakutan untuk bersama Tin, bagaimana pun mereka berbeda jauh dan sangat tidak bisa di satukan.
"Trust me!" Balas Tin lagi lalu berdiri untuk menyamakan tinggi mereka.
"Bagaimana kalau___"
"Kita harus mencobanya, aku akan melakukannya dengan baik" Ucap Tin memotong perkataan Can, ia bisa merasakan ketakutan Can saat ini lewat getaran tubuhnya dan wajah Can yang tampak cemas.
"Hmm, tapi aku belum siap" Balas Can tetap ragu.
Tin gemas dengan Can ia mengendong gadis itu menuju kamarnya, Can melingkarkan tangannya di leher Tin. Gadis itu marasakan betapa tegapnya tubuh Tin mendekap dirinya.
Kini Can sudah berada di kasur empuk yang terasa seperti berbaring di atas awan. Kedua tangannya langsung meremas sisi kasur dan seprai di sana saat Tin mulai merayap di atasnya dan menciuminya lembut.
"Tinnnnnn" Panggil Can dan mendesah pelan. Tin tidak menghiraukan nya lagi, ia hanya duduk setengah di atas tubuh Can untuk melepas kaosnya dan melemparkan nya ke sembarang tempat seraya tersenyum ke arah Can.
"Jangan gigit bibir mu Can" Ucap Tin menarik bibirnya dengan jarinya dan membenamkan bibirnya di sana. Can merasakan roknya mulai tersingkap ke atas dan jari lembut masuk ke dalam organ intimnya mulai bermain di sana.
"Tin mmpthh" Desah Can memanggil Tin dengan gairahnya.
"I want you, Can" Ucap Tin di iringi desahan ringan dari gadis itu.
"Apa aku bisa melakukan nya?" Tanya Tin kembali mencoba menghancurkan mental block yang di miliki Can selama ini.
Gadis itu munutup matanya dan perlahan mengangguk pelan, Can tidak mampu membuka matanya untuk manatap Tin di atasnya. Ia merasakan sensasi berbeda dari bawah sana membuat setengah tubuh nya enggan untuk menolak.
Tin melucuti seluruh pakaian Can membuat wajah Can memerah menahan malu dan ingin sesekali menendang Tin saat merasakan membuka lebar kedua kakinya. Tapi semua ia tahan untuk merasakan sensasi selanjutnya.
"Can... aku mencintai mu" Ucap Tin terdengar di sisi telinga Can, gadis itu membuka matanya seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.
"Tinnnn? kau dimana?" Suara Mean menggema di hadapan pintu kamar Tin sangat keras membuat Tin memukul ranjangnya kuat dan meremas rambutnya.
"Brengsek! ada apa lagi dia" Ucap Tin mentap Can yang memandangnya malu.
"Itulah sebabnya kau harus pergi dengan ku besok" Ucap Tin lalu bangkit dari tempat tidur membiarkan Can masih memikirkan apa yang baru saja ia dengar.
"Tunggu di sini sebentar" Ucap Tin seraya memakai pakaian tidur seadanya lalu keluar menemui Mean untuk memukulnya hingga mati.
Sementara Can memilih Untuk segera memakai seluruh pakaiannya seperti semula.
Bersambung....
jangan lupa vote nya ea dan aku bisa minta tolong nggak kalau istri pertama (Attractive Boy) sampai 1k aku akan bikin cerita baru lagi. tolong bantuannya biar bisa 1k.
terima kasih 🙂
KAMU SEDANG MEMBACA
10 day with my bastard boss 18+
Short StoryMenceritakan sebuah hubungan yang di dasari dengan perjanjian kontrak antara Boss dan pegawai perempuan nya. di mana boss itu bernama Tin Menthanad dan pegawai perempuan nya bernama Can Kirakorn. Dan bagaimana kelanjutan hubungan mereka berdua saat...