✧ . ' ❀ , , . ✧ °
ᵐ ᵃ ᵍ ᶦ ᶜ ᵃ ˡ ˡ ᵒ ᵛ ᵉ
ᴄʜᴀᴘᴛᴇʀ ɴɪɴᴇ" . * ° . ✱ .
Malam itu udara di luar kastil sangat dingin, terutama di tempat terbuka, pada musim dingin yang bahkan bisa membekukan para burung hantu pos. Draco membalut erat tubuhnya dengan mantel hijau, hadiah ulang tahun ke delapan belas dari kedua orang tuanya.
Dia berjalan menuju lapangan Quidditch yang gelap gulita. Dia melihat sekeliling lapangan tapi tidak menemukan Potter di mana pun. Mungkin remaja itu berbohong waktu dia mengatakan hendak ke sini tadi.
"Aku rindu terbang." Sebuah suara mengejutkan Draco.
Draco melihat ke sekelilingnya dan menemukan Potter yang sedang bersandar di dinding menara penonton. Draco berjalan menghampirinya.
"Rambut platinummu itu bersinar di kegelapan, Malfoy. Mudah sekali menemukanmu berdiri di situ," Potter memberitahu Draco yang kini berdiri dengan jarak hanya dua langkah di depannya.
Draco memakai kerudung mantelnya dan menutupi kepalanya.
"Bagaimana sekarang?"
"Tersembunyi dengan sempurna!" Potter tertawa.
"Potter, apa kau benar-benar bisa memperbaiki tongkat sihir Ibuku?" Draco bertanya tanpa basa-basi.
"Apa yang terjadi? Apa Harper menyerangmu lagi?" Potter terdengar marah.
"Aku baru saja menerima surat dari Ibuku. Orang tuaku tidak bisa mendapatkan tongkat sihir lain untukku."
"Oh, aku minta maaf." Potter menggigit bibir bawahnya.
"Jangan minta maaf untuk hal yang tidak kamu lakukan, Potter!" Draco menegurnya. Dia sering sekali mendengar Potter meminta maaf kepada orang untuk sesuatu hal yang terjadi di luar kuasanya. Draco merasa terganggu akan hal itu.
"Maaf." Potter menunduk.
"Kau melakukannya lagi. Jadi, bisakah kau, Potter? Memperbaiki tongkat Ibuku? Apa kau benar-benar yakin tongkat itu bisa diperbaiki?" desak Draco. "Aku tahu ini bukan salahmu, Potter. Tapi aku…" Draco menggigit bibir bawahnya, memberi tatapan memohon pada mata hijau zamrud Potter. Kemudian matanya jatuh ke arah leher Potter. Syal hijau kasmir Draco terlilit longgar di leher Potter, sebagian menutupi dagu remaja Gryffindor itu.
Potter mengikuti arah pandang Draco, dan ketika matanya jatuh pada syal Draco, Potter menahan napasnya.
"Aku…aku…" Potter meraih syal dan melepaskannya dari lehernya.
"Tidak apa-apa. Kamu kedinginan." Draco meletakkan tangannya dengan lembut di atas tangan Potter untuk menghentikannya melepas syal. Tangan Draco menyentuh Potter lebih lama dari yang sewajarnya.
"T-terima kasih." Potter tidak melepaskan tangannya dari syal, juga tidak meminta Draco untuk menarik kembali tangannya.
"Harry! Apa yang kamu lakukan dengan Malfoy di situ?"
Suara perempuan mengagetkan mereka. Keduanya menurunkan tangan mereka dari leher Potter dan menoleh ke arah sumber suara.
"Ginny! Apa yang kamu lakukan di sini?" Potter berteriak balik.
"Tidak. Apa yang KAMU lakukan di sini, bersama Malfoy?" Weaselette berjalan dengan hentakan keras menghampiri Potter dan Malfoy.
"Apa kamu mengikuti aku? Bagaimana kamu bisa menemukan aku?" Potter bertanya balik. Dia nampak tidak senang dengan kedatangan gadis itu.
"Ini!" Weaselette menyorongkan sebuah perkamen yang terlipat kepada Potter. "Apa yang kalian berdua lakukan di sini?"
"Itu bukan urusanmu, Weaselette." Draco melangkah ke depan.
"Diam, Malfoy! Harry?" Weaselette melipat kedua lengannya di dadanya, menuntut jawaban dari Potter.
"Aku sedang berbicara dengan Malfoy," jawab Potter singkat.
"Apaan, Harry?" Ron Weasley muncul bersama pacarnya Granger, "Kamu terus menghindari kami, jarang sekali bergabung dengan kami, tapi kamu punya waktu untuk musang pirang ini? Kamu ini kenapa sih, Harry?"
"Aku? Ada apa denganku? Semua orang mengerumuniku sepanjang waktu tapi yang mereka lihat adalah Si Bocah yang Hidup Lagi dan bukan aku Harry. Hanya Harry. Bagaimana perasaanmu jika kau dikelilingi oleh orang-orang asing yang hanya mencari muka seperti itu? Aku hanya ingin sendiri, bersama kalian berdua sudah cukup bagiku. Tapi kalian berdua malah sibuk dengan urusan kalian sendiri. Aku… intinya adalah kalian berdua yang kian menjauh dariku. Dan Ginny, tolonglah, jangan bertingkah laku seolah aku ini pacarmu. Aku selalu menganggapmu sebagai adik. Jadi, kumohon, bisakah kalian menjauh dariku untuk sementara? Aku hanya ingin ketenangan sekali dalam hidupku." Potter berjalan cepat meninggalkan lapangan.
"Oh, Harry, aku minta maaf. Aku tidak…oh!" Granger menangis di kedua tangannya.
Semuanya terdiam. Tak ada yang berani mengejar Potter. Draco mengambil perkamen dari tanah dan menyusul Potter.
Draco tidak memanggil Potter dan memintanya untuk menunggunya, tetapi dia mempercepat langkahnya untuk mencapai Potter dan berjalan berdampingan. Ketika mereka tiba di asrama, Draco menemani Potter berjalan sampai ke depan pintu kamarnya.
"Potter, aku yakin ini milikmu." Draco menyerahkan perkamen kepada Potter sebelum Potter membuka pintu kamarnya. Ah, tentu saja Draco tahu perkamen itu milik Potter. Sesuatu yang tidak biasa sudah pasti milik Potter. Draco tersenyum dalam hati.
"Terima kasih." Potter mengambil perkamen itu dari tangan Draco.
"Apa itu?" Draco bertanya.
Potter membuka lipatan perkamen itu dan melihat ke…
"Apakah itu peta?" Draco mengintip perkamen itu. "Merlin, itu peta Hogwarts! Dan label-label yang bergerak itu apa?" Draco melihat lebih dekat.
"Kuberitahu besok. Um, Malfoy, aku minta maaf mengenai sikapku tadi. Seharusnya aku tidak berteriak pada mereka." Potter menundukkan kepalanya.
"Menurutku kau berhak melakukannya, Potter. Sepertinya kau butuh waktu sendiri saat ini. Kita ketemu lagi…besok?" Draco ragu-ragu untuk mengatakan hal lain yang ada di pikirannya saat itu, tapi dia beranikan diri karena mungkin itu adalah hal yang tepat untuk dilakukan. "Atau, er…jika kau butuh teman, aku…"
"Tidak, aku baik-baik saja. Tapi terima kasih, Malfoy. Um, sampai besok, kalau begitu?" Potter nampak seperti memikirkan tawaran Draco.
"Sampai jumpa besok. Selamat malam, Potter." Draco mengangguk, menunjukkan pada Potter bahwa dia mengerti.
"Selamat malam, Malfoy." Potter terus melihat Draco yang berjalan menuju kamarnya sendiri.
Tengah malam, Draco terbangun oleh rasa sakit yang melanda tangan kirinya lagi. Draco mengambil obat pereda sakit yang dikirim oleh ayahnya dan meneteskannya sebanyak tiga tetes pada lengannya, seperti yang telah diinstruksikan ayahnya. Draco menunggu beberapa saat.
Satu menit telah berlalu dan ramuan pereda sakitnya tidak bereaksi. Kulit lengannya terasa sakit sekali dan bekas luka tatonya merah terbakar. Draco menggeretakkan giginya. Setiap saat rasa sakitnya semakin kuat dan durasinya meningkat. Apakah dia boleh panik sekarang? Tapi…tidak. Malfoy tidak panik. Dia harus menahan rasa sakit itu sampai hilang.
Akankah rasa sakit itu hilang?
✧, ♡ . ´ ° 𝐌𝐀𝐆𝐈𝐂𝐀𝐋 𝐋𝐎𝐕𝐄 .° ' ,♡ .
⠈⠂⠄⠄⠂⠁⠁⠂⠄⠄⠂⠁⠁⠂⠄⠄⠂⠁⠁⠂⠄⠄⠂⠁
KAMU SEDANG MEMBACA
𝕸𝐀𝐆𝐈𝐂𝐀𝐋 𝕷𝐎𝐕𝐄 [ᴅʀᴀʀʀʏ]
Fiksi PenggemarTekad Draco untuk mendapatkan kembali tongkat sihirnya dari Potter telah membawa mereka kepada hubungan pertemanan yang unik. . . . . 𝗪𝗮𝗿𝗻𝗶𝗻𝗴 :: - Draco × Harry ship - Mature content © 𝘈𝘯𝘵𝘪𝘨𝘳𝘢𝘷𝘪𝘵𝘢𝘵𝘪𝘰𝘯 - 𝘧𝘢𝘯𝘧𝘪𝘤𝘵𝘪𝘰𝘯...