Beyond The Memories 08
-
Q8. Siapa yang bilang 'maaf' lebih dulu?
Waktu telah menuju angka delapan lewat sedikit saat Adhitya masih terjaga sedangkan kepalanya melongok keluar dari jendela kamar rawat Mirei. Dokter hanya bilang bahwa Mirei mengalami peradangan usus sampai harus dioperasi. Operasinya sudah selesai, hanya prosedur sederhana yang tidak memakan waktu lama.
Seharusnya, Mirei sudah bangun dari anestesinya yang sudah habis setengah jam lalu. Tetapi, sampai detik ini kedua mata cokelat itu masih saja tertutup rapat seolah enggan terbuka. Tentu, pihak medis hanya menjelaskan bahwa itu bisa disebabkan oleh pola tidur Mirei yang berantakan, sehingga butuh waktu lebih lama untuk bangun pasca operasi.
Tidak ada yang berbahaya, Mirei baik-baik saja. Sebenarnya, bukan kewajiban Adhitya juga untuk tetap berada di sana. Dibilang masih suami, dia dan Mirei sudah tanda tangan surat cerai dan menurut agama pun, mereka sudah berpisah secara lisan. Namun, kakinya memilih berdiam di sana. Terpaku di sudut ruang, membelakangi cahaya matahari yang masuk ke dalam ruangan. Memandangi Mirei yang berbaring dengan tatapan lembut namun penuh pengawasan. Bisa saja, dia melakukan hal lain. Untuk kembali pulang dan tidur di kasur empuk apartemennya yang berada di sudut kota perbatasan Jawa Barat dan Jakarta. Namun, dia tidak melakukannya. Dia memilih tetap bersama Mirei.
"Gimana kondisinya?" tanya Solla yang muncul dari balik pintu geser di lorong yang nampak cukup ramai. Riyan mengekorinya dengan membawa keranjang buah dan plastik belanja lainnya yang berisi beberapa minuman kaleng berkafein. "Baik-baik aja. Dia mungkin kurang istirahat jadinya belum sadar walaupun anestesinya udah abis dari tadi." Adhitya memperbaiki selimut Mirei, seraya menerima sekaleng kopi dingin dari tangan Solla.
"Lo udah sarapan?" tanya Solla begitu usai memberi sekaleng kopi dan menaruh sisanya di atas kabinet dekat tempat tidur Mirei berada. Adhitya hanya menggeleng, memegang kaleng kopinya yang sengaja tidak dia buka, karena dia belum sarapan. Minum kopi instan sebelum sarapan hanya akan membuatnya buang-buang air. Solla mendecak pelan, kebiasaannya untuk cerewet pada semua orang yang dekat dengannya. "Mending lo sarapan dulu deh, sama Riyan ditemenin." Solla menoleh pada Riyan yang baru saja melandaskan bokongnya di atas sofa empuk yang terletak di sudut kiri kamar, dekat dari pintu mereka keluar masuk.
"Riyan juga belum sarapan, tuh." Solla mengisyaratkan Riyan segera bangun dan mengajak Adhitya untuk sarapan. Meskipun, baik Adhitya dan Solla sendiri sangat tahu, Riyan sangat anti sarapan. Apalagi, sejak putus dengan Solla beberapa tahun silam. Kebiasaannya berubah karena Solla.
"Ya udahlah, ayok! Dari pada di sini disuruh-suruh sama Nyai, mending cabut." Riyan lalu bangun dari duduknya, meloyor pergi sendiri, keluar dari ruang rawat Mirei. "Dhit, buruan. Mirei biar gue yang jaga." Solla mengangguk meyakinkan Adhitya. Cowok itu akhirnya menurut dan beranjak pergi bersama Riyan.
"Rei?" bisik Solla, memastikan Mirei benar-benar masih belum siuman sepenuhnya. Setelah merasa yakin, Solla duduk di kursi yang terletak di samping pembaringan Mirei. "Dia nggak akan merasa segelisah itu kalau dia memang nggak mencintai lo. Masalahnya, dia segelisah itu." Solla menguncir rambutnya sendiri menggunakan karet rambut yang ada pergelangan tangan kirinya.
Solla dan Riyan sama-sama mengenal Mirei dan Adhitya di universitas. Riyan dan Solla sama-sama mengambil jurusan hukum. Bedanya, Riyan udah ada ditahun senior. Sedangkan Solla mahasiswa baru sama seperti Mirei. Hari itu, Mirei bertanya di mana letak fakultas sastra pada Solla. Sedangkan Adhitya, kebetulan dia diperkenalkan oleh Riyan karena cowok itu menyewakan satu kamar lain di apartemennya, kebetulan orang yang menyewanya pertama dan terakhir kali adalah Adhitya seorang. Lalu, bagaimana Solla dan Riyan bertemu? Oh, soal itu sepertinya akan panjang sekali kalau diceritakan. Dan, itu bukan hal yang penting, lagi. Setidaknya untuk sekarang? Iya, sekarsng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Memories [Tunda]
RomanceSeperti yang ada dalam kilas kisah, ini hanya tentang dua insan yang telah malas untuk mencari. Mencari apa makna cinta sesungguhnya. Mencari apa cinta sejati itu sungguh ada dinyata yang begitu fana dengan kepalsuan. Mencari seseorang yang kiran...