Beyond The Memories – 06
note: konten mulmed visual dari Mesa (Ketua Eksul Fotografi di sekolah Adhitya dan Mirei)
Q6. Apa pertanyaan "apa kabar" saat kalian bertemu kembali pernah ditanyakan?
-
Dulu, Mirei pikir kepindahan adalah sesuatu yang tidak perlu dirasa penting untuk merasa sedih atau tidak rela. Hidupnya sejak kecil, sudah dibiasakan oleh sesuatu yang tidak pernah menetap sebagaimana hukum sains mengenai pelapukan fisika. Lagi pula, hidup hakikatnya memang akan selalu seperti itu. Tidak akan selamanya, terus berubah, entah ada yang pulang menuju Yang Maha Kuasa, atau mungkin menemukan rumah baru yang lain.
Sampai pada suatu waktu, pertemuan yang dirancang oleh pemilik semesta untuk bertemu sosok Adhitya Pahlevi Malaka merubah pandangannya mengenai kepindahan. Perasaan antusias yang biasanya hinggap di dalam dada Mirei begitu berada di tempat baru memudar, bahkan hilang sepenuhnya begitu dia turun dari taksi yang membawanya ke sebuah bangunan model lama namun masih lumayan layak untuk ditempati.
Mirei hanya memandangi sebentar bagian depan rumahnya yang baru. Yang akan dia tinggali selama beberapa waktu, atau mungkin di luar dugaannya, lebih lama dari yang biasanya. Orang tuanya baru akan datang nanti malam, Mirei tiba di kota yang sama panasnya dengan Jakarta. Padatnya seperti kota-kota besar lainnya, hanya saja yang berbeda satu. Letak rumahnya sedikit berjauhan dari satu ke lainnya. Hal lainnya, tidak ada rumah Aka di sana.
Seseorang datang dari dalam, yang dititipkan oleh orang tua Mirei untuk menjaganya sebelum mereka tiba di Semarang. Sosoknya sudah paruh baya, jalannya sedikit tertatih dan tidak begitu tegap lagi, tapi Mirei yang hanya melihat tahu, bahwa orang tua itu lebih memiliki semangat dan antusiasme dibanding dirinya yang seharusnya masih enerjik dan lebih sopan–seperti untuk menyapa lebih dulu misalkan.
"Nak, Mirei, betul?" sapa orang tua itu. Mirei tidak dititipkan amanat apapun dari ayah dan ibunya sebelum berangkat dari Jakarta. Tapi, pasti mereka sudah memiliki skenario apa yang harus dilakukan dan tidak sementara Mirei berada di sini. "Assalamu'alaikum, Om." Mirei membuka mulutnya untuk pertama kali setelah disapa lebih dulu, cukup tahu sopan santun, tidak lupa Mirei mencium tangan si orang tua dengan penuh hormat, rambut hitamnya yang asri dan panjang sampai jatuh meninggalkan beberapa helai menempel di pipinya yang pucat. Mirei tidak mabuk darat, tapi juru mudi taksi yang membawanya dari bandara tidak cukup andal dalam mengendarai yang mengakibatkan Mirei sedikit mual.
"Nduk' tanganmu dingin sekali, perutmu mual, toh'?" tanya orang tua itu kali ini dengan sorot yang cemas. Mirei hanya mengangguk samar, "Yowes, masuk dulu. Ta' ambil air hangat dulu." Mirei hanya tersenyum samar lalu berjalan menuju teras depan dan melepas sepatunya, duduk di sebuah bangku rotan yang kelihatannya sudah agak lama, namun masih nyaman untuk diduduki. Sedangkan, orang tua yang dia panggil dengan sebutan 'om' tadi membawa koper Mirei ke dalam rumah sekaligus mengambil air hangat seperti yang dikatakan sebelumnya.
Hal lainnya yang mungkin perlu Mirei syukuri adalah di mana pun dia datang ke tempat baru setelah pindah, selalu ada orang yang menyambutnya dengan baik dan layak bahkan rasanya, melebihi orang tuanya sendiri. Mirei sejenak terdiam, kedua matanya lantas menyapu hal di sekitarnya.
"Udah jam 4 sore lho, Nak, Mirei udah makan siang tadi sebelum landing?" tanya orang tua tadi seraya memberikan segelas air hangat dengan sopan di atas meja yang berada di sisi Mirei sedang duduk. Mirei hanya mengucapkan terimakasih dengan senyuman terulas di wajahnya, lalu mulai mengambil gelas stainless-steel yang biasa dipakai untuk orang mendaki gunung dan meniupnya sejenak sebelum meminumnya sedikit lebih sedikit. Mirei juga tidak menyangka, bahwa orang tua ini cukup tahu istilah bahasa asing yang berkaitan dengan penerbangan, itulah mengapa senyum ulasnya terus mengembang di balik gelas air hangat yang masih diseruputnya, perutnya yang sempat tegang dan begitu mual mulai membaik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Memories [Tunda]
RomansaSeperti yang ada dalam kilas kisah, ini hanya tentang dua insan yang telah malas untuk mencari. Mencari apa makna cinta sesungguhnya. Mencari apa cinta sejati itu sungguh ada dinyata yang begitu fana dengan kepalsuan. Mencari seseorang yang kiran...