Q9 – Satu hal yang paling disesali dari masa lalu?
Semarang, 2013
Mirei mencari letak ruang fotografi. Kenapa? Ya, karena Adhitya bilang dia sedang di sana. Sekolah memang sudah usai. Masih beberapa menit menjelang azan ashar berkumandang di mushola sekolah. Adhitya kembali melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Tidak, dia tidak secinta itu pada ruang fotografi. Sebenarnya, jika saja semuanya tidak terlanjur begini, dia tidak akan repot-repot menerima tawaran Mesa untuk menjadi anggota inti yang memiliki peran besar di eskul ini. Dan, sebenarnya lagi, eskul ini tercipta karena kehadiran Mesa sebagai siswa di sekolah ini. Orang tua Mesa cukup memiliki latar belakang yang berpengaruh pada kegiatan sekolah. Adhitya tidak iri, dia pikir itu tidak penting. Tetapi, karena itu pula, ketika Mesa tidak sekali dua kali membuat masalah, urusannya tidak akan berbuntut panjang.
Setelah mengirim pesan pada Mirei dan mengatakan bahwa dia sedang di ruang fotografi sejak beberapa hari lalu. Adhitya sedang membersihkan lensa kamera saat Mirei masuk setelah mengetuk pintu beberapa saat. Tadinya, Adhitya enggan menjawabnya. Tetapi, Mirei pasti mengira bahwa Adhitya sedang bete. Jadi dia melupakan semua niatnya untuk mengabaikan Mirei. Apa yang terjadi? Tentu, Mirei yang jelas paling tahu, itulah mengapa Mirei memutuskan untuk menghampiri Adhitya lebih dulu.
Mirei melepas sepatunya, melangkah mendekat pada Adhitya yang tidak begitu menaruh perhatian pada kedatangan Mirei. Dia membawa serta tas punggung Adhitya yang diberikan oleh Hasan begitu ketemu dengannya di lantai satu. Hasan meminta mengantarkan tas milik Adhitya karena dia sudah terlambat untuk menghadiri bimbingan belajarnya di salah satu lembaga les ternama di Semarang, mungkin di Indonesia. Ya, itu sudah tidak perlu dibahas.
Sekarang, Mirei telah beberapa meter di samping Adhitya yang duduk menghadap jendela yang menunjukkan hamparan sudut kota di lihat dari ketinggian ruang fotografi yang berada di lantai tiga. Dia menaruh tas Adhitya di atas meja yang kosong, lalu duduk dengan diam di sana. Matanya ikut mengamati lensa yang begitu hati-hati Adhitya bersihkan.
Jadi, bagi Mirei itu masalah sederhana. Mungkin tidak untuk Adhitya. Kejadian yang membuat cowok itu sedikit bete pada Mirei terjadi beberapa hari lalu. Di hari puncak acara perayaan ulang tahun sekolah, saat pameran fotografi di aula utama sekolah mereka sedang berlangsung.
"Lo pulang sama Mesa?" tanya Adhitya langsung menoleh saat Mirei mengajaknya bicara di sudut aula agar perbincangan mereka terdengar. Sulit untuk berbicara di tengah keramaian. Juga, ada Mesa di sana yang sempat tersenyum pada Mirei sebelum dia membawa Adhitya ke sudut aula untuk bicara. Tentu, Adhitya tidak cukup peka untuk menyadari itu.
"Iya."
"Kenapa nggak bilang dari awal sama gue?"
"Dia baru ngomong sama gue. Lagian juga, lo kenapa sih, kok kayaknya nggak suka gitu?"
"Gue bukan nggak suka. Gue cuman nggak suka karena dia sering nganterin cewek yang beda tiap hari."
"Cie, perhatiin aja, naksir apa lo sama dia?"
"Najis!"
Jadi, itulah kenapa Adhitya bete. Dia pasti bete karena candaan Mirei. Adhitya masih bertahan dalam diam ketika Mirei sudah lumayan lama duduk di sampingnya dengan diamnya yang sedikit aneh. Merasa diperhatikan, Adhitya menoleh, bertemu dengan wajah Mirei lagi setelah hari itu, di mana Mirei membuatnya bete membuat Adhitya menatap Mirei tidak bersahabat. Tentu saja, itu bukan soal candaan Mirei. Adhitya tidak begitu memikirkan candaan Mirei. Dia bahkan lupa, Mirei bicara apa. Tetapi, cara Mirei memberitahu bahwa dia akan pulang diantar oleh Mesa setelah acara sekolah membuatnya bete. Benar, Adhitya bete. Bete karena Mirei pulang dengan cowok yang paling tidak ingin Adhitya ada urusan dengannya, apalagi dengan Mirei.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Memories [Tunda]
RomansaSeperti yang ada dalam kilas kisah, ini hanya tentang dua insan yang telah malas untuk mencari. Mencari apa makna cinta sesungguhnya. Mencari apa cinta sejati itu sungguh ada dinyata yang begitu fana dengan kepalsuan. Mencari seseorang yang kiran...