Bagian 3- Suddenly Why?

656 98 60
                                    

Shall We?

Hari semakin gelap bahkan rembulan yang harusnya mulai datang menyembunyikan diri memberi makna.

Ini sudah beberapa jam sejak Sehun meninggalkannya sendiri tanpa membiarkan satu perbaikan.

Siapa yang tidak sedih ketika seorang yang dicintai terancam pergi?

Luhan disana, duduk di kursi yang ada didekat jendela rumah yang seadanya.

Dia belum mengganti pakaian sekolah dan masih berkubang dalam sendu sehingga bahkan enggan sekedar menyalakan sumber penerang.

Seakan mendukung pun langit begitu mendung, membuat segalanya terasa begitu kelam.

Tidak bermaksud berlebihan. Tapi Luhan benar begitu merasa bodoh dan tidak tahu diri, karena itu dia masih terduduk dan tertunduk lesu, merenung.

Dia tidak lagi sedang menangis.

Air matanya datang hanya sekali tepat saat Sehun meninggalkannya, menyisakan pandangan kosong.

Dia sedang mengingatnya.

Darimana semua kesalahan ini dimulai dan bagaimana harus mengatasinya.

Terkekeh untuk dirinya, Luhan baru sadar dan membuka mata bahwa benar perasaan yang dimilikinya adalah salah. Sangat salah. Karena begitu lancang.

Dia mendapatkan rasanya saat ditingkat pertama. Dia hanya memendam bahkan seringkali menyangkal berharap perasaannya tak pergi lebih jauh.

Tapi itu hanya menyiksanya kemudian, karena rasanya tumbuh semakin besar.

Jadi ia kemudian memaksakan diri waktu itu, mencoba menghubungi Sehun dengan dalih keperluan acara pentas seni, yang kebetulan Luhan adalah wakil ketua di club itu.

Mulai dari hal itu Luhan kemudian selalu mencari celah untuk sekedar mengobrol, walau itu hanya lewat pesan di ponsel.

Dia akan tersenyum saat pesan terbalas walau kata yang terucap dingin dan akan menunggu seharian saat pesannya berakhir terabaikan.

Sejatinya Luhan tak pernah berharap lebih pada awalnya, tentang apa yang ia ingini adalah sebuah ketidak mungkinan.

Jadi Luhan selalu berpikir, jika dia berakhir menjadi teman yang agak dekat saja dengan Sehun, betapa bersyukurnya dia.

Sesederhana itu.

Tapi apa yang ia harap dan pikir tidak selalu didukung semesta.

Karena bagaimanapun, se-rendah diri apapun manusia tetap selalu menginginkan suatu yang lebih.

Itu mengapa disuatu hari, entah keberanian datang dari mana, Luhan menemui Sehun dibelakang sekolah menyertakan alam sebagai saksi.

Dengan tertunduk dan memainkan jemari sebagai penguat, Luhan menyatakan rasanya.

"Sehun aku menyukaimu, maaf tapi aku ingin punya hubungan lebih dengamu. Aku tahu ini lancang."

Sehun masih berdiri tegak, memandangnya tanpa ekspresi berarti.

Bibirnya terkatup rapat dan alisnya menukik tajam.

"Tapi tak apa jika kau tak bersedia, aku hanya-"

"Ya." balasan dingin itu mengintrupsi

"Ya?" dengan bingungnya Luhan menatap lamat.

"Kau mendapatkan inginmu. Ayo menjadi sepasang kekasih."

Nadanya terdengar tak minat, tapi Luhan yang terlampau senang dengan degupan kencangnya menjadi abai. 

Dia bahkan melewatkan dimana mungkin banyak siswa mencuri dengar dan menyebar gosip.

Shall We? (HUNHAN VER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang