Bagian 6- Mari Bercerita

624 96 65
                                    

Waktu lalu masih teringat dengan jelas seakan kesakitan sebelumnya sirna begitu saja.

Bagaimana Sehun berubah menjadi lembut, penuh kasih dan menyenangkan.

Perhatian tak pernah luntur.

Selalu ada.

Pertengkaran kecil menjadi pemanis dan makanan sehari-hari.

Rasanya Luhan tak pernah mau ini berakhir.

Seperti sekarang ini.

Jalanan yang lengang beserta senja yang luar biasa indah dengan semilir angin menemani.

Ini Seoul, tapi keduanya bukan sedang berada di tengah perkotaan sehingga perjalanannya menggunakan sekuter kesayangan milik Sehun begitu lancar, bebas dan jauh dari macet.

Ingat, lelaki itu kaya raya yang bahkan punya banyak kendaraan.

Berada disatu titik tempat penuh rimbun dengan pohon dan sejuk, pinggirnya adalah sebuah danau.

Hitung-hitung melepas lelah.

Luhan selesai melakukan perlombaan olahraga antar kelas, yang biasa diadakan sekolah.

Badannya terasa remuk.

Ya dia bagian paling penting dari kelompok pemain voli, perwakilan dari kelasnya.

Begitu diandalkan.

Maka ketika Sehun dengan suka rela menuntunnya untuk pulang bersama, dia mau.

Sepanjang perjalanan bersandar pada pungguh kokoh lelakinya. Memeluknya erat.

Ini menjadi hal langka karena bahkan lelaki itu yang meminta pun mempersilahkan "Hanya istirahat dipunggungku Luhan. Aku tahu itu sangat melelahkan!"

Manis.

Seperti mereka bersahabat lama, keduanya bahkan berbagi cerita sepanjang jalan, apa saja termasuk menggosipkan yang lain.

Kekehan dan tawa bahkan selalu menemani.

Inginnya Luhan tidur tapi dia tahu, dalam perjalan yang apalagi menggunakan sebuah motor, tidak akan pernah senyaman itu walau alasnya adalah paling nyaman- bahu kokoh sehun.

Mereka memutuskan untuk berhenti, lebih lama menghabiskan waktu dan melihat senja bersama.

Pohon yang bergerak karena angin, tawa banyak orang dan suara burung bagai musik paling menenangkan seumur hidup.

Keduanya berdiri dibatas pagar danau, saling bergenggaman tangan.

Tidak ada satu kata yang terucap, tapi mereka bahagia dengan sudutnya terangkat apik.

Ketika peraduannya mulai berganti, keduanya memutuskan untuk pulang.

Sekali berhenti dipertengahan jalan, saat Sehun memberikan jaketnya untuk menghalau dingin wanitanya. Dia hanya tahu cuaca sudah semakin gila.

Dan sesekali berhenti karena candaan.

"Turun Luhan! Kau berat." Disebuah kawasan sepi Sehun memelankan laju kendaraannya seolah olah benar akan menurunkan Luhan.

Wanita itu kemudian hanya terkekeh dan memukul pelan punggung lelaki didepannya.

"Berhenti bercanda Sehun! Malam sudah datang dan aku lapar." sahut Luhan, tentu dengan bibir bawah mencebik.

"Kau ingin makan apa?" tanya Sehun kemudian

"Uhmmm..." Luhan lapar, tapi dia tidak tahu apa yang ingin ia makan saat ini, walau biasanya ia pemakan segala.

Shall We? (HUNHAN VER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang