Waktu berkunjung selesai, itu saatnya Luhan harus pulang dan kembali menjalani kehidupan yang sesungguhnya.
Sudah cukup menjadi tuan putri yang disuguhi segala fasilitas.
Pelukan dari sang mama sebagai penutup, juga hadiah satu ciuman di pipi pada anak gadisnya.
Kedua pasang mata yang memandang tak rela untuk putri semata wayangnya seakan tidak ingin di tinggal, tapi mereka tidak bisa memaksa lebih jauh.
Jika Luhan bahagia, mereka akan memakluminya dan menunggum
Dengan tas ransel yang digendongnya, Luhan berbalik pergi dan sesekali menoleh kebelakang untuk menyampaikan selamat tinggal pada kedua orang tuanya, dengan lambaian tangan juga senyum yang tertata apik.
Tuan dan nyonya Xi hanya bisa saling merangkul, wajah tuanya yang sudah mulai keriput diliputi awan mendung, bahkan nyonya Xi tidak bisa menahan laju air matanya lebih jauh.
"Kau akan selalu menjadi anak kecil kami, nak. Kesayangan kami." ucapan lirih dari seorang perempuan dengan tingakat sensitifitas yang tinggi.
Dengan rangkulannya, tuan Xi memeluk lebih erat pundak sang istri, melihat tubuh ringkih anaknya semakin jauh.
Setelah Luhan tertelan oleh persimpangan jalan, keduanya memutuskan untuk kembali kedalam rumah tanpa mau meratap lebih dalam.
Tanpa terasa Luhan sudah sampai di halte. Dia duduk sembari menunggu bus datang, sedang kepala tertunduk, menyembunyikan kesedihannya.
Dia juga merasa sedih, bersalah dan tertekan, tapi bahkan dia tidak bisa melakukan apapun.
Dia baru diusia belasan, tapi merasa segalanya begitu rumit.
Menegakkan kembali kepala dan menarik nafas panjang dilakukan, sebagai asupan tenaga baru. Senyum tipisnya muncul, tapi jika dilihat lebih dekat semua hanya palsu.
Gurat kesedihan begitu kental dan kentara.
Bis datang pun dia dengan bergegas menaikinya, memilih duduk dekat jendela dan langsung menyandarkan kepalanya disana.
Dia sedang mengingat dimana tepatnya segalanya lebih rumit. Sedang sejak dulu dia diliputi kebahagiaan hanya dengan kedua orang tuanya, sampai hari itu datang. Kebenaran itu menghampiri.
Dia akan memasuki tingkat pertama sekolah menengah atas saat ibu dan ayahnya mengatakan yang sesungguhnya.
Karena ada potret dirinya dengan seorang yang cantik dan dia merasa rindu dan pilu dalam waktu bersamaan. Secara tiba-tiba.
"Tolong jaga Luhan-ku" tulisan lawas yang bahkan hampir memudar dibalik foto itu.
Berkerut bingung wajar datang pada dahinya, dengan dirinya ia kemudian menyongsong kedua orang tuanya.
Keduanya mematung karena terkejut, kiranya semua ini tak akan pernah diketahui.
"Kami mengadopsimu saat kau baru melihat dunia dan bahkan darah ditubuhmu belum kering, istriku dan aku tak diberi kesempatan dikaruniai seorang anak jadi hal ini terjadi. Bukan, bukan karena ibumu yang sebenarnya tak menyayangimu, dia sayang bahkan sangat padamu, hanya ekonomi yang menjadi penyebab pun suami yang tak tahu dimana."
Tuan Xi berusaha selembut mungkin memberi pemahaman, tapi apa yang ada dikepala Luhan jelas dia merasa ibunya tak menginginkan dirinya.
"Apa aku memiliki saudara?"
"Kau memiliki 2." Ucap tuan Xi seadanya dan Luhan terkekeh pedih.
"Dia mempertahankan dua anaknya tapi tidak denganku. Omong kosong macam apa ini?" hatinya berontak sinis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shall We? (HUNHAN VER)
Fanfiction(COMPLETED) Aku hanya jatuh cinta kemudian tersambut, tapi entah mengapa segalanya terasa salah.- Xi Luhan GS!!!